Menuju konten utama

Sejarah Pamong Praja: Mengenal Tugas dan Fungsi Satpol PP

Satpol PP memang seperti polisi, tapi ia punya tugas yang berbeda, berikut tentang sejarah Pamong Praja dan fungsinya.

Sejarah Pamong Praja: Mengenal Tugas dan Fungsi Satpol PP
Petugas Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (polisi syariat islam) mengikuti apel pengamanan pergantian tahun di Banda Aceh, Aceh, Senin (31/12/2018). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

tirto.id - Sejarah Pamong Praja atau lebih dikenal dengan nama Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) akan membahas asal mula organisasi yang memiliki tugas yang penting dalam menjaga keamanan dan stabilitas negara. Meski sekilas mirip dengan Polisi Republik Indonesia (Polri), tapi Satpol PP memiliki tugas dan fungsi yang berbeda.

Apabila Polri bergerak di bawah kewenangan presiden dan wakil presiden, maka Satpol PP bergerak di bawah kewenangan gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah.

Polri bertugas untuk mengumpulkan bukti tindak kejahatan dan menemukan pelaku tindak kejahatan. Satpol PP bertugas untuk menjaga ketertiban dan melaporkan terduga pelaku tindak kejahatan kepada kepolisian setempat.

Sejarah Pamong Praja

Sekilas tentang sejarahnya, Pamong Praja dibentuk sejak era kolonial Belanda. Gubernur Jenderal Pieter Both memandang perlunya satuan yang bertugas untuk menjaga ketentraman dan ketertiban penduduk dari serangan penduduk lokal dan tentara Inggris.

Oleh sebab itu, dibentuklah BAILLUW, semacam polisi yang merangkap jaksa dan hakim. Selain bertugas menjaga ketentraman dan ketertiban penduduk, BAILLUW bertugas menangani perselisihan hukum antara VOC dan warga.

Setelah masa kepemimpinan Pieter Both, Gubernur Jenderal Raffles memimpin dan mengembangkan BAILLUW menjadi BESTURRS POLITIE. Selain melakukan tugas pokok BAILLUW, BESTURRS POLITIE juga bertugas membantu pemerintah di tingkat kawedanan. Kawedanan adalah tingkat pemerintahan di bawah kabupati dan di atas kecamatan.

Pada masa kependudukan Jepang, peran BESTURRS POLITIE bercampur dengan kepolisian dan kemiliteran. Namun, setelah era kemerdekaan, berdasarkan PP No.1 Tahun 1948, didirikanlah Detasemen Polisi Pamong Praja Keamanan Kapanewon yang selanjutnya disebut Detasemen Polisi Pamong Praja.

Nama Detasemen Polisi Pamong Praja sempat mengalami perubahan beberapa kali. Mulai dari Kesatuan Polisi Pamong Praja, Pagar Baya, dan Pagar Praja. Namun, berdasarkan UU No.22 Tahun 1999, nama polisi pamong praja diubah menjadi Satuan Polisi Pamong Praja atau yang biasa disingkat Satpol PP. Nama itulah yang terus digunakan hingga sekarang sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2018.

Secara definitif Polisi Pamong Praja mengalami beberapa kali pergantian nama namun tugas dan fungsinya sama, adapun secara rinci perubahan nama dari Polisi Pamong Praja dapt dikemukakan sebagai berikut:

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1948 pada tanggal 30 Oktober 1948 didirikan Detasemen Polisi Pamong Praja Keamanan Kapanewon yang pada tanggal 10 Nopember 1948 diubah namanya menjadi Detasemen Polisi Pamong Praja.

  1. Tanggal 3 Maret 1950 berdasarkan Keputusan Mendagri No.UP.32/2/21 disebut dengan nama Kesatuan Polisi Pamong Praja.
  2. Pada Tahun 1962 sesuai dengan Peraturan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah No. 10 Tahun 1962 nama Kesatuan Polisi Pamong Praja diubah menjadi Pagar Baya.
  3. Berdasarkan Surat Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah No.1 Tahun 1963 Pagar Baya dubah menjadi Pagar Praja.
  4. Setelah diterbitkannnya UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, maka Kesatuan Pagar Praja diubah menjadi Polisi Pamong Praja, sebagai Perangkat Daerah.
  5. Dengan Diterbitkannya UU No.22 Tahun 1999 nama Polisi Pamong Praja diubah kembali dengan nama Satuan Polisi Pamong Praja, sebagai Perangkat Daerah.
  6. Terakhir dengan diterbitkannya UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, lebih memperkuat Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja sebagi pembantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan Penyelenggaraan Ketertiban umum dan ketenteraman Masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong.
  7. Meskipun keberadaan kelembagaan Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat telah beberapa kali mengalami perubahan baik struktur organisasi maupun Nomenklatur, yang kemungkinan dikemudian hari masih berpeluang untuk berubah, namun secara subtansi tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat tidak mengalami perubahan yang berarti.

Tugas dan Fungsi Satpol PP

Menurut Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2018, Satpol PP memiliki tugas menegakkan Perda (Peraturan Daerah), Perkada (Peraturan Kepala Daerah), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, serta memberikan perlindungan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, Satpol PP bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.

Satpol PP dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum, serta ketenteraman masyarakat. Sebagai contoh, Pemerintah Kota Bandung menerapkan denda sebesar Rp100.000 bagi warga yang tidak pakai masker sesuai dengan Perwali No.43 Tahun 2020.

Satpol PP Kota Bandung bertugas menindak warga yang tidak memakai masker sesuai dengan peraturan Walikota Bandung tersebut. Hal itu sesuai dengan tugas pokok Satpol PP Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2018.

Selain itu, mengacu pada peraturan tersebut, Satpol PP bertugas untuk menyelenggarakan ketertiban umum dan masyarakat meliputi kegiatan penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa.

Satpol PP juga bertugas membantu pencegahan dan penanggulangan bencana dan kebakaran sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.16 Tahun 2018 Pasal 13 Ayat 1. Seksi Pemadam Kebakaran berada di bawah komando Bidang Perlindungan Masyarakat.

Satpol PP memiliki wewenang untuk melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, dan badan hukum yang melakukan pelanggaran Perda atau Perkada.

Lalu, Satpol PP juga berwenang untuk menindak, melakukan tindakan penyelidikan, dan melakukan tindakan administratif terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melanggar Perda atau Perkada.

Tindakan administratif yang adalah berupa pemberian surat pemberitahuan atau surat peringatan.

Penggunaan Senjata Api Satpol PP

Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2010 Pasal 24, Satpol PP dapat dilengkapi senjata api untuk menunjang kegiatan operasionalnya. Namun, penggunaan senjata api tersebut diatur ketentuan penggunaannya berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Adapun pakaian dinas, perlengkapan, dan peralatan operasional Satpol PP ditetapkan dengan peraturan gubernur atau peraturan bupati/walikota berpedoman pada peraturan menteri. Satpol PP juga dapat bekerja sama dengan Kepolisian NKRI atau lembaga lain dalam melaksanakan tugasnya.

Baca juga artikel terkait SATPOL PP atau tulisan lainnya dari Aninda Lestari

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Aninda Lestari
Penulis: Aninda Lestari
Editor: Alexander Haryanto
Penyelaras: Yulaika Ramadhani