tirto.id - Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyatakan Pemprov DKI masih perlu duduk bersama dengan BPK untuk menyamakan persepsi terkait dengan temuan adanya aset milik daerah senilai Rp10 triliun yang dinilai oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tak terlacak keberadaannya. Penyamaan persepsi itu diperlukan sebelum Pemprov DKI menindaklanjuti temuan BPK itu.
"Perlu ada duduk bersama BPK menyamakan persepsi apa yang dimaksud dengan Rp10 triliun itu. Dari segi akuntansi, ada yang belum diangkat oleh kita, karena kewajibannya belum mature, atau belum menjadi kewajiban," kata Sandiaga di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (28/11/2017).
Menurut Sandiaga, aset yang disebut BPK tersebut berkaitan dengan tanah serta fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum). Kendati demikian, ia mengatakan akan tetap menindaklanjuti temuan-temuan tersebut. Beberapa di antaranya akan dibahas setiap Minggu oleh tim road to Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
"Kemarin kita sisir satu satu," ujarnya. "Karena ini kan kita tiap minggu (bahas) WTP kan. Kalian diundang kok tiap minggu jam 5 di ruang WTP lantai 7 kita udah kick off sekitar 4 minggu lalu."
Sebelumnya, Kepala BPK Perwakilan DKI Syamsuddin menyarankan agar Pemprov dapat menelusuri aset senilai Rp 10 triliun yang belum terlacak. Angka tersebut muncul berdasarkan hasil sensus aset yang dilakukan pada dua tahun silam.
Seperti diketahui, dalam rapat paripurna istimewa DPRD, pada 31 Mei 2017 silam, Pemprov DKI mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP) dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK.
Opini tersebut diberikan lantaran ditemukannya permasalahan di pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan Pemprov DKI terkait aset tetap, piutang pajak, serta piutang lainnya yang berdampak pada penyajian laporan keuangan.
Sebagai contoh, di soal piutang lainnya, BPK mengklaim ada 2 kesalahan. Pertama, penentuan kompensasi atas pelampauan nilai Koefisien Lantai Bangunan (KLB) kepada pemilik lahan tidak dibahas dengan DPRD DKI. Kedua, pemungutan aset sebagai tambahan kontribusi reklamasi dari pemohon izin reklamasi belum diatur dalam Perda dan tidak didukung perikatan yang legal dengan pemohon izin reklamasi.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Addi M Idhom