Menuju konten utama

Sejarah Kepanduan Indonesia & Internasional serta Lahirnya Pramuka

Lahirnya Pramuka tak lepas dari sejarah kepanduan Indonesia dan internasional. Mengapa bisa begitu?

Sejarah Kepanduan Indonesia & Internasional serta Lahirnya Pramuka
Sejumlah anggota pramuka memegang bendera Merah Putih raksasa yang dibentangkan di Kawasan Pantai Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (17/8/2018). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

tirto.id - Sejarah Kepanduan Indonesia dan internasional menjadi cikal bakal lahirnya gerakan Pramuka di Tanah Air.

Setiap tanggal 14 Agustus diperingati sebagai Hari Pramuka atau yang sebelumnya dikenal sebagai gerakan Kepanduan. Gerakan ini juga terdapat di berbagai negara di dunia dan memiliki sejarah panjang. Sebutan internasional untuk gerakan Kepanduan adalah Scouting atau Scout Movement.

Bagaimana sejarah Kepanduan Indonesia dan internasional serta kaitannya dengan lahirnya gerakan Pramuka di Tanah Air. Berikut ini penjelasan singkatnya.

Sejarah Kepanduan Internasional

Gerakan Kepanduan dicetuskan oleh Robert Baden-Powell, seorang anggota angkatan darat di Inggris. Antara tahun 1906-1907, ia menulis buku Scouting for Boys. Intinya, buku ini merupakan panduan bagi remaja untuk melatih keterampilan dan ketangkasan, cara bertahan hidup, hingga pengembangan dasar-dasar moral.

Apa yang dicetuskan Robert Baden-Powell ini kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menjadi gerakan Kepanduan, yang di Indonesia disebut dengan Pramuka. Hari lahir Robert Baden-Powell yakni tanggal 22 Februari diperingati sebagai Hari Pramuka Internasional. Ia lahir di London pada 22 Februari 1857.

Dikutip dari Scout.org, anggota Kepanduan di seluruh dunia saat ini melebihi 50 juta orang yang tersebar di lebih dari 200 negara. Mereka yang pernah menjadi anggota Kepanduan saat ini banyak yang muncul sebagai tokoh-tokoh dunia terkemuka dari segala bidang keilmuan.

Sejarah Kepanduan Indonesia

Gerakan Kepanduan di Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Tahun 1916, Mangkunegara VII di Surakarta memprakarsai berdirinya Javaansche Padvinders Organisatie.

Setelah itu, bermunculan gerakan-gerakan sejenis yang dikelola oleh organisasi-organisasi pergerakan, sebut saja Hizbul Wathan (Muhammadiyah), Nationale Padvinderij (Boedi Oetomo, Sarekat Islam Afdeling Padvinderij (Sarekat Islam), Nationale Islamietische Padvinderij (Jong Islamieten Bond), dan lain-lain.

Menurut Panduan Museum Sumpah Pemuda (2009), gerakan Kepanduan di Tanah Air yang berlingkup nasional dimulai pada 1923 dengan berdirinya Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung dan Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO) di Batavia, lalu dilebur menjadi Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) pada 1926.

Sejarah Lahirnya Pramuka

Pasca-kemerdekaan, gerakan kepanduan mulai surut. Pada 1960 pemerintah dan MPRS berupaya untuk membenahi organisasi kepramukaan di Indonesia.

Sebagai tindak lanjut dari upaya tersebut, pada 9 Maret 1961 Presiden Soekarno mengumpulkan tokoh-tokoh dari gerakan kepramukaan Indonesia. Presiden mengatakan, organisasi Kepanduan yang ada harus diperbaharui, aktivitas pendidikan haruslah diganti, dan seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu dengah nama Pramuka.

Dalam kesempatan ini juga presiden membentuk panitia pembentukan gerakan Pramuka yang tediri dari Sultan Hamengkubuwono XI, Prof. Prijono. Dr. A. Aziz Saleh serta Achmadi. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Hari Tunas Gerakan Pramuka.

Buah hasil kerja panitia tersebut yaitu dikeluarkannya lampiran keputusan Presiden nomor 238 tahun 1961 pada 20 Mei 1961 tentang gerakan Pramuka.

Istilah Pramuka dicetuskan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX, terinspirasi dari kata Poromuko yang berarti pasukan terdepan dalam perang. Namun, kata Pramuka diejawantahkan menjadi Praja Muda Karana yang berarti “Jiwa Muda yang Gemar Berkarya”.

Sultan HB IX menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka pertama dan terpilih kembali sampai 4 periode selanjutnya hingga tahun 1974. Ia berjasa melambungkan Pramuka Indonesia hingga ke luar negeri. Maka, gelar Bapak Pramuka Indonesia kemudian disematkan kepada Raja Yogyakarta ini.

Adapun istilah Pramuka resmi digunakan untuk menyebut gerakan Kepanduan nasional baru terjadi cukup lama setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 14 Agustus 1961. Idenya bermula dari gagasan Presiden Sukarno yang ingin menyatukan seluruh gerakan Kepanduan di Indonesia.

Maka, setiap tanggal 14 Agustus diperingati sebagai Hari Pramuka. Misi utama gerakan Pramuka adalah untuk mendidik pemuda dan pemudi Indonesia, dari usia anak-anak, demi meningkatkan rasa cinta tanah air dan bela negara.

Hari-Hari Bersejarah dalam Pramuka

Dalam sejarah kepramukaan di Indonesia, terdapat beberapa momentum yang menjadi penetapan hari bersejarah dalam Pramuka.

Untuk mengenang tokoh kepanduan dunia, tanggal 22 Februari ditetapkan sebagai Hari Baden Powell atau Hari Kepanduan Sedunia.

Hari Tunas Gerakan Pramuka ditetapkan berdasarkan hari sewaktu dilakukannya Pidato Presiden/Mandataris MPRS di hadapan perwakilan berbagai organisasi kepanduan Indonesia, yaitu 9 Maret 1961.

Sementara itu, ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961 bertanggal 20 Mei 1961 tentang penetapan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang menyelenggarakan pendidikan kepanduan, dijadikan momentum Hari Permulaan Tahun Kerja.

Hari tersebut adalah tonggak untuk pendidikan kepramukaan selain juga pada 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Kemudian, hari bersejarah dalam Pramuka Indonesia selanjutnya yaitu Hari Ikrar Gerakan Pramuka yang ditetapkan berdasarkan momentum peleburan berbagai organisasi Gerakan Pramuka pada 30 Juli 1961.

Di Istana Olahraga Senayan saat itu, semua organisasi kepanduan menyatakan ini bersatu dalam wadah Pramuka.

Sementara itu, Hari Pramuka ditetapkan setiap 14 Agustus. Peristiwa yang melatarbelakanginya yaitu pada 1 Agustus 1961 dilantik pengurus Gerakan Pramuka dan sekaligus berlangsungnya defile Pramuka. Tujuan defile ini adalah memperkenalkan Gerakan Pramuka Indonesia pada khalayak.

Baca juga artikel terkait PRAMUKA atau tulisan lainnya dari Balqis Fallahnda

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Balqis Fallahnda
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Ibnu Azis & Yulaika Ramadhani