tirto.id - Nama Carolus atau Carl Linnaeus barangkali kalah gaungnya jika dibandingkan dengan Charles Darwin. Fredrik Sjöberg, penulis dan ahli biologi asal Swedia, dalam The Guardian menyebutkan bahwa hal itu terjadi karena Linnaeus tidak mampu memformulasikan kebenaran ilmiah yang sifatnya mutlak. Linnaeus dikenal sebagai penemu sistem klasifikasi organisme atau taksonomi sebagai cabang ilmu biologi.
Meski demikian, jasanya terhadap ilmu pengetahuan tak berarti kecil. Sjöberg bahkan menyebut Linnaeus ibarat Bill Gates dari abad ke-18 yang mampu “menjual” seluruh sistem operasi lewat penemuan sederhana yang bernama Binomial nomenclature. Sistem ini adalah klasifikasi biologi hierarkis yang membagi setiap makhluk hidup ke dalam dua nama ilmiah: genus dan spesies.
Berkat hal tersebut, pada 2014 lalu, Linnaeus dinobatkan sebagai salah satu orang paling berpengaruh sepanjang masa di internet. New Scientist mencatat bahwa hal tersebut didapat dari analisa terhadap tautan link artikel Wikipedia. Dalam berbagai versi bahasa yang tersebar di penjuru dunia maya, nama Linnaeus kerap muncul setiap kali nama-nama ilmiah disebut.
Pujian lain datang dari William T. Stearn, ahli botani asal Inggris. Dalam kata pengantar buku Linnaeus: The Compleat Naturalist (2001: hlm. 6) karya Wilfrid Blunt, ia menyebut Carl Linnaeus sebagai penyusun ensiklopedia biologi paling hebat sepanjang sejarah. Menurutnya, melalui karya dan pemikirannya yang berkembang sepanjang abad ke-18, sebagian organisme di muka bumi berhasil dikatalogkan ke dalam sistem penamaan yang baku dengan bantuan murid-muridnya.
“Ia hidup di masa puncak zaman penemuan ketika ilmu pengetahuan tengah mencari cara menjelaskan dunia di sekeliling kita. Percobaan tanpa henti yang dia lakukan untuk menjelaskan makhluk hidup di bumi menjadi dasar sistem berupa pengelompokan dan penamaan binatang dan tanaman secara ilmiah yang berlaku universal,” tulis Stearn.
Linnaeus punya banyak nama dan julukan. Orang-orang mengenalnya sebagai Bapak Taksonomi Modern. Di Swedia, negara kelahirannya, ia menjadi rakyat jelata pertama yang dianugerahi gelar kebangsawanan dan beralih nama menjadi Carl von Linné. Jika orang-orang dewasa manganggapnya pahlawan nasional, maka anak-anak menyanjungnya dengan julukan The Flower King.
Pada tanggal 10 Januari 1778, tepat hari ini 241 tahun lalu, Carl Linnaeus mengembuskan napas terakhirnya setelah terserang stroke selama empat tahun. Sepanjang hidupnya ia berhasil mengatalogkan sekitar 15.000 sampai 20.000 spesies tumbuhan dan binatang. Metode penamaan warisannya terus berkembang hingga kini.
Sistem Klasifikasi Modern
Linnaeus dilahirkan pada 23 Mei 1707 di Provinsi Småland, Swedia. Ayahnya seorang pastur gereja Lutheran. Alih-alih menjadi biarawan seperti kehendak orang tuanya, Linnaeus malah memilih belajar menjadi tabib. Meski awalnya mendapat tentangan, namun akhirnya ia berhasil membuktikan bahwa dirinya mampu menjalani pilihan hidupnya.
Pada 1728, Linnaeus mendapat beasiswa dari Universitas Uppsala. Di sela kegiatan belajarnya, ia menghabiskan banyak waktu dengan berkelana untuk mengumpulkan dan mempelajari tumbuhan. Ekspedisinya yang paling terkenal ialah ketika mengunjungi Lapland di Finlandia pada tahun 1731.
Linnaeus sangat menonjol dalam pelajaran botani. Kala itu, botani masih menjadi salah satu kurikulum wajib dalam pendidikan tabib. Selain mengoleksi tumbuhan, ia juga tertarik pada etnografi.
Menurut Wilfrid Blunt dalam biografi Linnaeus: The Compleat Naturalist (2001: hlm. 96), perjalanan Linnaeus mempelajari tumbuhan ditemani oleh Peter Artedi, kawannya sekampus. Keduanya berencana membuat pengelompokan organisme menggunakan metode yang lebih mutakhir. Mereka menyebutnya sebagai “rencana besar mengurai ciptaan Tuhan secara sistematis, singkat, dan tertib.”
Pada 1735, saat usianya 28 tahun, Linnaeus dan Artedi pindah ke Amsterdam untuk menyelesaikan pendidikan kedokteran. Namun, pada bulan September tahun yang sama, Artedi meninggal dunia setelah terjatuh ke bendungan Amsterdam saat meneliti ikan. Linnaeus lantas melanjutkan penelitian kawannya itu untuk dijadikan dasar pemikiran dalam edisi pertama Systema Naturae, sebuah pamflet setebal 11 halaman yang berisi gagasan awal tentang taksonomi.
“Hierarki dalam taksonomi ini menggantikan sistem klasifikasi biologis tradisional yang didasarkan pada pembagian yang eksklusif atau bersifat dikotomi,” tulis Staffan Müller-Wille dalam Britannica.
Merujuk pada catatan Britannica, penerbitan pertama Systema Naturae dapat terlaksana berkat bantuan keuangan dari Jan Frederik Gronovius (senator balai kota Leiden) dan seorang dokter asal Skotlandia, Isaac Lawson. Berkat mereka pula, tak lama setelah Systema Naturae diterbitkan pada 1735, Linnaeus langsung mendulang reputasi di bidang keilmuannya.
Selama kurang lebih 35 tahun, Linnaeus terus menyempurnakan karya besarnya itu menjadi ribuan lembar kitab klasifikasi biologi hierarkis. Pada tahun 1758, ia berhasil menyelesaikan edisi ke-10 Systema Naturae yang dianggap sebagai titik awal perkembangan taksonomi modern. Untuk pertama kalinya, manusia modern turut dikategorikan ke dalam salah satu Kingdom Animalia dengan nama ilmiah Homo sapiens.
Antara Tuhan dan Alam
Berdasarkan catatan Universitas California dan Museum Paleontology, Berkeley, ide pengelompokan organisme yang dicetuskan Linnaeus memicu perdebatan di berbagai generasi ahli botani. Meski sudah lewat lebih dari 200 tahun sejak Linnaeus meninggal, masih ada saja yang mendukung ataupun mengkritik landasan filosofis dan teologis dalam karya-karyanya.
Carolus Linnaeus memang dikenal sebagai naturalis yang sangat religius. Keyakinan agamanya membawanya dekat dengan konsep teologi alam. Menurutnya, tugas seorang naturalis ialah mengungkapkan kebesaran ciptaan Tuhan melalui sistem klasifikasi biologi dan tugas itu ada di pundaknya.
Pemikirannya itu membuat ia kerap dipandang sebagai orang congkak yang suka menonjolkan moto “Tuhan yang menciptakan, Linnaeus yang mengklasifikasi.” Menurut catatan Wilfrid Blunt, hal ini membuat Linnaeus sulit menerima nama-nama ilmiah buatan naturalis lain.
“Sikapnya itu tidak ada bedanya dengan rasa cemburu yang membuatnya membenci nama tanaman pemberian ahli botani lain, dan mempergunakan berbagai macam alasan untuk menggantinya dengan nama buatannya sendiri, yang pada akhirnya menimbulkan banyak protes,” tulis Blunt.
Selain itu, banyak pula kalangan yang kecewa lantaran Linnaeus tidak memiliki latar belakang pendidikan sebagai ahli botani sungguhan. Tidak sedikit pula yang menuduhnya suka merampas sesuatu demi ketenaran. Georg Dionysius Ehret, ahli botani sekaligus pelukis bunga asal Jerman abad ke-18, bahkan pernah mengumpat dengan menyebut Linnaeus “suka menyentuh apapun yang ia dengar demi membuat dirinya terkenal.”
Setelah edisi ke-10 Systema Naturae diterbitkan, Linnaeus memang semakin dikenal sebagai naturalis paling terkemuka seantero Eropa. Bahkan menurut Carl Zimmer dalam artikel yang dipublikasikan National Geographic, sanjungan kepada Linnaeus berulang kali disampaikan oleh Jean-Jacques Rousseau. Menurut filsuf abad pencerahan itu, buku Linnaeus mengajarkan lebih banyak ketimbang tumpukan buku-buku tentang moral.
Kolonialisasi Lewat Ilmu Alam
Reputasi keilmuan Linnaeus di Eropa semakin menanjak. Hal itu terjadi tatkala seorang bankir yang bernama George Clifford menawari Linnaeus menjadi kurator di kebun botani miliknya. Belakangan diketahui bahwa Clifford pernah menjabat sebagai direktur kongsi dagang Belanda VOC, serta memiliki banyak koneksi di bidang pelayaran.
Sambil terus mengembangkan Systema Naturae, Linnaeus kerap terlibat dalam kegiatan akademik dan penjelajahan ke pelosok Eropa mencari organisme baru. Pada tahun 1739, ia ikut mendirikan Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia di Kota Stockholm. Akademi itu didirikan untuk meningkatkan partisipasi publik di bidang biologi dan umumnya pada ilmu pengetahuan. Ia juga dikenal gemar mengadakan acara sosial bertemakan botani.
Pada tahun-tahun berikutnya, ia mengirimkan murid-muridnya berkelana ke berbagai penjuru dunia. Sejumlah ekspedisi dilakukan untuk mencari tanaman-tanaman eksotis baru.Salah satu muridnya yang terkemuka adalah Daniel Solander. Ia ikut dalam pelayaran pertama Kapten James Cook dari tahun 1768 sampai 1771. Wilfrid Blunt dalam biografi Linnaeus menjuluki para murid Linnaeus sebagai “rasul-rasul ajaran Linnaean.”
Kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa Eropa mendorong ilmu tentang alam menjadi ilmu yang paling berkembang di samping antropologi dan ilmu pasti. Hal ini sejalan dengan pemikiran Linnaeus di ranah politik. Menurutnya, kesejahteraan dan kejayaan bangsa Eropa bergantung kepada administrasi di bidang ilmu pengetahuan.
Tradisi ilmuwan pengembara yang dicetuskan Linnaeus terus berlanjut hingga menjelang abad ke-19. Istilah-istilah dan metode klasifikasi Linnaeus banyak dipinjam oleh para penjelajah Eropa saat meneliti kondisi alam di negara koloni, termasuk Indonesia.
William Marsden adalah salah satu orientalis asal Inggris pelahap karya-karya Linnaeus yang pertama kali menulis sejarah alam Sumatra di pengujung abad ke-18. Berdasarkan catatan Mary Quilty dalam Textual Histories: A Reading of Early British Histories of Southeast Asia (1998: hlm. 27), Marsden banyak mengadopsi sistem klasifikasi Linnaeus untuk menjelaskan kondisi alam dan suku Rejang yang ditemuinya di Sumatra. Hasil pengamatannya itu kemudian ia tuangkan dalam buku History of Sumatera yang terbit pada 1783.
Editor: Irfan Teguh Pribadi