Menuju konten utama

Sejarah Hari Raya Kuningan 2021 dan Maknanya untuk Umat Hindu

Hari Raya Kuningan dilaksanakan tepat 10 hari setelah perayaan Galungan, yaitu tanggal 20 November 2021.

Sejarah Hari Raya Kuningan 2021 dan Maknanya untuk Umat Hindu
Umat Hindu melaksanakan persembahyangan Hari Raya Galungan di Pura Puseh Desa Adat Kedisan, Jembrana, Bali, Rabu (10/11/2021). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/aww.

tirto.id - Hari raya Kuningan tahun ini jatuh pada tanggal 20 November 2021. Kuningan adalah salah satu hari raya umat Hindu yang menjadi lanjutan dari rangkaian hari raya Galungan. Pelaksanaannya bertepatan 10 hari setelah perayaan Galungan.

Kuningan yang bermakna warna kuning dan wuku ke 12. Wuku merupakan penanggalan tradisional di Bali dengan memperhitungkan 1 wuku setara dengan 7 hari. Jumlah total hari pada kalender wuku adalah 420 hari dalam satu tahun.

Sementara itu, Kuningan akan dirayakan setiap 210 hari pada hari Saniscara Kliwon, wuku Kuningan. Mengutip laman Kemenag, saat hari raya Kuningan tiba, semua umat Hindu akan menyampaikan hatur sembah untuk memohon keberkahan, keselamatan, dan kesejahteraan untuk semua umat. Umat Hindu juga melakukan tuntunan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa.

Makna perayaan hari raya Kuningan yaitu sebagai hari kemenangan dharma melawan adharma. Umat Hindu merayakannya sebagai wujud kemenangan kebaikan dalam melawan kejahatan.

Dalam kepercayaan Hindu, dahulu pernah terjadi peperangan antara Bhatara Indah melawan Mayadenawa. Bhatara Indah sebagai simbol dharma (kebaikan), menang atas Mayadenawa yang menjadi simbol adharma (kejahatan). Lalu, muncullah perayaan Galungan - Kuningan untuk merayakan kemenangan.

Mengutip laman Disperkimta Kabupaten Buleleng, hari raya Kuningan yang juga disebut Tumpek Kuningan, jatuh pada hari Sabtu Kliwon, wuku Kuningan. Di saat ini semua umat Hindu melakukan pemujaan untuk para Dewa, Pitara untuk memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan, hingga tuntutan lagir batin.

Ketika hari Kuningan tiba, diyakini para Dewa, Bathara, dengan diriingi para Pitara turun ke bumi hingga tengah hari. Oleh sebab itu, umat Hindu akan melakukan upacara dan persembahyangan sampai tengah hari.

Saat persembahyangan turut dihaturkan sesajen yaitu tebog, canang meraka, pasucian, dan canang burat wangi pada palinggih utama. Sementara di palinggih lebih kecil disajikan nasi selangi, canang meraka, pasucian, dan canang burat wangi.

Lalu, pada kamar suci dipersembahkan pengambeyan, dapetan berisi nasi kuning, lauk pauk dan daging bebek. Pada palinggih di semua bangunan disematkan gantung-gantungan, tamiang, dan kolem. Setiap rumah tangga saat Kuningan turut membuat dapetan yang berisi sesayut prayascita luwih nasi kuning dengan lauk daging bebek atau ayam.

Hari raya Kuningan memiliki perlengkapan yang khas yakni endongan yang menjadi simbol persembahan pada Hyang Widhi, lalu Tamyang sebagai simbol penolak marabahaya. Ada pula kolem untuk simbol tempat peristirahatan Hyang Widhi, para Dewa, dan leluhur.

Puncak pelaksanaan perayaan ini adalah hari Pegat Wakan yang jatuh pada Rabu Kliwon, wuku Pahang. Hari itu adalah hari terakhir dari rangkaian hari raya Galungan-Kuningan yang totalnya berlangsung selama 42 hari. Sesajen yang dipersembahkan adalah sesayut Dirgayusa, panyeneng, tatebus kehadapan Tuhan Yang Maha Esa.

Baca juga artikel terkait HARI RAYA KUNINGAN atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Yulaika Ramadhani