Menuju konten utama

Saat Google AI Membantu Penjaga Hutan di Solok Selatan Awasi Hutan

Alat yang diberi nama Guardian ini bisa membantu penjaga hutan bila ada upaya penebangan liar menggunakan gergaji mesin oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.

Saat Google AI Membantu Penjaga Hutan di Solok Selatan Awasi Hutan
CEO Rainforest Connection Topher White (kiri) menjelaskan tentang cara kerja 'Guardian' kepada Ketua LPHN Pakan Rabaa Timur Endrizal. Alat ini diciptakan Topher untuk membantu mengawasi hutan dari penebangan liar. tirto.id/Bayu septianto

tirto.id - Sulit bagi Endrizal dan empat orang rekannya untuk bisa menjaga hutan yang ada di wilayah Nagari Pakan Rabaa Timur, Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Sebab, hutan seluas 5.140 hektar itu harus mereka jaga berlima saja demi terlindungi dari ancaman penebangan liar.

Endrizal dan kawan-kawannya itu tergabung dalam Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Pakan Rabaa Timur. Endrizal adalah ketuanya yang memiliki sembilan anggota dan lima di antaranya termasuk Endrizal adalah petugas patroli hutan nagari yang mengontrol kondisi hutan di wilayahnya.

"Yang rutinnya [patroli] sebulan sekali, terkecuali kalau ada darurat misal masyarakat lapor ada penebangan liar, kami langsung cek ke sana," ujar Endrizal kepada reporter Tirto, di Solok Selatan, Sumatera Barat, Jumat (19/7/2019).

Setahun silam, masyarakat Pakan Rabaa Timur baru mendapatkan surat penetapan areal hutan nagari 5.140 hektar, padahal izin ini telah mereka ajukan ke pemerintah pusat sejak 2012. Meski tergolong baru mendapatkan legalitasnya, Endrizal dan kawan-kawannya telah sejak lama mengamankan hutan dari penebangan liar yang bisa merusak lingkungan.

Mengamankan hutan seluas 5.140 hektar merupakan tantangan bagi Endrizal. Dengan hanya lima orang saja yang melakukan patroli, tentunya ia tak bisa setiap saat mengawasi gerak-gerik mencurigakan yang ada di dalam hutan.

Menurut Endrizal, penebangan liar di kawasannya kerap terjadi pada lima hingga tujuh tahun ke belakang. Bahkan akibat gundulnya hutan, banjir bandang pernah menerjang wilayah itu pada 2012. Akibatnya, ratusan rumah mengalami rusak berat dan dua warga hilang.

Tak mau terjadi lagi, warga sadar akan fungsi dan keberadaan hutan. Mereka pun menanami kembali hutan yang telah gundul itu dan menjaganya agar tak rusak lagi. Namun, kata Endrizal, terkadang ia masih menemui warganya yang melakukan penebangan liar dan menjualnya ke pihak lain.

"Memang yang diperalatnya masyarakat di sini, masyarakat di sini yang ambil [kayu] langsung dibayar mereka kayak diberi upah gitu lah," kata Endrizal.

Biasanya, orang-orang yang tertangkap tangan melakukan penebangan liar ini akan ditegur oleh LPHN. Bila teguran itu tak berhasil membuatnya jera, maka LPHN akan membawa masalah ini ke penegak hukum.

Google AI Membantu Penjaga Hutan

CEO Rainforest Connection Topher White menunjukkan alat pendeteksi suara di dalam hutan yang ia namakan 'Guardian', sebelum memasangnya di pohon setinggi hampir 30 meter di hutan Nagari Pakan Rabaa Timur, Solok Selatan, Sumbar, Jumat 19/7/2019. tirto.id/Bayu Septianto

Harapan Endrizal agar ia memiliki alat untuk membantu mengawasi hutan mulai terwujud. Adalah Topher White, dari Rainforest Connection sebuah NGO yang bergerak di bidang lingkungan dari Amerika Serikat yang menawarkan sebuah alat yang akan mengawasi hutan dari penebangan liar.

Sebagai pemain di industri non-profit, Rainforest Connection mencoba membantu untuk melindungi hutan di Sumatera Barat dari penebangan liar. Alat tersebut diberi nama Guardian yang bisa mendeteksi suara radius dua hingga tiga kilometer dari tempat alat tersebut dipasang.

Guardian bisa membantu warga lokal yang menjaga hutan tersebut jika ada upaya penebangan liar menggunakan gergaji mesin oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.

“Hutan hujan tropis, seperti di Solok Selatan, Sumatera Barat, sangat luas. Petugas penjaga atau polisi hutan tidak akan bisa mengawasi sepenuhnya,” kata Topher.

Topher menjelaskan alat ini hanyalah terbuat dari ponsel lama berkemampuan teknologi 2G atau 3G yang telah dimodifikasi sehingga bisa menangkap suara di dalam hutan.

Ponsel ini kemudian dipasang di beberapa lokasi secara tersembunyi, seperti di batang pohon yang tinggi sekitar 40 meter. Data akustik yang dihimpun dari ponsel modifikasi ini kemudian juga diolah menjadi spektogram, yang nantinya akan teridentifikasi jenis suara yang tertangkap.

Melalui aplikasi yang ia ciptakan untuk gawai ini, suara gergaji mesin atau pengangkut kayu akan jelas terdengar, dan itu berarti sedang ada penebangan ilegal.

"Polisi dan Lembaga Pengelola Hutan Nagari bisa cepat bertindak sebelum para penebang menyelesaikan pekerjaan mereka," ucap Topher.

Topher mengklaim alat ini telah dipasangkannya di dalam hutan Amazon di Brasil sehingga bisa menangkap para pelaku penebang ilegal di sana.

Memanfaatkan Software TensorFlow dari Google AI

Dalam mengembangkan alat ini, Topher memanfaatkan perangkat lunak (software) TensorFlow. TensorFlow merupakan perangkat lunak yang dimiliki Google dan digunakan di banyak aplikasi mereka, mulai dari pengenalan suara, pengenalan gambar yang memungkinkan kita melakukan pencarian berdasarkan foto, mengenali dan menerjemahkan tulisan dari sebuah foto, dan lain-lain.

TensorFlow sendiri merupakan sebuah sistem mesin kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang diyakini bisa membantu kerja manusia, terutama dalam menyelesaikan berbagai tantangan sosial dan lingkungan.

"TensorFlow adalah platform yang gratis dan open source siapa saja bisa menggunakannya tergantung keperluannya apa," ujar Head of Corporate Communications at Google Indonesia, Jason Tedjasukmana.

Jason mengatakan Topher berhasil memanfaatkan kecerdasan buatan yang ada pada perangkat lunak TensorFlow untuk menyelamatkan lingkungan. Topher sendiri merupakan salah satu pemenang Google AI Impact Challenge, melalui alat yang diciptakannya itu.

Google, kata Jason, berharap muncul lebih banyak lagi penemu-penemu yang menciptakan inovasi yang berguna bagi kehidupan manusia.

“Bisa juga kita berpikir di luar paradigma yang biasa dengan AI ini bisa memungkinkan sekarang, tak harus mahal juga kan, alat-alat yang dipakai Topper misalnya hanya Rp200 ribu, tapi bisa mengatasi masalah yang cukup berat di sini," tutur Jason.

Dengan adanya alat yang diciptakan Topher inilah, Endrizal bersyukur setidaknya kerja ia terbantu dalam mengawasi hutan dari penebangan liar.

"Kalau kami memakai tenaga manusia patroli susah dijangkau, karena ada alat ini ya alhamdulillah, banyak terbantu, tinggal hanya memonitor di rumah atau kantor desa," kata Endrizal.

Baca juga artikel terkait GOOGLE atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Teknologi
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz