Menuju konten utama

Saksi Ahli Pidana Sebut Perkara Ahok Bisa Batal Demi Hukum

Saksi ahli hukum pidana Djisman Samosir menilai kasus Ahok seharusnya sudah dibatalkan secara hukum, karena kalimat Ahok dalam pidato di Kepulauan Seribu tidak lengkap disebutkan dalam surat dakwaan JPU.

Saksi Ahli Pidana Sebut Perkara Ahok Bisa Batal Demi Hukum
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (ketiga kiri) berdiskusi dengan tim kuasa hukumnya saat menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/3).ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Saksi ahli hukum pidana Djisman Samosir menilai kasus Ahok seharusnya sudah dibatalkan secara hukum, karena kalimat Ahok dalam pidato di Kepulauan Seribu tidak lengkap dalam surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum.

Pada persidangan ke-15, Selasa (21/3/2017), Djisman ditanyai oleh tim penasihat hukum Ahok terkait dengan banyaknya kalimat yang hilang dalam surat dakwaan. Menurut tim penasihat hukum Ahok, kesatuan kalimat tersebut penting untuk menerangkan maksud Ahok terkait pidatonya di Kepulauan Seribu soal surat Al-Maidah 51.

“Bagaimana kalau ada kata yang dihilangkan,” tanya penasihat hukum Ahok kepada Djisman di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).

Menurut lektor kepala Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, kalimat yang hilang antara lain adalah: “Jadi bapak ibu juga ga usah khawatir.” Padahal kalimat seterusnya terkait surat Al-Maidah dicantumkan dalam surat dakwaan.

Kemudian satu alinea di bawah kalimat tersebut juga tidak dimasukkan, bunyinya: “Jadi bukan anggap ini semua adalah hak bapak ibu sebagai warga DKI, kebetulan saya Gubernur, mempunyai program ini. Tidak ada hubungannya dengan perasaan bapak ibu mau pilih saya ya. Saya kira itu kalau yang benci sama, jangan emosi terus dicolok waktu pemilihan colok foto saya. Wah jadi kepilih lagi saya…”.

Djisman kemudian memaparkan bahwa pada pasal 143 UU Nomor Tahun 1981 ayat 2 bagian b terkait dengan apa yang terkandung dalam isi surat dakwaan. Dalam ayat 2 bagian b dituliskan tentang uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat dakwaan tersebut dilakukan. Dasar hukum ini kemudian dilengkapi dengan ayat 3 yang berbunyi bahwa surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 huruf b dinyatakan batal demi hukum.

“Ini bukan pendapat saya. Ini hukum yang diakui di negara ini,” jelasnya. “Itu bukan pendapat ahli. Tapi saya mengikuti karena saya taat Undang-undang. Silakan. Mau dilanggar atau tidak?”

Seusai persidangan, Ali Mukartono selaku pihak Jaksa Penuntut Umum angkat bicara. Menurutnya, pihaknya tidak melanggar terkait dengan peraturan surat dakwaan yang ditudingkan oleh Djisman. Namun, Ali juga tidak berusaha menangkis pendapat yang dikeluarkan oleh tenaga pengajar dari Universitas Parahyangan Bandung tersebut.

“Dakwaan itu didasarkan pada bekas perkara. Nah, bekas perkara itu macam-macam, ada dari labfor (laboratorium forensik), ada dari penyidik, ada dari saksi. Jadi sepanjang itu dari bekas perkara dan bekas perkara itu dibuat di atas sumpah jabatan, itu sah. Itu pendapat dia, silakan,” terang Ali seusai persidangan.

Kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memasuki sidang ke-15. Pada sidang kali ini, tim penasihat hukum Ahok akan menghadirkan 3 saksi ahli yakni saksi ahli hukum pidana, bahasa, dan agama. Ketiga saksi tersebut adalah Djisman Samosir sebagai saksi ahli hukum pidana, Rahayu Surtiarti Hidayat sebagai saksi ahli bahasa dan saksi ahli agama Ahmad Ishomuddin.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri