Menuju konten utama

Takut-Takut Tapi Mau: Mengapa Kita Suka Nonton Film Horor?

Sensasi lega yang muncul setelah adegan-adegan mengerikan dalam film horor berakhir dapat dikaitkan dengan perasaan senang dan puas.

Takut-Takut Tapi Mau: Mengapa Kita Suka Nonton Film Horor?
Header diajeng Kesenangan Nonton FIlm Horror. tirto.id/Quita

tirto.id - Apa kamu termasuk penikmat film-film horor padahal aslinya penakut? Ayo ngaku!

Tidak bisa dimungkiri, disuguhi aksi-aksi mengerikan dan mengejutkan oleh makhluk-makhluk gaib di layar kaca bisa membuat jantung berdegup kencang, bulu kuduk berdiri, dan jerit-jerit ketakutan—bahkan mungkin efeknya bisa membuat kita takut pergi ke toilet sendirian.

Meski begitu, pada sebagian orang, sensasi menakutkan dari film horor justru menimbulkan kesenangan dan akhirnya bikin ketagihan.

Rahma (38) mengaku suka nonton film horor sejak masih remaja. Dulu ia sering pergi ke bioskop dengan teman-teman. Setelah berkeluarga, ia lebih sering mengakses hiburan tersebut di rumah melalui platform film digital.

"Terakhir nonton Siksa Kubur kemarin di Netflix karena waktu tayang di bioskop aku enggak sempat nonton," celoteh Rahma.

Menurut Rahma, film horor lokal dan luar negeri sama-sama seru dan mengerikan. Namun ia mengaku lebih menikmati film-film horor luar negeri. Salah satu yang berkesan di hatinya adalah Pet Sematary (2019).

Film remake dari versi tahun 1989 ini diangkat dari novel karya Stephen King. Kisahnya tentang kekuatan misterius dari sebuah pemakaman masal yang dapat membangkitkan orang mati.

Ninda (34) juga penikmat film horor. Bahkan, ia senang mengajak suami dan dua anaknya untuk ikut nonton bareng di rumah.

"Tapi kalau sama anak-anak biasanya aku cek dulu tuh filmnya sesuai atau enggak sama usia mereka. Kalau terlalu mencekam, ada adegan sadisnya, ada sexually explicit content-nya, aku enggak akan ajak anak-anak nonton," kata Ninda.

Meski sama-sama menikmati film horor produksi lokal dan luar negeri, Ninda tak menampik sineas Indonesia memang "juara" dalam hal menakut-nakuti penonton.

Ya, film horor selalu punya tempat spesial di hati penonton Indonesia. Terbukti, beberapa tahun belakangan genre horor di Tanah Air kian populer dengan jumlah penonton yang menjulang.

Sebut saja KKN Desa Penari yang hit sepanjang libur Lebaran 2022 silam dengan total pemirsa menembus 10 juta penonton—menjadikannya film terlaris dalam sejarah sinema Indonesia modern.

Tahun ini, ada Siksa Kubur karya Joko Anwar yang ditonton lebih dari 4 juta orang dan Vina: Sebelum 7 Hari dengan 5,8 juta penonton.

film horor Perjanjian Setan

Potongan adegan film horor 'Perjanjian Setan' (2024). FOTO/Multi Platinum Screen Pictures

Kesuksesan film-film di atas juga menegaskan bahwa selalu ada pasar untuk industri film horor di Indonesia.

Nah, yang jadi pertanyaan menarik, apa yang membuat orang-orang menikmati pengalaman nonton film-film horor?

Haiyang Yang, dosen ilmu perilaku manusia di Johns Hopkins Carey Business School dan Kuangjie Zhang dari Nanyang Technological University Singapore, pernah meneliti mengapa orang-orang tertarik untuk merasakan takut.

Menurut mereka, stimulasi merupakan salah satu kekuatan pendorong di balik konsumsi horor.

Paparan terhadap tindakan-tindakan mengerikan seperti cerita tentang kerasukan setan atau serangan alien dapat memberikan rangsangan baik secara mental maupun fisik.

"Pengalaman-pengalaman ini dapat menimbulkan perasaan negatif, seperti ketakutan atau kecemasan, dan perasaan positif, seperti kegembiraan atau kegirangan. Dan kita cenderung merasakan emosi yang paling positif ketika sesuatu membuat kita merasakan emosi yang paling negatif," tulis studi tersebut seperti dilaporkan di situs John Hopkins Carey Business School.

Masih dalam penelitian di atas, hiburan dalam film horor juga dapat memberikan pengalaman baru, seperti kiamat zombi—yang belum tentu terjadi di dunia nyata.

Pada saat yang sama, menonton film horor merupakan cara yang aman untuk memuaskan rasa ingin tahu tentang sisi gelap kemanusiaan melalui alur cerita dan karakter tokoh-tokohnya yang menyelami bagian-bagian tergelap di hidup kita.

Bagi Rahma, sensasi seusai menyaksikan film horor membuatnya merasa lebih segar.

"Karena sensasinya tegang tapi bikin fresh. Takut, sih, tapi enggak tahu senang aja apalagi teriak bareng-bareng," katanya sambil tertawa.

Sementara menurut Ninda, yang menggemari horor bernuansa psychological thriller, nonton film horor bisa membuat adrenalinnya naik.

"Karena seru, bisa bikin adrenalin naik. Walaupun kalau habis nonton suka takut ke kamar mandi sendiri ya," ujarnya.

Ilustrasi Halloween

Ilustrasi Halloween. foto/istockphoto

Studi di jurnal Personality and Individual Differences (2021) terhadap 300 orang responden menunjukkan bahwa penggemar horor bernasib jauh lebih baik secara psikologis daripada mereka yang bukan penggemar selama bulan-bulan menguras emosi saat pandemi COVID-19.

"Mungkin orang belajar tentang respons ketakutan mereka sendiri dan tentang mengatur emosi mereka sendiri melalui menonton film horor," kata Mathias Clasen, direktur Recreational Fear Lab sekaligus dosen sastra dan media di Aarhus University, Denmark pada National Geographic.

Studi tersebut menjelaskan respons otomatis tubuh yang muncul saat merasa takut adalah melawan dengan cara menghadapi rasa takut, atau lari dan menghindari bahaya.

Respons ini didorong oleh sistem saraf simpatik, kumpulan neuron yang terjalin dari tulang belakang ke seluruh tubuh.

Dalam situasi yang dianggap berbahaya, sistem ini memicu respons yang tidak disengaja—meningkatkan detak jantung, menaikkan tekanan darah, mengirimkan darah ekstra ke otot-otot kita—sehingga kita siap menghadapi ancaman.

Saat kita menyadari bahwa ancaman tidak lagi ada atau tidak nyata, sistem saraf parasimpatis yang terkait akan mengambil alih.

Sistem parasimpatis inilah yang membantu kita untuk tenang, memfasilitasi respons "istirahat dan cerna" dalam tubuh.

Respons naluriah tersebut dapat berkontribusi pada perasaan lega setelah ancaman berlalu. Kelegaan itu menjadi bagian dari apa yang dimanfaatkan oleh kalangan peneliti dengan terapi exposure.

Penelitian lanjutan telah mengonfirmasi efektivitas terapi exposure. Terapi ini terbukti sangat membantu dalam menangani gangguan kecemasan, termasuk gangguan stres pascatrauma, fobia, dan gangguan obsesif-kompulsif.

Perawatan ini bekerja dengan melatih ulang amigdala—pusat ketakutan di otak—melalui proses pengaktifannya dengan pemaparan terhadap objek atau situasi yang ditakuti.

Misalnya, jika kamu memiliki fobia terhadap laba-laba, terapis akan memintamu untuk secara sengaja berinteraksi dengan laba-laba, baik dengan membayangkannya, memegang laba-laba sungguhan, atau bahkan melakukannya dengan teknologi realitas virtual.

Dengan pemaparan berulang, ketakutanmu akan mereda.

ilustrasi fotografi hantu

ilustrasi fotografi hantu. FOTO/iStockphoto

Masih melansir National Geographic, studi lain yang terbit di jurnal NeuroImage (2020) menyimpulkan bahwa film horor adalah stimulus pemicu rasa takut yang optimal.

Studi tersebut mengungkapkan bahwa bagian otak kita memproses film horor seolah-olah ancaman itu nyata, yang mempersiapkan tubuh agar bereaksi dengan cara yang sama seperti dalam situasi kehidupan nyata.

Dampaknya, detak jantung kita pun meningkat, pupil melebar, dan tekanan darah naik.

Kita acap kali merasakan kenikmatan atau kesenangan seusai menonton film horor berdasarkan rasa lega yang muncul setelahnya, kata John Edward Campbell, dosen kajian media di Temple University.

Psikiater Zlatin Ivanov sepakat dengan Campbell, bahwa setelah menonton film yang mengerikan, kemampuan otak kita untuk menenangkan diri dapat menimbulkan reaksi menyenangkan secara neurokimia.

Alasannya, menurut Ivanov, “pelepasan dopamin yang berhubungan dengan respons otak untuk 'istirahat dan mencerna' menyebabkan peningkatan rasa bahagia."

Pada titik ini, film horor memang belum terbukti secara ilmiah sebagai pengobatan untuk trauma atau fobia. Namun banyak peneliti memahami potensinya.

Jadi, setelah mengetahui penjelasan logis di balik kenikmatan dan manfaat menyaksikan film-film horor, apa kamu jadi semakin semangat nonton?

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Putri Annisa

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Putri Annisa
Penulis: Putri Annisa
Editor: Sekar Kinasih