Menuju konten utama

Sejarah Electoral College dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Sejarah Electoral College dalam pemilihan Presiden di Amerika Serikat yang sudah digunakan dalam 200 tahun.

Sejarah Electoral College dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat
Ilustrasi pemiliha presiden di Amerika Serikat. ANTARA FOTO/REUTERS/Micah Green/WSJ/cfo

tirto.id - Warga Amerika Serikat sedang menanti hasil pemilihan Presiden Joe Biden vs Donald Trump. Hingga hari ini, Kamis (5/11/2020). Joe Biden unggul sementara dengan mengantongi 264 suara dan Trump 214 suara, menurut data Time.

Tidak seperti pemilu di beberapa negara, termasuk Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden AS tidak dipilih langsung oleh rakyat. Alih-alih mereka dipilih oleh apa yang disebut elector yang menjadi penerima mandat partai, sedangkan proses pemilihan elector disebut dengan Electoral College.

Metode ini adalah hasil kompromi konstitusional yang menggabungkan pemilihan presiden dengan suara pemilih paling banyak dengan pemilihan presiden melalui Kongres (DPR dan Senat).

Elector diatur dalam Pasal II Bagian 1 Konstitusi Amerika Serikat. Sementara Electoral College adalah badan formal yang memilih Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat.

Jumlah elector pada setiap negara bagian ditentukan oleh berapa banyak anggota Kongres (DPR dan Senat) dari sebuah negara bagian, plus daerah khusus ibu kota Washington D.C yang memiliki tiga elector. Total elector sendiri ada 538 orang.

Sejarah pemilihan menggunakan Electoral College ini dimulai usai Amerika merdeka, 1776. Sebagai negara yang baru merdeka, belum ada sistem pemilihan presiden yang jelas.

Ada kelompok yang berpendapat bahwa Kongres tidak boleh ada hubungannya dengan pemilihan presiden. Terlalu banyak peluang untuk korupsi. Sehingga pemilihan presiden harus dilakukan secara langsung atau popular vote, dikutip dari History.

Kubu lainnya menentang pemilihan presiden dengan popular vote. Pertama, mereka berpandangan pemilih abad ke-18 kekurangan sumber daya untuk mendapatkan informasi lengkap tentang kandidat, terutama di daerah pedesaan.

Kedua, mereka takut akan adanya "massa demokratis" yang keras kepala dan menyesatkan negara. Ketiga, terkait dengan presiden populis yang dianggap dapat "membahayakan" jika berkuasa.

Dikutip dari house.gov, berbagai metode pemeilihan presiden atau badak eksekutif dilakukan untuk mendapat sistem yang tepat untuk Amerika Serikat. metode pemilihan yang ditawarkan mulai dari dipilih oleh legislatif, pemilihan langsung, dipilih gubernur, hingga motede lotre.

Dari debat berlarut-larut itu muncul kompromi berdasarkan gagasan perantara pemilu. Perantara ini tidak akan dipilih oleh Kongres atau dipilih oleh rakyat.

Sebaliknya, masing-masing negara bagian akan menunjuk pemilih atau elector independen yang akan memberikan suara sebenarnya untuk kursi kepresidenan.

Kompromi ini disebut untuk melindungi hak negara bagian, meningkatkan kemandirian dari eksekutif, dan menghindari pemilihan umum.

Anggota Kongres secara tegas dilarang menjadi pemilih, Konstitusi mewajibkan DPR dan Senat untuk menghitung surat suara dari Electoral College, dan jika terjadi seri, untuk memilih masing-masing Presiden dan Wakil Presiden.

Awalnya, pemilih memilih dua orang tanpa membedakan antara surat suara untuk Presiden dan Wakil Presiden. Pemenang dari blok suara terbesar, selama itu adalah mayoritas dari semua suara yang diberikan, akan memenangkan kursi kepresidenan. Calon dengan jumlah suara terbesar kedua akan menjadi Wakil Presiden.

Tahun 1796, pemilu AS berhasil memilih John Adams menjadi Presiden dan Thomas Jefferson menjadi Wakil Presiden meskipun berselisih dalam perebutan kursi kepresidenan.

Meski sudah diterapkan hingga 200 tahun lamanya, bukan berarti sistem Electoral College ini tanpa cela. Banyak kritik dan tentangan terhadap sistem ini. Sistem ini memungkinkan terpilihnya presiden minoritas yang kalah dalam popular vote tetapi menang dalam electoral vote.

Mereka adalah Andrew Jackson pada pilpres 1824, Samuel Tilden pada pilpres 1876, Grover Cleveland yang menang dalam pemungutan suara pilpres 1888. Dan, terakhir George W Bush yang menyingkirkan Al Gore pada pilpres 2000.

Bagi para penentang Electoral College, sistem ini jelas telah kuno, anti-demokrasi, tidak adil, tidak akurat, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Mereka menuntut pemilihan langsung lebih rasional untuk dilakukan.

Dikutip dari archives.gov, selama 200 tahun terakhir, tercatat 700 proposal telah diajukan kepada Kongres untuk memperbaiki atau bahkan menghapus Electoral College. Tidak satu pun proposal itu diloloskan oleh Kongres.

Baca juga artikel terkait PILPRES AMERIKA SERIKAT atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Politik
Penulis: Yantina Debora
Editor: Agung DH