Menuju konten utama

Salah Strategi Tetapkan Status Bencana, Menpar Akui Rugi Triliunan

Menpar mengatakan akan berhati hati untuk menetapkan status bencana di daerah wisata.

Salah Strategi Tetapkan Status Bencana, Menpar Akui Rugi Triliunan
Menteri Pariwisata Arief Yahya melakukan rapat kerja dengan Komisi X DPR di gedung parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (20/6/2019). ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/pd.

tirto.id - Menteri Pariwisata Arief Yahya mengakui sempat panik saat menetapkan status bencana erupsi Gunung Agung di Bali. Sikap tersebut mengakibatkan wisatawan mancanegara (Wisman) yang datang ke Bali anjlok hingga 1 juta orang.

Penurunan tersebut secara linear berimbas pada penurunan angka devisa di sektor pariwisata sebesar 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp15 triliun.

"Kita contoh ya kita kalau benar [menerapkan strategi status kebencanaan] ya saya enggak bakal kehilangan [wisman] yang 1 juta itu loh. Kalau dari awal sudah menyatakan di Bali waktu itu dalam kondisi itu [awas]. Kalau siap sekarang saya enggak akan nyatakan itu," kata dia di Gedung Sapta Pesona, kawasan Monas Jakarta Pusat, Senin, (9/9/2019).

Ia mengatakan akan berhati hati untuk menetapkan status bencana. Langkah yang dilakukan Kemenpar pada saat Gunung Agung meletus dan langsung menetapkannnga pada status 'awas' untuk seluruh wilayah Pulau Bali merupakan hal yang tidak tepat.

Strategi tersebut yang disesali Arief Yahya menetapkan status bencana ke seluruh wilayah di Pulau Bali, berujung kerugian akibat turunnya wisman asing yang datang ke RI.

"Hati-hati menetapkan status. Kondisi yang sama statusnya beda impactnya jauh beda. Bali itu Gunung Agung begitu sampai sekarang. Masih ada erupsi kecil kecilan itu. Tapi statusnya jelas. dulu tidak," katanya.

"Dulu itu bahasa awam Bali itu dalam kondisi darurat aja. Itu seluruh Bali itu kita mengeneralisasi, akibatnya apa kamu bisa lihat tadi [turun] turis China 10 persen , non China [turun] total 50 persen drop karena status," tambahnya.

Ia bahkan mengatakan, sejumlah negara ramai-ramai memberikan larangan berkunjung [travel warning] diantaranya China, Australia, AS, Inggris, hingga Singapura dan Malaysia.

"Saya sampai bertemu dengan Konsul Jenderal China untuk minta agar mereka mencabut travel warning itu. Tapi mereka bilang bahwa mereka tidak akan mencabut itu selama pemerintah Indonesia masih menetapkan kawasan tersebut tanggap darurat. Di situ saya merasa di-skakmat," tetang dia.

Berbeda dengan sekarang, ketika statusnya berganti yang awas itu hanya untuk wilayah 10 kilometer, maka kunjungan langsung kembali 90 persen. Lain kali kata Arief Yahya, ia tidak akan panik untuk menetapkan status bencana di sebuah kawasan wisata.

"Begitu statusnya kita ganti yang awas itu hanya di 10 kilometer itu lain. Langsung recover 90 persen, balik lagi 100 persen. Jadi menetapkan itu harus hati hati. Menetapkan tingkatnya. menetapkan wilayahnya. Kita tetap hati-hati," jelas dia.

Baca juga artikel terkait PARIWISATA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Irwan Syambudi