tirto.id - “Sekarang, mari kita berbicara tentang tema besar,” tutur Steve Jobs, “tema besar itu ialah transisi, dan dalam sejarahnya Mac pernah melakukan dua kali transisi.”
Dalam Apple Worldwide Developers Conference (WWDC) 2005 silam, Jobs, yang bersama-sama Steve Wozniak mendirikan Apple, mengatakan bahwa “transisi pertama yang dilakukan oldi luar kendali Jobs pada pertengahan 1990-an. Lalu, transisi kedua yang disebut Jobs “lebih besar”, ialah pergantian OS 9 oleh OS X--sistem operasi yang cikal bakalnya bersumber dari NeXTSTEP, sistem operasi buatan NeXT, perusahaan bikinan Steve Jobs selepas ia di-PHK oleh Apple pada pertengahan 1990-an.
“OS X merupakan sistem operasi terhebat di planet Bumi,” tegas Jobs mengomentari peralihan pondasi dasar macOS.
“Sekarang,” lanjut Jobs, “kami harus melakukan transisi lagi. Kenapa kami melakukan transisi lagi? Alasannya, kami ingin menghadirkan komputer terbaik yang dicari-cari orang.”
Transisi terbaru itu, yang ketiga, yang diumumkan 2005 silam, ialah pergantian penggunaan prosesor PowerPC di segala lini Mac ke prosesor Intel, dengan masa transisi selama dua tahun. Menurut Jobs, keputusan untuk memilih Intel sebagai otak komputer-komputer buatan Apple diambil karena kala itu Apple “tidak tahu bagaimana menciptakan” produk yang lebih baik menggunakan PowerPC.
PowerPC, alias Performance Optimization With Enhanced RISC Performance Computing, merupakan prosesor garapan bersama antara Apple, IBM, dan Motorola--alias AIM--pada dekade 1980-an hingga 1990-an silam. Sebagaimana termuat dalam namanya, PowerPC merupakan prosesor yang dirancang di atas arsitektur RISC, rancang desain prosesor sederhana, yang dioptimalkan dengan tujuan khusus/tertentu. RICS, alias Reduced Instruction Set, awalnya dikembangkan oleh IBM yang bekerjasama dengan dua universitas top AS: Stanford University dan University of California Berkeley, pada dekade 1970-an silam. Oleh Apple, PowerPC dijadikan otak untuk Mac semenjak perilisan Power Macintosh 6100 dan Powerbook 500 pada 1994. Sayangnya, menurut Jobs, PowerPC tidak berkembang. Klaimnya, “PowerPC hanya sanggup memberikan 15 unit performance per watt (bagi komputer-komputer Apple), sementara Intel memberikan 70.”
Setahun berselang selepas pengumuman pergantian dari PowerPC ke Intel, dalam acara Macworld 2006, Jobs menegaskan bahwa prosesor bikinan Intel sebagai “yang terkini dan terbaik” di dunia. Ungkapan yang kemudian direvisi oleh Apple--di bawah kendali Tim Cook--14 tahun kemudian. Apple merevisi ucapan mendiang bosnya dengan pindah hati dari Intel ke chip buatannya sendiri: Apple Silicon.
Bukan Buatan Intel (Bahkan Apple), Tapi ARM
Pada akhir 1970-an, startup bernama Acorn Computers lahir di Inggris. Mirip Apple Computer yang didirikan Steve Jobs di AS, Acorn mencoba peruntungan bisnis dengan menjual komputer utuh bagi masyarakat Britania Raya. Acorn System 1, sebagaimana Apple I bagi Apple, merupakan portofolio komputer pertama Acorn Computers. Di awal kemunculannya, Acorn terlihat biasa-biasa saja. Barulah pada 1981 Acorn ketiban untung karena BBC sedang butuh-butuhnya komputer dalam kuantitas yang besar. Menawarkan komputer varian baru, Atom--komputer berprosesor 1 MHz dan RAM yang hanya sebesar 12 kb--Acorn Computer sukses besar. Kesuksesan ini disusul dengan dijadikannya Atom komputer nasional oleh Pemerintah Inggris yang ingin membuat rakyatnya melek komputer.
Sayangnya, sebagaimana diwartakan The Guardian, Acorn adalah perusahaan kecil. Untuk memenuhi kewajibannya sebagai komputer nasional, Acorn butuh bantuan perusahaan lain, khususnya untuk menyediakan prosesor. Bagi Acorn, tergantung pada perusahaan lain adalah tanda bahaya. Stephen Furber, yang kemudian menjadi manajer desain Acorn, mencetuskan ide penciptaan prosesor sendiri pada Hermann Hauser, co-founder Acorn Computers, selepas terinspirasi kerja dua orang peneliti asal University of California, AS, yang sukses mencipta desain baru prosesor yang sederhana dan efisien bernama Reduced Instruction Set Computing (RISC).
Acorn akhirnya melahirkan ARM alias Advanced RISC Machine. ARM merupakan prosesor berbasis RISC. "R" dalam “RISC” adalah reduced. Artinya, prosesor yang mengusung konsep ini mengurangi jumlah set instruksi komputer. Selain RISC, ada prosesor berbasis CISC alias Complex Instruction Set Computer. Berkebalikan dengan RISC, CISC memiliki set instruksi yang sangat banyak. Dalam dunia prosesor, set instruksi merupakan serangkaian kemampuan yang dimiliki suatu prosesor. Banyak-sedikit set instruksi memiliki plus dan minus. Semakin banyak instruksi yang dimiliki membuat prosesor tidak bisa terlalu kencang. Jika ingin kencang, perlu energi (listrik) yang cukup besar. Set instruksi yang sedikit, di sisi lain, mampu membuat sub-kemampuan prosesor dimaksimalkan. Lagi-lagi, pada prosesor yang set instruksinya banyak, sub-kemampuan bisa dimaksimalkan dengan memanfaatkan energi yang besar.
Singkat kata, ARM merupakan prosesor yang memiliki set instruksi sedikit, tetapi kencang dan, yang paling utama, hemat listrik. Di awal kemunculannya, ARM dipandang sebelah mata. Alasannya, di dekade 1970-an, 1980-an, hingga 1990-an, karena waktu itu belum ada dunia mobile device. Prosesor yang jualan utamanya hanya “hemat listrik” tidak disukai. Untuk apa mengorbankan performa hanya demi listrik?
Pandangan sebelah mata pada prosesor hemat daya akhirnya sirna selepas kemunculan perangkat-perangkat mobile, khususnya smartphone. ARM jadi pilihan perusahaan-perusahaan pencipta ponsel. Kini, sebagaimana diwartakan Wired, sekitar 95 persen ponsel pintar yang ada di dunia menggunakan chip ARM, suatu kesuksesan yang dilakukan bukan hanya karena hemat daya, tetapi strategi unik ARM: lisensi.
Kerja ARM mirip Linux. Linux adalah inti sistem operasi, kernel, yang menjadi pondasi lahirnya sistem operasi komputer, semisal Debian, Red Hat, ataupun sistem operasi mobile seperti Android. ARM adalah inti prosesor, yang jadi pondasi--selepas membeli lisensi--prosesor Snapdragon dari Qualcomm, Exynos dari Samsung, Kirin dari Huawei, Surge dari Xiaomi, dan tentu saja, prosesor seri “APL” atau “A” dari Apple.
Hubungan Apple-ARM merentang hingga era Newton, bukan Newton yang kejatuhan buah Apel, tentu saja, tetapi Newton si PDA--cikal bakal iPad--yang dirilis Apple di awal dekade 1990-an silam. Kala itu, Apple menyematkan prosesor ARM 610 RISC ke dalam tubuh Newton. Lambat laun, ketika Apple memperkenalkan iPhone di 2007, ARM dipilih. Apple merilis APL 0098, prosesor buatannya sendiri yang dibangun di atas pondasi ARM. APL 0098 hanya memiliki satu inti, dengan kecepatan sebatas 0.41 GHz.
Seiring waktu, Apple terus melakukan pembaruan lini prosesor yang mereka tempatkan pada iPhone. Bahkan, sebagaimana diwartakan The Verge, pada seri A10--yang tersemat di iPhone 7--kemampuan prosesor inti-tunggal atau single-core lebih unggul dibandingkan prosesor Intel yang tersemat di laptop kelas menengah, tanpa menyebut seri prosesor Intel yang dimaksud. Prestasi yang menuntun Apple pada penciptaan “Apple Silicon".
Sebagaimana prosesor seri “A” dari Apple, Apple Silicon, yang akan menjadi otak pada komputer-komputer Mac Apple, dirancang di atas pondasi ARM. Belum ada bentuk pasti seperti apa Apple Silicon. Tetapi, dalam rilis media, Apple telah mempersiapkan komputer Mac berbasis A12Z Bionic System, prosesor berbasis ARM yang telah tersemat di iPad Pro varian 2020.
Apple sendiri baru akan merilis Mac ARM pertamanya pada akhir tahun mendatang, dengan masa transisi Intel-ARM selama dua tahun.
Sebagaimana alasan Apple pindah hati dari PowerPC ke Intel dulu, perpindahan dari Intel ke ARM alias Apple Silicon dilakukan karena “Apple ingin terus menjadi yang terdepan” di dunia komputer. Diduga, dengan merancang prosesor sendiri berbasis ARM, selain menginginkan komputer yang hemat daya, Apple ingin lebih mengintegrasikan sistem operasinya (macOS) dengan perangkat keras Mac, hal yang sukar dilakukan ketika masih tergantung pada Intel. Padahal, di lini ponsel, Apple telah lama melakukannya. iOS dan prosesor terintegrasi karena digarap Apple sendiri.
Mengintegrasikan sistem operasi dengan perangkat keras, khususnya prosesor, bukan hanya diinginkan Apple. Sebelum Apple mengumumkan pindah dari Intel ke ARM, Microsoft lebih dahulu melakukannya melalui Surface Pro X. Di tubuh Surface Pro X, Microsoft menyematkan prosesor rancangannya--yang sama-sama berbasis ARM--yakni Microsoft SQ1.
Selamat tinggal Intel?
Editor: Windu Jusuf