Menuju konten utama

Sanksi Berat pada Persib Bukan Bukti Edy Rahmayadi Tepati Janji

Sanksi berat yang tidak diikuti pengubahan sistem aturan dianggap tebang pilih dan membuka peluang jatuhnya korban dari suporter sepakbola di kemudian hari.

Sanksi Berat pada Persib Bukan Bukti Edy Rahmayadi Tepati Janji
Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi didampingi Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono memberikan keterangan pers mengenai penghentian sementara kompetisi sepakbola Liga I di Jakarta, Selasa (25/9/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Komisi Disiplin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Komdis PSSI) akhirnya menjatuhkan sanksi kepada Persib Bandung dan Bobotoh atas pengeroyokan hingga berujung kematian seorang pendukung Persija Bernama Haringga Sirla pada Minggu, 23 September 2018.

Mengutip situs resmi PSSI, Selasa (2/10/2018), Persib dijatuhi sanksi bertanding di Kalimantan tanpa penonton hingga akhir musim 2018. Pada musim selanjutnya (2019) mereka baru boleh bertanding di kandang sendiri, tapi tetap tak boleh ada penonton hingga pertengahan musim.

Sanksi juga dijatuhkan kepada panitia pelaksana pertandingan Persib karena dinilai gagal memberikan rasa aman dan nyaman terhadap suporter yang datang. Mereka didenda Rp100 juta, sementara ketua panitia dan security offficer-nya dilarang ikut kepanitiaan Persib selama dua tahun.

Terakhir, bagi pengeroyok Haringga—yang jumlahnya delapan orang—dihukum larangan menonton bola di seluruh stadion di Indonesia seumur hidup.

Hukuman ini bisa dibilang salah satu yang terberat, bukan cuma dalam kasus pengeroyokan, tetapi juga dalam sejarah sepakbola Indonesia. Namun pihak-pihak terkait merasa hukuman ini tidak tepat.

Ketua Viking Frontline Tobias Ginanjar misalnya, mengatakan hukuman ini sama seperti "membunuh" Persib dan suporternya. Sanksi yang diperoleh tim-tim lain, yang juga suporternya menghilangkan nyawa orang, tidak seberat Persib Bandung. Singkatnya: dia merasa Komdis PSSI tebang pilih.

"Tidak ada standardisasi yang jelas. Tidak ada pasal-pasalnya. Harusnya disepakati lagi dari awal, kita melakukan pembenahan total, preventif, aturan diterapkan pada semua klub," katanya pada Tirto, Selasa (2/10/2018).

Apa yang dikatakan Tobias memang benar. Sebagai contoh adalah kasus Banu Rusman, suporter Persita Tangerang yang meninggal setelah mengalami pendarahan di otak akibat pukulan benda tumpul oleh suporter berseragam PSMS Medan dalam kerusuhan di Cibinong, Rabu 11 Oktober 2017.

Sampai berita ini ditulis, tak ada seorang pelaku pun yang dihukum. Sanksi cuma diterima PSMS Medan, yaitu empat laga tanpa penonton dan denda Rp30 juta. Edy berjanji menuntaskan kasus namun miskin realisasi.

"Masalah nyawa itu enggak bisa dihitung berapa kali. Mau pertama kali [mengeroyok hingga tewas], kedua kali, ya harusnya sama, tapi aturannya harus disosialisasikan dari awal," ujarnya lagi.

Menanti Janji Edy

Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi mengadakan konferensi pers pada hari Selasa (25/9/2018) lalu. Salah satu poin penting yang ia janjikan adalah menghentikan kompetisi Liga 1 sampai batas waktu yang tak ditentukan. Ia juga mengatakan akan membuat aturan yang lebih efektif agar kejadian serupa tak terulang.

"Dari hasil ini semua kami akan membuat SOP yang lebih jelas dalam rangka meredam dan menghentikan kegiatan-kegiatan yang merugikan, apalagi ini berulang terus. Dari tahun 2005 sampai sekarang sudah 95 korban," janji Edy kala itu.

Infografik Sanksi Dari PSSI

Namun sebelum solusi itu ada, Liga 1 malah direncanakan dibuka lagi Jumat (5/10/2018) mendatang. Hasil investigasi tim khusus pun tak diumumkan.

Dari fakta itu, Koordinator Save Our Soccer Akmal Marhaly menilai keputusan Komdis PSSI terlalu terburu-buru. Seharusnya Komdis menunggu hasil tim investigasi PSSI sekaligus mengumpulkan seluruh pihak yang berkaitan dengan kompetisi untuk menentukan sanksi apa yang akan diterapkan apabila ada 'Haringga' lain dalam kompetisi sepakbola Indonesia.

Selama itu belum ada, Akmal merasa Liga Indonesia tidak perlu diselenggarakan dulu.

"Kalau gini kejar setoran. Mungkin ada yang tidak puas, dan mungkin masih akan tetap terulang kasus-kasus seperti Haringga Sirla ini," katanya kepada Tirto.

Ia berharap PSSI bisa menciptakan sistem yang matang agar penyelenggaraan kompetisi berjalan nyaman. Ibaratnya, kalau hanya memberi sanksi berat pada Persib, hal ini cuma menutup satu pintu tapi membiarkan pintu lain tetap terbuka.

"Ini baru Liga 1 lho. Liga 2 Liga 3 bisa lebih parah. Ini satu selesai, bisa merembet ke yang lain," ucapnya lagi.

Ketua Komdis PSSI, Asep Edwin, menolak jika disebut tak preventif. Menurutnya mengultimatum Persib, klub maupun panitia pelaksana sudah tepat.

"Kalau diulangi akan didiskualifikasi. Di surat putusan dicantumkan jelas kalau masih terjadi lagi pengeroyokan atau tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang akan didiskualifikasi," ucapnya pada Tirto.

"Sudah cukup preventif, kan?" tambahnya.

Ultimatum itu hanya berlaku bagi Persib saja. Pertimbangan Komdis PSSI adalah karena pendukung tim asal Jawa Barat tersebut sudah berkali-kali melakukan pengeroyokan. Sejak 2012, sudah ada enam orang yang meninggal akibat pertikaian Persija vs Persib.

Asep tak mau berkomentar mengapa Komdis PSSI tak memberikan ultimatum serupa kepada klub lain. Ia hanya berharap dengan adanya sanksi seperti ini, kematian Haringga benar-benar menjadi yang terakhir.

"Semoga sanksi seperti ini membuat mereka berpikir dua kali untuk melakukan pelanggaran seperti ini," katanya.

Baca juga artikel terkait KERUSUHAN SUPORTER atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Olahraga
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Rio Apinino