tirto.id - Kesultanan Banten berperan signifikan dalam perkembangan Pelabuhan Merak hari ini. Mulanya, awal abad 17 Masehi, salah satu jalur terpenting dalam aktivitas perekonomian di Asia. Pasalnya, Banten menjadi pusat perniagaan yang skalanya internasional.
Negara-negara dari Eropa telah lama melakukan perdagangan di Pelabuhan Banten. Portugis, misalnya, sebagai negara pertama yang masuk ke Banten untuk melakukan perdagangan. Ada juga orang-orang Inggris, yang mendirikan loji. Baru Belanda menyusul masuk ke Banten.
Kedigdayaan Kesultanan Banten
Banten menjadi pusat perniagaan Internasional mempunyai sejarah panjang yang berdarah-darah. Rezim Maulana Yusuf, yang mengawali pertumbuhan ekonomi secara signifikan di Kesultanan Banten.
Pada tahun 1570 sampai 1580 Maulana Yusuf memerintahkan warganya untuk membuka lahan sawah. Tujuannya, agar dijadikan sebagai lumbung padi dan perkebunan lada.
Tumbuh kembangnya ekonomi Kesultanan Banten membuat kekuatan negara dan kesejahteraan di wilayah yang dikuasai Banten sejahtera. Lebih-lebih, daerah kekuasaan Banten begitu luas.
Ekspansi wilayah di luar Banten yang sudah dilakukan semasa pemerintahan Hasanudin (1550-1570) yang mencakup dari Lampung sampai Bengkulu yang berbatasan dengan Sumatera Barat.
Ekspansi wilayah kekuasaan yang dilakukan oleh Kesultanan Banten, menurut Kartodirdjo untuk menguasai seluruh perairan yang ada di selat Sunda, serta perkebunan lada. Hal ini, sebagai langkah Kesultanan Banten agar pelayaran serta perdagangannya digdaya.
Demi bertambahnya wilayah kekuasaan Kesultanan Banten, era Muhammad Nasruddin yang menjabat dari tahun 1580-1596. Selain tujuan itu, agar dalam bidang pelayaran dan perdagangan semakin kuat.
Maka Kesultanan Banten melakukan ekspansi ke Palembang serta ingin menguasai Selat Malaka. Pertempuran yang terjadi dalam ekspansi tersebut, Muhammad Nasruddin meninggal. Palembang dan selat Malaka, gagal diambil oleh Kesultanan Banten.
Masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1684), juga melakukan ekspansi ke wilayah Priangan, Cirebon dan sekitar Batavia. Hal itu dilakukan, selain memperbesar pengaruh serta wilayahnya.
Selain itu sebagai langkah menghadang mataram yang sudah berkongsi dengan VOC memberikan pengaruh di barat jawa. Kepentingan Kesultanan Banten lainnya, VOC sebagai organisasi dagang akan merusak perekonomian yang sudah berjalan di Banten. Sebab, VOC memonopoli perdagangan, yang merugikan masyarakat.
Periodisasi Pengelola Pelabuhan Merak
- Tahun 1527 Kesultanan Banten, yang waktu itu dipimpin oleh Maulana Hasanuddin berhasil menguasai kota Pelabuhan Banten. Setelahnya, dilanjutkan dengan mengakuisisi wilayah-wilayah di sekitarnya: Banten Girang.
- Tahun 1579, penerus Hasanuddin yang Bernama Maulana Yusuf melanjutkan ekspansi ke wilayah-wilayah barat Jawa lainnya: Pakuan Pajajaran. Dengan merebut Pakuan Pajajaran, dengan otomatis pemerintahan di Jawa Barat dikuasai sepenuhnya oleh Kesultanan Banten
- Tahun 1604, setelah Kesultanan Banten berkuasa di barat Jawa. Penghasilan Pelabuhan dibagi menjadi dua. Pertama untuk Syahbandar. Kedua, untuk Kesultanan Banten sendiri
- Tahun 1684, Belanda berhasil merebut Kota Pelabuhan Banten dari Kesultanan Banten. Serta wilayah-wilayah yang berada dibawah kekuasaan Kesultanan Banten
- Tahun 1834, Belanda membangun berbagai jalur perdagangan jalur melalui sungai untuk menunjang distribusi komoditasnya. Salah satunya di Caringin, Bandung.
- Tahun 1912, dengan sepenuhnya wilayah-wilayah di Jawa dikuasai oleh pemerintahan Hindia Belanda. Maka, dibangun berbagai jalur-jalur transportasi untuk menunjang distribusi komoditas. Pelabuhan Merak dibangun sebagai penghubung jalur kereta api di Tanah Abang, Jakarta.
- Tahun 1956, penguasaan Pelabuhan Merak oleh pemerintahan Hindia-Belanda yang dikelola oleh Staatsspoorwegen (perusahaan swasta pada masa Hindia Belanda) berakhir. Kemudian pengelolaan diserahkan pada Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA).
- Tahun 1959, program nasionalisasi perusahaan asing diterbitkan oleh Soekarno. Pelabuhan Merak pengelolaannya berpindah ke Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) di bawah naungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
- Tahun 1965, Badan Pengusahaan Pelabuhan (BPP) bukan lagi dipegang oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Tapi berpindah kepada Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya dan Sungai, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dengan surat keputusan U.14/9/7-Phb tanggal 24 Agustus tahun 1965.
- Tahun 1973, yang semula berada di bawah naungan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya dan Sungai. Dengan adanya SKB (Surat Kesepakatan Bersama) Nomor 13/PHB/XII-73 tanggal 30 Desember 1973. Maka, diserahkan dibawah naungan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
- Tahun 1977, Pelabuhan Merak dikelola oleh PT. Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan.
Fasilitas Pokok Pelabuhan
- Perairan Tempat Labuh
- Kolam Pelabuhan
- Penimbangan Kendaraan
- Fasilitas Sandar Kapal
- Terminal Penumpang
- Jalan Penumpang Keluar Masuk Kapal (gang way)
- Perkantoran untuk kegiatan pemerintahan
- Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker)
- Fasilitas air, listrik dan telekomunikasi
- Akses jalan dan rel kereta api
- Fasilitas Pemadam Kebakaran
- Tempat Tunggu Kendaraan Bermotor (Area Parkir)
- Gedung Terminal
- Gedung Loket
- Gedung Ruang Tunggu
- Ruang Tunggu Kapal Cepat
- Gedung Waiting Lounge
- Gedung Kantor
- Gedung Bundar STC
- Loket Tol Gate Utama
- Rumah MB I, II, dan III
- Rumah Genset
- Penimbangan Kendaraan Bermuatan (angkutan barang)
- Kawasan Perkantoran
- Fasilitas Usaha
- Areal Pengembangan Umum: Masjid, Taman, Ruang Terbuka Hijau, Fasilitas Kesehatan dan Ruang Ibu Menyusui.
Penulis: Sulthoni
Editor: Dipna Videlia Putsanra