Menuju konten utama

Sebar Hoaks Seperti Ratna, La Nyalla Selamat Karena Dukung Jokowi

La Nyalla Mattalitti dan Ratna Sarumpaet sama-sama penyebar hoaks, tapi nasib keduanya lain karena pilihan politik yang berbeda.

Sebar Hoaks Seperti Ratna, La Nyalla Selamat Karena Dukung Jokowi
La Nyala Mataliti. ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Sepanjang tahun ini ada dua hoaks yang cukup bikin geger: penganiayaan Ratna Sarumpaet dan Joko Widodo adalah anggota PKI. Bedanya, Ratna dipenjara, sedangkan pelaku penyebar hoaks Jokowi PKI, La Nyalla Mattalitti, masih bebas berkeliaran. Dia malah jadi pendukung orang yang dituduh.

Saat acara konsolidasi caleg PKB di Balai Sarbini, Jakarta, Senin (17/12/2018), Joko Widodo mengatakan bahwa La Nyalla sudah minta maaf hingga tiga kali kepada dirinya. Hal itu dilakukan saat mereka bertemu di Surabaya.

“Pak La Nyalla sudah ketemu saya di Surabaya. Sudah minta maaf tiga kali,” kata Jokowi.

Tiga kali permintaan maaf itu untuk kesalahan yang berbeda-beda. Yang pertama adalah soal La Nyalla sebagai pimpinan Obor Rakyat—koran yang isinya kampanye hitam terhadap Jokowi yang terbit jelang Pilpres 2014. Yang kedua adalah soal Jokowi sebagai antek/anggota/simpatisan PKI. Soal yang ketiga adalah hal yang sifatnya rahasia. Untuk poin terakhir, Jokowi tak mau mengumbarnya pada publik.

Mengapa La Nyalla Bebas?

Meski sama-sama menyebar hoaks, Ratna saat ini meringkuk di sel Polda Metro Jaya, sedangkan La Nyalla masih bebas. La Nyalla mengaku itu bukan karena ia sekarang jadi barisan pendukung Jokowi, tapi karena memang perkaranya beda dengan Ratna.

“Kalau saya ini terjebak dalam hoaks,” kata La Nyalla, Rabu (19/12/2018).

La Nyalla mengatakan sejak awal Ratna memang memproduksi hoaks, sementara dia tidak melakukan itu. Posisi La Nyalla seperti para penyebar hoaks kalau Ratna dianiaya. Mereka, orang-orang seperti Prabowo dan Fadli Zon, tidak pernah dipidana. Oleh sebab itu La Nyalla merasa wajar kalau dia juga tak ditahan.

La Nyalla sebetulnya bisa seperti Ratna jika ada yang melapor. Namun Direktur Hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Ade Irfan Pulungan, mengatakan mereka tidak melakukan itu karena dia sudah tobat dan mengaku bersalah.

“Kami [TKN] bukan tipe orang yang menyalahkan atau dendam pada orang lain, tapi kami lebih baik memaafkan dan meminta maaf,” kata Ade kepada reporter Tirto, Jumat (21/12/2018).

Perlakuan ini berbeda terhadap Ratna Sarumpaet. Meski bekas aktivis 98 itu telah mengaku membikin hoaks, tetapi TKN tetap memandang bahwa kasus Ratna harus diselesaikan lewat hukum agar tidak memberikan contoh buruk. Terlebih, Ade menduga bisa jadi ada skenario lain di belakang pernyataan bohong Ratna.

“Kalau Ratna Sarumpaet itu bisa jadi bagian skenario yang gagal. Beda kasusnya. Itu dugaan skenario mereka yang gagal yang mereka lakukan bukan pada Jokowi, tapi pada pemerintahan Republik Indonesia. Dan itu konsepnya berbeda,” tambah Irfan.

Ratna juga sempat berencana pergi ke luar negeri. Ade memandang ada kemungkinan apabila Ratna berhasil melarikan diri, maka bisa jadi omongannya akan berubah lagi dan kembali menguatkan hoaksnya.

“Bisa jadi dia mengatakan dia ditekan. makanya mengaku begitu.”

Dosen hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mudzakir mengatakan sebenarnya belum ada aturan hukum tegas dan mengikat pelaku penyebaran hoaks. Aturan yang digunakan sejauh ini ada di Pasal 14 dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946.

Pasal 14 intinya menjerat siapa pun yang “menyebarkan berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran.” Maksud “keonaran” di situ, bagi Mudzakir, berkaitan erat dengan kekerasan. Apabila tidak ada keonaran terjadi setelah itu, maka dia tak bisa diklasifikasikan sebagai hoaks.

“Itu juga makanya Ratna sampai sekarang hanya ditahan tanpa divonis,” kata Mudzakir kepada reporter Tirto.

Dalam kasus La Nyalla, meminta maaf atau tidak, berdasarkan hukum, dia memang tak bisa dipidana. Jika menyangkut pencemaran nama baik, maka harus Jokowi sendiri yang mengadukannya atas nama pribadi. Ketentuan ini karena pencemaran nama baik termasuk delik aduan.

“Itu siapa pun, TKN atau siapa, juga enggak bisa [mempidanakan La Nyalla dengan delik pencemaran nama baik]. Harus Jokowi sendiri. Kalau aduan enggak ada ya proses hukum juga enggak akan ada. Polisi juga tidak akan bergerak.”

Dukungan Jokowi Bantu La Nyalla

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai kasus Ratna dan La Nyalla memang bukan perkara hukum belaka, tapi juga politik.

“Karena Ratna itu memang kubu Prabowo dan dia lingkaran inti Prabowo. Selain penegakan hukum, dia akan menurunkan elektabilitas Prabowo. Dia tidak menguntungkan Jokowi, apalagi Prabowo itu sendiri,” kata Ujang kepada reporter Tirto. “Kalau diuntungkan ya diselamatkan, kalau enggak ya sudah.”

Ujang memandang La Nyalla adalah tokoh kunci sejak Pilpres 2014 lalu. Jika berpindah haluan seperti sekarang, maka dia bisa jadi kartu truf untuk menghilangkan keraguan masyarakat bahwa Jokowi memang bukan PKI.

“La Nyallah itu menguntungkan Jokowi sehingga tidak akan dilaporkan. Karena keberadaan La Nyalla memang sengaja untuk mengklarifikasi [kalau Jokowi bukan PKI] karena dia aktor utama penyebar isu tersebut,” tegas Ujang.

Baca juga artikel terkait HOAX atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Politik
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino