tirto.id - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menegaskan pemerintah belum berencana mengubah definisi angka kematian akibat COVID-19. Hal ini sebagai respons dari usulan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indra Parawansa soal definisi kematian akibat virus corona baru.
“Pada saat ini pemerintah Indonesia belum ada wacana untuk melakukan perubahan seperti yang diusulkan oleh Gubernur Jawa Timur," kata Wiku saat konferensi pers secara daring dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Khofifah meminta kepada pemerintah pusat untuk meredefinisi kematian COVID-19. Khofifah beralasan, kasus meninggal COVID-19 di Jawa Timur terjadi karena diikuti penyakit penyerta (komorbid). Khofifah ingin agar ada pembeda antara kematian COVID-19 dengan kematian pasien COVID-19 dengan penyakit komorbid.
Wiku mengatakan, Indonesia masih menggunakan definisi kematian merujuk pada WHO. Definisi tersebut dituangkan dalam nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang diterbitkan pada Juli 2020.
Pedoman tersebut menyatakan kasus kematian yang dilaporkan adalah kasus konservasi maupun probable COVID-19. Kasus probable adalah pasien suspek dengan kondisi ISPA berat, acute respiratory distress syndrome (ARDS) dengan gambaran klinis positif COVID sementara belum ada hasil laboratorium PCR.
Wiku mengatakan, definisi tersebut digunakan pula sejumlah negara sesuai rekomendasi WHO. Ia mencontohkan Amerika Serikat yang menghitung angka kematian baik probable dan suspek lalu membedakan dalam pengkategorian pencatatan.
"Sedangkan contoh lain yaitu Inggris hanya memasukkan pasien yang terbukti positif COVID-19 melalui tes dalam pencatatan kematian. Angka kematian rata-rata dunia adalah gabungan dari berbagai pencatatan yang ada di dunia yang juga ada variasinya," kata Wiku.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz