Menuju konten utama

Saran ORI untuk Kemenag Agar Kasus First Travel Tak Terulang

Ombudsman memberikan saran karena jumlah peserta haji dan umrah di Indonesia paling besar di dunia, sehingga diperlukan tata kelola yang baik.

Saran ORI untuk Kemenag Agar Kasus First Travel Tak Terulang
Warga antre untuk mengurus pengembalian dana atau "refund" terkait permasalahan umroh promo di Kantor First Travel, Jakarta Selatan, Rabu (26/7). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id -

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memberikan sejumlah rekomendasi kepada Kementerian Agama (Kemenag) terkait perbaikan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Hal tersebut menyusul beberapa temuan investigasi Ombudsman terkait pengelolaan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang berpotensi menimbulkan permasalahan.

Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai mengatakan Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah peserta haji dan umrah terbesar di dunia. Jika tata kelolanya tidak diatur dengan baik, maka kasus seperti Biro Perjalanan Umroh First Travel akan terulang kembali.

"Tidak hanya Kemenag, rekomendasi juga diberikan ke Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan dan Bareskrim Polri," ungkapnya dalam rapat pembahasan tata kelola pelayanan umrah di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (4/10/2017).

Soal rekomendasi tersebut, Komisioner Ombudsman Ahmad Suaedy menjelaskan, Kementerian Agama diminta berkoordinasi dengan Dinas Penanaman Modal PTSP DKI Jakarta terkait tidak sinkronnya data Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang ada di Kemenag dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta.

"Terdapat 304 PPIU di Kemenag tapi tidak ada di PTSP DKI Jakarta, selain itu ada juga 100 PPIU di PTSP tapi tidak ada di kementerian agama," ujarnya.

Dari 100 PPIU di PTSP, jelas Suaedy hanya 83 PPIU atau sekitar 21 persen yang sesuai dengan nama PPIU yang terdaftar di PTSP DKI Jakarta. Apalagi, dari 83 PPIU tersebut hanya 33 yang melampirkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai persyaratan menjadi biro perjalanan wisata.

"Tujuh belas atau sekitar 21 persen tidak memiliki IMB dan 30 PPIU atau sekitar 36 persen tidak terdaftar," katanya.

Ombudsman juga meminta agar pelayanan perizinan PPIU dilimpahkan ke PTSP Kemenag atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebab, hingga saat ini pengurusan izin masih berada di Direktorat Haji dan Umrah Kemenag.

"Padahal perusahaan-perusahaan ini perusahaan biasa, dalam arti bukan ibadah lah. Jadi ada aspek ibadah ada aspek industrinya. Yang industri itu tidak bisa semata-mata diawasi oleh Kemenag. itu harus ada pengawasan pajaknya pengawasan organisasinya oleh Kemenkumham," kata Suaedy.

Jika perizinan tetap di bawah Direktorat Ibadah Haji dan Umrah, Kemenag diminta berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak kementerian keuangan dalam Pelaksanaan Konfirmasi Status Wajib (PKSW) Pajak sebelum pelaksanaan pelayanan diproses.

Ombudsman pun meminta penyelenggaraan perizinan PPIU dibuat menggunakan sistem online. "Hal ini memperhatikan apabila lokasi tempat usaha biro perjalanan wisata yang berada jauh dari ibu kota harus ke Kementerian Agama untuk mengajukan izin PPIU," kata Suaedy lagi.

Terakhir, Ombudsman meminta Kemenag dan Bareskrim Polri mengambil langkah tegas terhadap perusahaan travel umrah yang tidak memiliki izin menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah. Suadi berharap Kemenag dan Bareskrim proaktif dan tidak menunggu opini publik dalam menindak kasus penipuan seperti kasus First Travel.

"Kenapa tidak ada pencegahan sebelumnya? Kepolisian beralasan dengan isu agama yang sensitif. Jadi kalau belum ada opini publik bahwa ini salah, polisi tidak berani masuk, baru setelah ada opini publik tindakan ini salah baru polisi bisa masuk. Seharusnya begitu perusahaan melanggar, segera ditindak," tandas Suaedy.

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dipna Videlia Putsanra