Menuju konten utama

Saat yang Tepat Untuk Berpisah dengan Hewan Peliharaan

Ditinggal mati oleh hewan peliharaan bisa menyebabkan kesedihan luar biasa. Tapi apa saja yang harus dilakukan agar untuk melepas hewan kesayangan yang sudah mendekati ajal?

Saat yang Tepat Untuk Berpisah dengan Hewan Peliharaan
ilustrasi menikmati waktu dengan hewan peliharaan di rumah. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Tidak ada yang menyenangkan saat tiba waktunya bagi kita untuk mengucapkan selamat tinggal pada anggota keluarga yang tiada. Setiap detik terasa begitu berat. Namun, curahan kesedihan yang sama rupanya bisa tertuju pada hewan peliharaan, setidaknya bagi sebagian orang.

Ini terjadi pada Dara Kurtz, kontributor HuffPost. “Tak pernah mudah untuk mengucapkan selamat tinggal kepada hewan peliharaan,” tulisnya mengenang saat-saat ia dan keluarganya mengucapkan selamat tinggal pada anjing mereka, Ellie.

Setelah berkonsultasi dengan veterinarian, Dara dan keluarga memutuskan untuk ‘menidurkan’ Ellie dalam damai melalui proses euthanasia. Anjing Dachshund betina itu memang sudah tua dan buta. Sebelum keputusan dibuat, Ellie juga mengalami stroke.

“Itu keputusan yang tepat,” tulis Dara. “Ellie sangat kesakitan dan memang sudah saatnya [beristirahat dalam damai].”

Keluarga Dara sempat terguncang dalam proses pengambilan keputusan itu. Mereka tak menampik perasaan bersalah yang menghantui.

Anak gadis bungsu Dara meneteskan air mata dalam perjalanan menuju veterinarian sembari mengatakan, “Aku enggak mau bilang selamat tinggal”.

Dara pun hanya dapat berucap “Iya, ibu tahu” sembari mengusap air mata di pipi si bungsu. Hatinya semakin remuk ketika melihat tetes air mata itu kemudian berubah menjadi isak tangis kecil.

Ketika semuanya usai, ada perasaan aneh yang bergelayut. “Sungguh aneh, suatu ketika hewan peliharaan Anda hidup dan kemudian dalam waktu kurang dari satu jam dia tidak lagi hidup,” tulisnya.

Saat-saat terakhir Ellie juga dialami hewan peliharaan yang ‘tidur’ karena proses euthanasia. Suasananya tenang dan damai. Kematian Ellie disertai belaian dan kata-kata sayang dari Dara dan keluarga.

Bukan pertama kalinya Dara kehilangan hewan peliharaan. Sewaktu kecil, anjing Dachshund peliharaannya tewas seketika ditabrak mobil. Peristiwa itu begitu mengejutkan bagi Dara kecil. Ia menangis selama berhari-hari di sekolah karenanya.

Depresi karena Kehilangan

Dalam tulisannya di Psychology Today, Psikiater Ralph Ryback mengatakan wajar belaka jika kehilangan hewan peliharaan mengakibatkan kesedihan. Kematian hewan peliharaan, lanjut Ryback, bahkan dapat menjadi pengalaman yang sangat traumatis dan menciptakan perasaan hampa.

Pasalnya, usia rata-rata hewan peliharaan seperti anjing dan kucing bisa mencapai 13 tahun. Belasan tahun itu cukup bagi si pemilik untuk memasukkan hewan peliharaan sepenuhnya ke dalam kehidupan mereka. Rasa kehilangan juga dipicu oleh sifat istimewa hewan peliharaan. Anjing, misalnya, dikenal sebagai hewan yang loyal. Dalam banyak kasus, anjing bahkan mampu bertindak sebagai penyelamat manusia.

“Rutinitas pagi hari Anda mungkin tak utuh lagi tanpa bermain lempar tangkap atau jalan-jalan bersama anjing Anda atau berpelukan hangat dengan kucing Anda,” tulisnya.

Sebagai manusia, kata Ryback, kita juga kerap memproyeksikan pikiran, emosi serta ide-ide kepada hewan peliharaan. Pada saat yang bersamaan, ada kalanya hewan peliharaan pun bisa mewakili atau bahkan menggantikan anak, saudara kandung, sahabat maupun teman hidup dalam jangka waktu yang cukup lama.

Mengutip Washington Post, studi yang dilakukan oleh Sandra B. Barker dan Randolph T. Barker berjudul “The Human-Canine Bond: Closer Than Family Ties” (1988) menemukan bahwa para pemilik hewan peliharaan anjing memposisikan anjing peliharaan mereka layaknya anggota keluarga, bahkan sebagai yang paling dekat dalam 38 persen kasus.

Sementara itu, riset oleh Shelley Stokes, dkk., berjudul “Death of a Companion Cat or Dog and Human Bereavement: Psychology Variables” (2002) menemukan bahwa “depresi kematian, depresi umum, dan sikap positif dan kemelekatan pada hewan peliharaan berbanding lurus dengan dengan kesedihan yang lebih besar setelah kematian kucing dan anjing peliharaan.

Dalam beberapa kasus, kematian hewan peliharaan membuat orang merasakan kesedihan luar biasa sebagaimana ketika mereka kehilangan pasangan hidup manusia. Kendati demikian, beberapa pemilik hewan merasa kesedihan mereka tidak terlalu parah.

Masih dari Washington Post, Sandra Barker yang menjabat direktur Center for Human-Animal Interaction di Universitas Virginia Commonwealth, Amerika Serikat ini mengatakan penting untuk memahami proses terjalinnya relasi pemilik dengan hewan peliharaan.

Beberapa klien Barker terkejut dan bahkan merasa malu ketika duka mereka saat kehilangan hewan peliharaan lebih besar dibanding ketika kehilangan saudara kandung atau orangtua. Namun, setelah melihat kembali bagaimana hewan peliharaan telah mendampingi mereka dan menciptakan ketergantungan, lanjut Barker, barulah klien-klien ini sadar mengapa mereka sangat sedih.

Siapkah untuk Melepas?

Banyak orang menginginkan hewan peliharaan mereka mati dengan cara yang alami. Hal yang sama juga berlaku untuk Tara Parker-Pope dari New York Times. Namun, perbincangan Parker-Pope dengan dokter hewan langganannya berhasil mengubah cara pandangnya.

Dalam tulisannya di New York Times, dokter hewan Alive Villalobos mengatakan keinginan Tara untuk membiarkan anjingnya mati secara alami adalah hal yang tidak realistis. Dalam banyak kasus, terang Villalobos, kematian hewan peliharaan secara alami berarti memperpanjang penderitaan hewan yang kerap tak terbaca pemiliknya karena hewan memiliki kemampuan menahan sakit yang jauh lebih besar dari manusia.

Di alam liar, menurut Villalobos, kematian alami hewan sesungguhnya terjadi lebih cepat dibandingkan ketika dipelihara oleh manusia. Inilah konsep kematian alami yang sesungguhnya.

“Ketika hewan dijinakkan, mereka kehilangan kebebasan untuk masuk semak-semak dan menunggu kematian,” kata Villalobos. “Mereka akan sangat cepat menjadi bagian dari siklus hidup-mati di alam karena [dimangsa] predator atau sejumlah elemen lainnya. Namun, kita melindungi mereka dari segala hal itu sehingga mereka dapat hidup lebih lama— dan terkadang terlalu lama.”

Infografik Rasa Kehilangan saat Peliharaan Mati

undefined

Villalobos mengadvokasi praktik euthanasia yang ‘bersahabat’ bagi hewan peliharaan. Euthanasia yang bersahabat harus dilakukan pada waktu yang tepat. Pertama-tama, hewan diberi obat penenang sebelum disuntik carian yang mematikan.

Villalobos juga membikin sebuah alat pembuat keputusan yang didasarkan pada tujuh indikator yang disebut dengan skala HHHHHMM (Hurt, Hunger, Hydration, Hygiene, Happines, Mobility, More). Skala itu dapat diakses pada laman ini.

Dengan skala tersebut, lanjut Villalobos, pemilik hewan peliharaan dapat menilai kapan waktu yang tepat untuk mematikan hewan peliharaan yang sudah uzur atau sakit-sakitan. Hasil akhir dari skala itu haruslah di atas 35. Ketika skornya mulai turun di bawah 35, sudah saatnya pemilik hewan membuat keputusan euthanasia.

Tara mengklaim skala tersebut telah membantunya mengambil keputusan dalam hari-hari terakhirnya bersama anjingnya, Fluffy.

“Skala ini memungkinkan saya untuk membuat penilaian yang lebih berjarak terhadap Fluffy, dan itu sumber kenyamanan yang luar biasa bagi saya selama masa-masa yang sangat sulit.”

Baca juga artikel terkait HEWAN PELIHARAAN atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Windu Jusuf