tirto.id - Potensi kekacauan usai pemungutan suara pemilihan umum Amerika Serikat 2020 rentan terjadi. Hal ini disebabkan, salah satunya, metode pemungutan suara via surat pos, yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kondisi ini menyebkan adanya jarak yang cukup jauh, antara hari pemungutan dengan hasil yang diumumkan nanti. Dalam ketidakpastian tersebut, kedua belah pihak dapat saling klaim kemenangan, dan kondisi ini memunculkan kekhawatiran akan potensi kerusuhan sipil.
Salah satu data yang menegaskan kekhawatiran tersebut adalah merujuk hasil jajak pendapat Yahoo News/YouGov, seperti dilansir Time, yang menunjukkan hanya 22 persen orang Amerika yang percaya bahwa Pemilu akan bebas dan adil. Sementara 46 persen mengatakan “tidak percaya”.
Hal tersebut semakin diperkeruh oleh petahana Donald Trump, lewat beberapa kali pernyataannya dalam kampanye. Misalnya saja, keluhannya seputar metode pemungutan suara melalui surat pos, yang ia sampaikan dalam pidato kampanye hari terakhir di Ohio.
Dilaporkan oleh Washington Post, Trump menganggap sebagian besar hasil pemungutan suara sebagai “penipuan” dan mengklaim bahwa akan "berbahaya untuk terus menghitung surat suara setelah hari pemilihan."
Tentu, selain secara langsung, kekacauan juga bisa disebabkan karena kemarahan akibat klaim-klaim menyesatkan, berita palsu, serta ujaran kebencian di media sosial tentang hasil pemungutan suara. Lantas, apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan media sosial untuk mencegahnya.
Facebook dan Twitter
Wall Street Journal melaporkan, bahwa Facebook berencana mengubah algoritma umpan berita (feed) untuk menekan postingan viral yang menyebarkan kekerasan atau berita palsu.
Korporasi media yang digawangi Mark Zuckerberg itu juga akan menonaktifkan tagar tertentu yang terkait dengan informasi menyesatkan terkait hasil pemilu, serta menurunkan standar untuk apa yang mereka hapus.
Pada malam dan hari-hari setelah Pemilu, mereka juga bekerja sama dengan kantor berita Reuters untuk memberikan hasil pemilu yang akurat.
Sementara Twitter mengatakan, bahwa setelah hari pemungutan suara, kedua pasangan calon tidak diizinkan untuk mengklaim kemenangan sebelum pengumuman resmi.
Dilaporkan oleh BBC, Twitter menambahkan, “kandidat tidak dapat mencuit atau me-retweet konten yang mendorong campur tangan dalam proses pemilihan.”
Kendati demikian, Twitter tidak akan menghapus twit atau bahkan menekannya. Akan tetapi, mereka hanya akan memberi label pada twit tersebut.
Reddit dan TikTok
Situs web hiburan dan berita, Reddit, melangkah lebih jauh dari Facebook dan Twitter. Jika Twitter hanya sekadar “memberi label”, maka Reddit menegaskan akan menghapus informasi yang berupaya menyesatkan dan salah terkait hasil Pemilu.
Selain itu, mereka juga menjadi tuan rumah serangkaian acara “Ask Me Anything” setelah hari pemungutan suara, di mana akan ada beberapa pakar yang siap menjawab pertanyaan tentang pemungutan suara.
Sementara TikTok, media sosial yang tengah viral selama pandemi, mengatakan pihaknya bekerja sama dengan pemeriksa fakta independen selama periode pemilihan.
Seperti halnya Reddit, mereka akan menghapus segala informasi yang menyesatkan dan salah terkait dengan Pemilu. Lebih jauh, TikTok juga telah menambahkan "opsi misinformasi pemilu" pada report dalam aplikasi, sehingga pengguna dapat menandai konten.
Google dan Youtube
Google bekerja sama dengan Associated Press untuk memberikan hasil pemilu yang resmi. Ini berarti, pada hari-hari setelah Pemilu, ketika pengguna menulis pencarian "Siapa yang memenangkan pemilu?", mesin pencarian akan mengarahkan pengguna ke hasil Associated Press yang telah diperbarui.
Google juga mengatakan akan menghentikan sementara iklan yang mengacu pada pemilihan 2020, kandidat atau hasilnya setelah hari pemilihan. Dikatakan hal itu dilakukan untuk membatasi potensi iklan untuk meningkatkan kebingungan pasca pemilihan.
Sementara platform streaming video, YouTube, mengatakan tidak akan mengizinkan "klaim menyesatkan tentang pemungutan suara atau konten yang mendorong campur tangan dalam proses demokrasi".
Ia juga mengatakan akan menghapus konten palsu yang mengklaim bahwa surat suara mail-in telah dimanipulasi untuk mengubah hasil pemilihan.
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora