Menuju konten utama

Saksi Ahli Bahasa Nilai Ahok Superior

Saksi ahli bahasa, Mahyuni, menilai Ahok superior saat menyinggung Al Maidah 51 sehingga para pendengarnya "manut-manut saja".

Saksi Ahli Bahasa Nilai Ahok Superior
Koordinator Ahli Tata Bahasa Neno Warisman (kiri) bersama bersama Ahli Tata Bahasa Universitas Mataram Mahyuni (kanan) berjalan seusai mengikuti sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2). Selain menghadirkan Mahyuni, dalam persidangan tersebut JPU juga menghadirkan tiga orang saksi lainnya di antaranya ahli agama dari MUI Prof Dr Muhammad Amin Suma dan dua ahli pidana, yakni Dr Mudzakkir dan Dr H Abdul Chair Ramadhan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.

tirto.id - Saksi Ahli Bahasa dalam sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Mahyuni menyampaikan bahwa Ahok superior saat berbicara di Kepulauan Seribu. Sementara para pendengarnya inferior. Menurut Mahyuni dengan konteks seperti itu Ahok telah menyalahgunakan kekuasaan .

“Yang Mulia, saya sampaikan di awal tadi bahwa pilihan kata, dia independen saja, terpisah dari konteks saja dan hal-hal negatif, dalam konteks ini, sebagai ahli bahasa, itu 'kan saya melihat sangat kontekstual, sangat terkait dengan siapa pendengar dan siapa yang berbicara. Dalam ilmu saya, itu bisa-bisa masuk kategori power abused, penyalahgunaan kekuasaan," kata Mahyuni dalam sidang di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2/2017).

Pernyataan Mahyuni ini memancing reaksi pengacara Ahok. Tommy Sihotang, salah satu pengacara Ahok menilai pernyataan Mahyuni tidak valid.

"Dia (Ahok) superior, yang dengar itu inferior? Jadi mereka kira-kira dengar-dengar, manut-manut lah gitu, karena dia atasan, begitu? Tahu saudara siapa audiens yang hadir di sana? Ada dua lulusan doktor, ada anggota DPR, DPRD, DPR-RI, dia tidak inferior terhadap pak Basuki ini," cecar Tommy Sihotang kepada Mahyuni.

Tommy juga mempertanyakan apakah Mahyuni sudah melakukan penelitian untuk membuktikan penilaiannya tersebut. Karena apabila tidak ada, maka penilaian Mahyuni tidak bisa dianggap valid.

Namun Mahyuni berdalih bahwa status sosial susah dijelaskan. Ia mencontohkan dalam pengetahuannya, bangsawan dan rakyat biasa saja sudah bisa dibedakan statusnya.

"Istilah status sosial itu kan susah itu. Maksud saya, saya jadi bangsawan, bapak tidak, saya lebih tinggi dari bapak," ujar Mahyuni.

"Itu dalam norma ilmu saya, saya bicara. Jadi status sosial itu bisa bervariasi. Saya, apa tadi, bangsawan, bapak tidak, bapak lebih rendah dari saya, itu asumsi publik. Jadi publik image-nya seperti itu, bukan bapak,” ujarnya lagi.

Tapi Tommy tidak terima begitu saja. Ia kemudian bertanya lagi tentang BAP Mahyuni halaman 4 tentang makna bahasa yang diujarkan Ahok terkait situasi di Kepulauan Seribu, penduduk yang hadir, dan kondisi sosial di sana.

"Coba dalam konteks yang bapak katakan, bagaimana penjelasannya," tanya Tommy.

Menurut Mahyuni, apa yang dimaksud adalah komunikasi tidak mungkin terjadi dalam ruang hampa ataupun tanpa partisipan. Namun menjadi bermakna ketika ungkapan tersebut didapat dari hati kepada para audiensnya. Dalam kasus ini, ungkapan hati Ahok kepada warga Kepulauan Seribu.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Agung DH