tirto.id - Pakar ilmu politik sekaligus Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Djayadi Hanan menilai apabila koalisi partai politik terjadi tanpa ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) maka koalisi tersebut dikatakan lebih murni.
Hal tersebut diungkapkan Djayadi Hanan saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) tentang ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, di Makmakah Konstitusi (MK) Jakarta, pada Rabu (15/11/2017).
“Bila ini terjadi, maka itu adalah koalisi yang lebih murni, karena tidak didasari oleh keterpaksaan untuk memenuhi ketentuan ambang batas pencalonan Presiden,” kata Djayadi.
Djayadi kemudian menjelaskan dalam kondisi tanpa adanya ambang batas pencalonan Presiden, partai politik yang mau berkoalisi dan memiliki kesepahaman yang sama akan terus berkoalisi, sementara yang tidak cocok kemudian akan memilih alternatif lainnya.
“Jadi tidak ada keterpaksaan dan tidak ada penjegalan di sini,” kata Direktur Eksekutif SMRC itu.
Oleh sebab itu, Djayadi menilai tanpa adanya ambang batas pencalonan Presiden, tidak berarti akan menimbulkan banyaknya calon dan tidak ada koalisi antar partai politik. “Justru koalisi antar partai tetap sangat mungkin terjadi,” kata dia.
Djayadi Hanan berpendapat, hal ini disebabkan karena banyak pertimbangan yang akan dipakai untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden untuk menyesuaikan dinamika politik yang terjadi.
Dengan demikian, kata dia, alasan yang menyatakan bahwa ambang batas pencalonan Presiden memperkuat sistem presidential adalah alasan yang lemah.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz