tirto.id - Sejak dilantik menjadi Presiden Filipina ke-16 pada Juni 2016, Rodrigo Duterte kerap melontarkan pernyataan kontroversial. Mulai dari kebijakan hukuman mati bagi para pengedar narkoba, menyebut Barack Obama (yang saat itu menjabat Presiden Amerika) sebagai anak pelacur, hingga mendorong Turki dan Mongolia menjadi anggota ASEAN.
Duterte pada Selasa (16/5/2017) mengatakan bahwa dirinya akan mendorong masuknya Turki dan Mongolia dalam pengelompokan negara-negara Asia Tenggara atau ASEAN, dengan mengabaikan kekhawatiran tentang letak geografis kedua negara tersebut.
Duterte bahkan mengklaim sudah berkomunikasi dengan kedua pemimpin negara itu saat menghadiri pertemuan infrastruktur perdagangan di Cina, akhir pekan lalu. Menurut Duterte, ia telah menggelar pertemuan terpisah dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan dan Perdana Menteri Mongolia, Jargaltulga Erdenebat di sela-sela pertemuan di Cina itu.
“Mereka ingin bergabung dengan ASEAN dan karena saya sekarang adalah ketua, Filipina ketuanya, mereka ingin saya mensponsori masuk, dan saya katakan, 'Ya, mengapa tidak,'” kata Duterte kepada wartawan di Filipina, seperti dilansir channelnewsasia.com.
Dosen Hubungan Internasional dari Universitas Gajah Mada (UGM), Suci Lestari Yuana mengkritik pernyataan Duterte tersebut. Menurut perempuan yang akrab disapa Nana ini, pendekatan Duterte terhadap isu keanggotaan Turki dan Mongolia di ASEAN adalah pendekatan yang ahistoris.
Nana mengatakan, integrasi organisasi regional perlu dilihat dari motivasi pembentukannya. Menurut dia, jika Uni Eropa dibentuk dengan semangat menghindari Perang Dunia III, maka pembentukan ASEAN sangat kental dengan konteks perang dingin.
Menurut Nana, ASEAN terbentuk dengan semangat menghindari masuknya pengaruh ideologi komunis. Namun, ketika perang dingin telah usai, semangat ASEAN lebih cenderung pada kerja sama ekonomi dengan prinsip non-intervensi pada urusan politik masing-masing.
“Jika sekarang ada usulan memasukkan Turki dan Mongolia sebagai anggota, menurut saya Duterte tidak bisa dengan gegabah mengiyakan tanpa berkonsolidasi dengan pemimpin negara anggota ASEAN yang lain,” kata Nana saat dihubungi Tirto, pada Rabu (17/5/2017).
Namun demikian, menurut Nana, jika rencana tersebut benar-benar terealisasi, maka tantangan yang akan dihadapi bukan hanya soal jarak geografis, tapi jarak ekonomi dan psikologis juga perlu diselesaikan.
“Mongolia dan Turki belum menjadi main partners dari negara-negara Asia Tenggara. Lalu kira-kira kedekatan identitas atau norma apa yang dimiliki oleh Turki dan Mongolia dengan negara-negara Asia Tenggara?” ujarnya mempertanyakan.
Dalam konteks ini, menurut Nana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan dan dikaji secara komprehensif. “Sebagai kepala negara yang sedang memegang chairmanship ASEAN. Saya menyayangkan Duterte yang terlalu buru-buru menjawab iya tanpa berkoordinasi dengan pihak internal ASEAN,” ujarnya.
Pendapat Nana tentu sangat beralasan mengingat anggota ASEAN tidak hanya Filipina, melainkan ada masih ada sembilan negara lain yang juga tercatat sebagai anggota, yaitu: Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand dan Vietnam.
Apalagi negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Timor Leste dan Papua Nugini yang telah berjuang bertahun-tahun untuk menjadi anggota ASEAN, hingga saat ini hanya memegang status negara pemantau.
Soal letak geografi antara negara anggota ASEAN dan Turki serta Mongolia juga dipertanyakan oleh pemimpin negara Myanmar, Aung San Suu Kyi. Ia sempat menanyakan kepada Duterte apakah dirinya mempertimbangkan sektor geografis dalam mendukung Turki dan Mongolia untuk menjadi anggota ASEAN.
Turki merupakan negara anggota NATO yang berbatasan dengan kawasan Timur Tengah. Turki membentang di antara Eropa dan Asia. Turki telah mengajukan diri untuk menjadi anggota Uni Eropa, namun digantungkan selama bertahun-tahun. Sedangkan Mongolia terletak di antara daratan Cina dan Rusia.
Lokasi geografis adalah kriteria pertama untuk keanggotaan ASEAN, bersamaan dengan pengakuan semua anggota lainnya. Namun Duterte bersikeras bahwa kedua negara tersebut bagian dari Asia Tenggara. “Ya, saya akan bilang begitu [bagian Asia Tenggara],” kata Duterte.
Menanggapi pernyataan Deturte, Lee Yoong Yoong, Direktur Sekretariat ASEAN urusan masyarakat yang berbasis di Jakarta menyebut bahwa Turki dan Mongolia "tidak pernah mendaftar" menjadi anggota blok tersebut. Selain itu, keinginan Deturte agar Turki dan Mongolia menjadi anggota ASEAN juga perlu persetujuan dari para pimpinan negara anggota lainnya.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti