Menuju konten utama

Saksi Ahli: Penetapan Setnov Tersangka Harus Berdasarkan Bukti Baru

Mudzakir menyatakan bahwa pihak termohon dalam hal ini KPK akan sia-sia jika menggunakan bukti yang dinyatakan tidak sah dalam putusan praperadilan sebelumnya.

Saksi Ahli: Penetapan Setnov Tersangka Harus Berdasarkan Bukti Baru
Tersangka yang juga Ketua DPR Setya Novanto (tengah) menuju mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (5/12/2017). ANTARA FOTO/Adam Bariq.

tirto.id - Pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir yang dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan Setya Novanto mengatakan bahwa penetapan kembali politikus Golkar sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi e-KTP harus berdasarkan bukti baru.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui hakim tunggal Kusno, Senin (11/12/2017) menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli dari pihak Setya Novanto.

“Harus ada bukti baru atau novum untuk kembali menetapkan sebagai tersangka,” kata Mudzakir saat menjadi saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta.

Lebih lanjut, Mudzakir menyatakan bahwa pihak termohon dalam hal ini KPK akan sia-sia jika menggunakan bukti yang dinyatakan tidak sah dalam putusan praperadilan sebelumnya.

"Bukti lama itu tidak bisa diulang, harus punya bukti baru kuat untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," ujarnya pula.

Ia menyatakan bahwa dalam sistem praperadilan sudah diputuskan bahwa penetapan tersangka minimal dengan dua alat bukti.

“Semestinya menetapkan tersangka juga harus punya dua alat bukti. Proses penyidikan juga harus selektif sedemikian rupa, sehingga orang yang diproses dari orang bebas ke status tersangka dan tindakan lain yang membatasi kebebasan tersangka, ini harus dihormati,” kata dia.

Sebelumnya, dalam dalil permohonan dan petitum praperadilan yang diajukan oleh Novanto disebutkan bahwa penetapan tersangka oleh KPK dilakukan sebelum KPK melakukan proses penyidikan, sehingga penetapan Novanto oleh KPK tersebut menyalahi ketentuan Hukum Acara Pidana di Indonesia dan UU KPK dan harus dibatalkan demi hukum.

Selanjutnya, penetapan tersangka yang dikeluarkan oleh KPK terhadap diri Novanto belum didukung dua alat bukti baru yang sah.

Novanto ditetapkan kembali menjadi tersangka kasus korupsi KTP elektronik pada Jumat, 10 November 2017.

Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz