tirto.id - Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Yunahar Ilyas dalam kapasitasnya sebagai saksi ahli agama Islam pada sidang kesebelas dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan, terdapat lima persyaratan bagi seseorang untuk bisa menafsirkan Al-Quran.
"Pertama, dia harus bisa menguasai Bahasa Arab," kata Yunahar dalam sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa (21/2/2017).
Kedua, kata dia, orang itu harus menguasai Ulumul Quran.
"Bagaimana dia bisa menafsirkan Al-Quran apabila dia tidak menguasai Ulumul Quran termasuk di dalamnya Ulumul Tafsir?" kata Yunahar.
Syarat ketiga, kata Yunahar, penafsir harus mengetahui Ulumul Hadits karena Al-Quran akan ditafsirkan oleh hadits.
"Keempat dia harus tahu Ilmu Fiqih karena Al-Quran berbicara tentang hukum, dia juga harus menguasai Sirah Nabawiyah karena Nabi yang membawa Al-Quran kepada umatnya," tuturnya.
Terakhir, orang itu harus mengetahui tentang budaya Arab karena Al-Quran diturunkan dalam budaya Arab pada waktu itu, ucap Yunahar yang juga pengurus di Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Selain itu, kata Yunahar, salah satu yang memberatkan Ahok dalam kasus penodaan agama adalah adanya kata "dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51".
"Kalau dibohongi pakai Al-Maidah 51 berarti Al-Madiah 51 itu sebagai alat untuk berbohong. Al-Quran itu kitab benar yang memberatkan dari kalimat itu adalah adanya kata-kata dibohongi," ujarnya.
Sebelumnya, ahli agama Islam dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftachul Akhyar juga telah memberikan keterangan dalam sidang lanjutan Ahok.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga dijadwalkan memanggil ahli pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH