Menuju konten utama

Sejarah Gudang Garam dan Susilo Wonowidjojo Orang Terkaya Kedua RI

Gudang Garam punya sejarah panjang, dan kini, Susilo Wonowidjojo, menjadi orang terkaya Indonesia ke-2 tahun 2018 versi Forbes.

Sejarah Gudang Garam dan Susilo Wonowidjojo Orang Terkaya Kedua RI
Pabrik rokok PT. Gudang Garam Tbk. di Kediri, Jawa Timur | ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/ama/17

tirto.id - Menjelang tutup tahun 2018, Forbes merilis daftar 50 orang terkaya di Indonesia terbaru. Hasilnya, Susilo Wonowidjojo merangsek ke urutan kedua dengan jumlah total kekayaan mencapai 9,2 miliar dolar AS atau setara dengan 133 triliun rupiah. Bos Gudang Garam ini menguntit duet Hartono bersaudara, Budi dan Michael, yang masih kokoh di posisi pertama dengan 35 miliar dolar AS atau sekira 508 triliun rupiah.

Tahun 2017 lalu, Forbes menempatkan Susilo Wonowidjojo di urutan ketiga, sedangkan di ranking kedua ada Eka Tjipta Widjaja dari Sinar Mas. Eka sendiri untuk tahun ini turun satu peringkat ke posisi ketiga dengan kekayaan sebesar 8,6 miliar dolar AS atau 124 triliun rupiah.

Keberhasilan Susilo menggusur Eka dalam daftar peringkat orang terkaya di Indonesia versi Forbes tahun 2018 disebabkan karena melejitnya saham Gudang Garam. Dalam waktu setahun, harta Susilo mengalami peningkatan sebesar 8,8 miliar dolar AS. Di sisi lain, kekayaan Eka justru turun 500 juta dolar AS.

Cikal-Bakal Gudang Garam

Susilo Wonowidjojo atau Cao Daoping dilahirkan di Kediri, Jawa Timur, pada 18 November 1956. Ayah Susilo, Tjoa Jien Hwie atau Surya Wonowidjojo, datang langsung dari Cina, tepatnya dari Fujian. Surya menetap di Sampang, Madura, sejak 1926, dan memulai usahanya sebagai pedagang keliling.

Surya kemudian pindah ke Kediri dan bekerja di pabrik rokok Cap 93 milik pamannya, Tjoa Kok Tjiang. Kemudian, pada umur 35 tahun, Surya membuat perusahaan sendiri bersama 50 mantan karyawan pamannya.

Mereka mendirikan pabrik rokok klobot dengan label Ing Hwie. Inilah cikal-bakal Gudang Garam. Pabrik tersebut didirikan pada 26 Juni 1958 di lahan seluas kurang lebih 1000 meter persegi. Surya memimpin pabrik ini hingga akhir hayatnya.

Setelah kematian Surya, putra pertamanya yang bernama Tjoa To Hing atau Rachman Halim (kakak Susilo) meneruskan kepemimpinan pabrik rokok keluarga yang nantinya dikenal dengan nama Gudang Garam itu. Rachman wafat pada 27 Juli 2008.

Setahun setelah kematian Rachman, Susilo yang kala itu berposisi sebagai wakil presiden direktur ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Gudang Garam menggantikan kakaknya. Susilo sendiri sudah menjabat sebagai salah satu direktur sejak 1976 hingga 1990.

Terobosan Susilo Wonowidjojo

Susilo sudah lama berperan penting dalam membesarkan Gudang Garam dengan berbagai terobosan yang dilakukannya. Tahun 1979, misalnya, ia mengembangkan mesin khusus untuk memproduksi rokok kretek. Kemudian pada 2002, rokok kretek mild –yang mengandung nikotin dan tar berkadar lebih rendah– pertama hadir lewat hasil pikir Susilo.

Bersama rekannya yang bernama Buana Susilo, ia bahkan merumuskan penemuan mengenai metode memproduksi filter rokok dan mendapatkan hak paten di Amerika Serikat pada 2002. Hasil riset Susilo dan Buana ini menjelaskan cara pembuatan rokok saring dalam arah memanjang yang sedikitnya terdiri dari dua bagian saringan yang berbeda.

Gudang Garam semakin melesat sejak Susilo memimpin. Hingga tahun 2013, ia mengelola setidaknya 208 hektar area produksi yang tersebar di Kediri dan Pasuruan. Seperti dilansir Bloomberg, Gudang Garam menguasai seperlima pasar tembakau di Indonesia dan memperkerjakan sekitar 36.000 pekerja.

Pangsa pasar Gudang Garam sampai ke mancanegara, produksinya mencapai 70 miliar batang rokok tiap tahun. Inilah salah satu faktor yang membuat saham Gudang Garam naik dan mengangkat keluarga Wonowidjojo di papan atas dalam daftar orang terkaya di Indonesia.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Isma Swastiningrum

tirto.id - Humaniora
Penulis: Isma Swastiningrum
Editor: Iswara N Raditya