Menuju konten utama

Segudang Masalah Belajar dari Rumah karena Corona COVID-19

Siswa mengalami kesulitan saat belajar di rumah. Guru yang memberi terlalu banyak soal, kuota internet tak memadai, hanya segelintir masalah yang muncul.

Segudang Masalah Belajar dari Rumah karena Corona COVID-19
Dua anak menonton video belajar digital dari rumah di Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/03/2020). . ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz

tirto.id - Hampir sepekan Widat (17) belajar di rumahnya di Bekasi, Jawa Barat. Sekolah tempatnya belajar, sebuah SMA swasta di bilangan Jakarta Timur, mengikuti instruksi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar menggelar kegiatan belajar mengajar di rumah untuk menghindari penyebaran pandemi Corona COVID-19.

Jakarta adalah episentrum Corona. Lebih dari separuh angka positif nasional berada di provinsi ini. Per Jumat (20/3/2020) pukul 12.10, sudah ada 210 warga dinyatakan positif, 19 di antaranya meninggal dunia, 121 masih dirawat, 57 isolasi diri, dan 13 yang divonis sembuh. Sementara angka nasional per Kamis sore kemarin, pasien positif mencapai 309, 25 di antaranya meninggal dunia.

Dalam kondisi tersebut Widat sebenarnya sangat paham kebijakan daerah, yang lantas dipatuhi sekolahnya. Namun tetap saja selama sepekan ini ia mengaku kesulitan mengikuti cara belajar yang relatif baru ini. Situasi semakin sulit karena saat ini sebenarnya sudah masuk jadwal pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS).

"Susah kalau online begini. Suasana rumah juga bawaannya begini, jadinya enggak ingin ngerjain," katanya kepada reporter Tirto, Kamis (19/3/2020), kemarin. Ia mengaku yang paling sulit dari mengerjakan soal di rumah adalah suasana yang tak kondusif dan tanpa pendampingan guru secara fisik.

Keluarga juga tak bisa membantu banyak. Kakak Widat, Fadiyah (24), mengaku adiknya yang kelas 2 SMA ini "suka panik dan marah-marah" kalau kesulitan mengerjakan soal. "Mungkin kesal karena enggak mengerti dan enggak bisa tanya siapa-siapa," katanya kepada reporter Tirto.

Guru hanya memberikan soal ujian via Whatsapp. Berturut-turut. Kemarin, Widat harus mengerjakan empat mata pelajaran: matematika, seni budaya, teknologi informasi, dan bahasa Inggris. Widat lantas diminta menjawab pertanyaan di lembar jawaban secara manual. Setelah selesai, kertas tersebut difoto dan dikirim balik.

"Ngeluh mulu ngerjain ujian itu. Dari pagi sampai sore. 4 ujian banyak banget, kan," kata Fadiyah.

Fadiyah menilai apa yang dialami adiknya karena sekolah tidak siap melakukan kegiatan belajar mengajar online. Misalnya, sekolah adiknya ini lebih memilih Whatsapp, alih-alih aplikasi lain yang lebih bagus untuk belajar secara online seperti Google Classroom adan Zoom.

"Gurunya belum mengoptimalkan teknologi. Masih jadul banget," katanya.

Segudang Masalah Lain

Keluhan sejenis juga dirasakan siswa lain. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan per Kamis lalu sudah menerima 51 pengaduan dari berbagai wilayah, termasuk Jakarta, Bekasi, Cirebon, Tegal, sampai Pontianak.

Sejumlah siswa mengeluh beratnya penugasan dari guru yang harus dikerjakan dengan tenggat yang sempit, di sisi lain masih banyak tugas dari guru lain.

"Pengadu dari Jakarta menceritakan kalau gurunya memberikan tugas membuat film pendek dengan waktu hanya dua hari dan harus di-upload dengan minimal mendapatkan 200 like. Membuat film sampai proses edit tidak mungkin 2 hari, apalagi dengan kondisi guru bidang studi lain juga memberikan berbagai tugas yang bahkan wajib diselesaikan hari itu juga," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti via keterangan tertulis, Kamis.

Ada pengadu yang bercerita kalau teman-temannya datang ke rumah karena tidak punya cukup kuota untuk mendengarkan materi dari guru. Hal ini jadi kontradiktif dengan tujuan belajar di rumah, yaitu menghindari siswa bertemu banyak orang.

Seorang orangtua siswa mengeluh anaknya yang masih kelas 3 SD setiap hari mendapat 40-50 soal yang harus dikumpulkan hari itu juga.

Seorang siswa 7 SMP mengaku mengerjakan soal terus menerus dari pukul 7 pagi sampai 5 sore. Saat dihitung, jumlah soal yang ia kerjakan mencapai 255.

Retno mengaku guru memang kerap gagap dengan cara baru ini. Akhirnya mereka hanya terpikir untuk memberi tugas. Padahal, katanya, tugas dapat berbentuk lain dan lebih menyenangkan seperti "membaca novel tertentu atau buku cerita apa saja selama tiga hari, kemudian menuliskan resumenya."

Tantangan lebih besar akan muncul jika kebijakan ini diterapkan di daerah dengan infrastruktur internet dan teknologi yang kurang memadai seperti di desa-desa.

"Sekolah-sekolah yang tidak memiliki fasilitas pembelajaran online ini akan mengalami kesulitan dalam mengejar ketertinggalan materi pembelajaran," kata peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza Azzahra lewat keterangan tertulis.

Selain itu, masalah lain yang perlu diperhatikan adalah, "para siswa juga akan mengalami kesulitan untuk melakukan konsultasi dengan guru terutama untuk pelajaran yang dianggap membutuhkan penjelasan dan pemahaman yang lebih mendalam, misalnya matematika."

Tidak Belajar, Malah Main

Ada pula siswa yang malah tidak belajar sama sekali, tapi malah main. Rabu (18/3/2020) kemarin, ditemukan 100 siswa yang malah main di 55 warnet di Jakarta Barat. Hal serupa juga ditemukan di Samarinda, Garut, dan Depok.

Untuk masalah ini, solusi dari pemerintah daerah umumnya sama: menggerakkan Satopl PP untuk mengamankan siswa. Hal ini pula yang dilakukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. "Saya sudah bicara juga dengan teman-teman di Satpol untuk anak anak ini agar dikendalikan," kata Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana kepada reporter Tirto.

Nahdiana juga mengklaim telah meminta sekolah "mengintensifkan komunikasi melalui Whatsapp dengan orangtua." Diharapkan orangtua juga memantau anaknya belajar di rumah.

Keterangan ini dikonfirmasi oleh Kepala Sekolah SMPN 52 Jakarta Timur Heru Purnomo. Ia mengklaim komunikasi dengan orangtua sudah dilakukan sejak Minggu kemarin. "Komunikasi langsung dilakukan lewat grup Whatsap grup," kata Heru.

Baca juga artikel terkait BELAJAR DI RUMAH atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Rio Apinino