tirto.id - Menurut keterangan saksi fakta Sahbudin, saat kunjungan Gubernur non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu tidak ada reaksi kekecewaan dari masyarakat terkait isi pidatonya yang dinilai menyinggung surat Al Maidah ayat 51.
Sahbudin menuturkan kini masyarakat Kepulauan Seribu ada yang pro dan kontra terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) setelah pidatonya menyinggung Surat Al-Maidah 51.
"Pada saat ini ada pro dan kontra, waktu Pak Ahok kunjungan tidak ada apa-apa," kata Sahbudin menjawab pertanyaan dari tim kuasa hukum Ahok dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/2/2017).
Sahbudin pun mengaku pada saat kunjungan Ahok dalam rangka budidaya ikan kerapu di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu itu tidak ada masyarakat yang kecewa.
"Suasana sangat ramai, banyak masyarakat yang foto sama Pak Ahok," ucap Sahbudin.
Selain itu, ia juga mengaku pernah diperiksa polisi sebanyak dua kali.
"Pertama ditanya masalah kunjungan Pak Ahok ke Pulau Pramuka. Kedua tanda tangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tetapi saya saya lupa harinya," kata Sahbudin.
Sebelumnya, Jaenudin alias Panel bin Adim, saksi fakta yang juga bekerja sebagai nelayan di Pulang Panggang, Kepulauan Seribu telah memberikan kesaksian dalam sidang kesembilan Ahok ini.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri