Menuju konten utama

Rumah Gadang Sumatera Barat: Sejarah, Arsitektur, & Fungsinya

Asal-usul bentuk rumah gadang seringkali dikaitkan dengan kisah kemenangan rakyat Minangkabau melawan Majapahit.

Rumah Gadang Sumatera Barat: Sejarah, Arsitektur, & Fungsinya
Pengunjung menikmati kawasan Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM) di Kota Padangpanjang, Sumatera Barat, Sabtu (26/11). PDIKM merupakan sebuah museum diresmikan tahun 1990 dengan gedung utama berbentuk rumah gadang yang menyimpan berbagai macam informasi dan koleksi mengenai kebudayaan Minangkabau baik berupa dokumentasi audio maupun visual. ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/pd/16

tirto.id - Rumah gadang merupakan rumah adat masyarakat Minangkabau, Sumatera Barat. Jika dilihat secara sekilas, rumah gadang memiliki bentuk atap yang unik dan membuatnya mudah dikenali. Arsitektur rumah gadang tentu ada kaitannya dengan kebudayaan masyarakat Minangkabau.

Menurut e-modul "Bersama Mesipun Beragam" rumah adat adalah rumah asli bagi masyarakat suatu daerah. Hal ini yang menyebabkan rumah adat biasanya memiliki ciri khas yang sesuai dengan budaya dan lingkungan dari masyarakat tersebut.

Rumah gadang dibangun sebagai tempat tinggal sekaligus tempat pelaksanaan acara adat. Untuk mendukung tujuannya tersebut, rumah gadang dibagi dalam beberapa jenis dan fungsi yang berbeda-beda. Selain jenis dan fungsi, ada banyak aspek lainnya yang bisa dipelajari dari rumah gadang, mulai dari sejarah hingga arsitekturnya.

Sejarah Asal-usul Bentuk Rumah Gadang

Beberapa orang menganggap bahwa bentuk rumah gadang memiliki bentuk seperti kapal. Namun, tidak sedikit pula yang menyebutnya memiliki atap mirip seperti tanduk kerbau. Sejarah atau asal-usul bentuk rumah gadang seringkali dikaitkan dengan kisah kemenangan rakyat Minangkabau melawan Majapahit.

Joni Syahputra dalam "Berlibur ke Rumah Gadang" menjabarkan bahwa dahulu kerajaan Majapahit ingin menduduki wilayah Minangkabau. Untuk berperang melawan rakyat setempat, Majapahit menyiapkan pasukan dalam jumlah besar. Masyarakat Minangkabau paham betul jika mereka tidak mungkin bisa menang apabila terjadi perang.

Setelah bernegosiasi, masyarakat Minangkabau menawarkan adu kerbau alih-alih perang yang menimbulkan pertumpahan darah. Apabila dalam adu kerbau pihak Majapahit menang, maka mereka berhak menduduki tanah Minangkabau. Namun, jika kerbau pihak Majapahit kalah, mereka harus pergi dari Minangkabau.

Infografik SC Rumah Gadang

Infografik SC Rumah Gadang. tirto.id/Rangga

Pihak Majapahit kemudian menyetujuinya dengan mengirimkan seekor kerbau jantan yang begitu besar dan ganas. Tetapi, rakyat Minangkabau dari dulu dikenal cerdik. Bukannya mengirimkan kerbau dengan besar yang setara, mereka justru mengirimkan anak kerbau untuk bertanding.

Begitu anak kerbau dilepaskan, ia langsung berlari ke arah perut kerbau Majapahit untuk mencari susu. Hal itu karena anak kerbau mengira kerbau Majapahit adalah induknya. Dalam sekejap mata, perut kerbau Majapahit sobek akibat pisau yang dipasang diujung mulut anak kerbau.

Dengan demikian, kerbau Majapahit mati dan kemenangan menjadi milik rakyat Minangkabau. Karena itulah, rumah gadang dibuat mirip seperti tanduk kerbau sebagai lambang kemenangan masyarakat Minangkabau.

Arsitektur Rumah Gadang

Salah satu ciri khas rumah gadang yang paling mencolok adalah bentuk atapnya yang megah dan runcing di kedua sisi. Karena bentuk atapnya, rumah gadang seringkali disebut dengan nama lain, yaitu rumah gonjong, bagonjong, atau rumah yang atapnya bergonjong runcing.

Selain itu, rumah gadang dirancang sedemikian rupa agar tahan gempa. Hal ini karena wilayah Sumatera Barat seringkali mengalami gempa bumi. Menurut Gantino Habibi dalam "Rumah Gadang yang Tahan Gempa" konstruksi rumah gadang berperan dalam kemampuannya menahan gempa.

Tiang-tiang rumah gadang bukan ditanamkan ke tanah, melainkan bertumpu di atas batu datar yang kuat dan lebar. Maka, ketika terjadi gempa, rumah gadang akan bergerak di atas batu tempat tiang itu berdiri. Tiang-tiang rumah juga tidak disambungkan dengan paku, tetapi dengan pasak yang terbuat dari kayu. Sehingga mampu menciptakan konstruksi yang tahan gempa.

Jenis-jenis Rumah Gadang

Menurut Habibi, rumah gadang dibagi dalam dua jenis, yaitu rumah gadang pola koto piliang (aristokrat) dan pola budi caniago (demokrat).

Rumah gadang tipe koto piliang memiliki tiga gonjong di kiri dan kanan, satu gonjong di depan, dan satu gonjong di belakang. Tipe ini juga memiliki anjungan atau tempat para pimpinan yang terletak di bagian kiri dan kanan rumah gadang.

Posisinya biasanya agak ditinggikan sebagai lambang bahwa pemimpin tidak sejajar dengan masyarakat dan lebih tinggi derajatnya.

Tipe kedua adalah budi caniago yang memiliki dua gonjong kanan dan kiri. Beberapa rumah dapat memiliki satu gonjong depan dan gonjong belakang, namun tidak memiliki anjungan.

Rumah gadang budi caniago menggambarkan seluruh posisi duduk setiap penghuni sama. Tidak ada yang ditinggikan posisinya. Rumah gadang tipe ini menegaskan bahwa seluruh keputusan diambil dari hasil musyawarah dan mengutamakan kepentingan bersama.

Fungsi Rumah Gadang

Rumah gadang hanya dibangun oleh penduduk asli yang memiliki peran dan menduduki hierarki tertentu di dalam masyarakat. Penghuninya akan menggunakan rumah sebagai tempat makan, tidur, masak, dan berkumpul.

Selain fungsi sehari-hari rumah gadang memiliki fungsi adat tertentu. Melansir laman resmi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat, berikut fungsi adat rumah gadang:

  • Sebagai tempat melangsungkan upacara yang berkaitan dengan siklus kehidupan termasuk turun mandi, khitan, pernikahan, hingga kematian.
  • Sebagai tempat melangsungkan upacara adat seperti pengangkatan datuak dalam prosesi Batagak Gala.
  • Sebagai tempat bermusyawarah masyarakat lingkungan sekitar.

Baca juga artikel terkait ILMU ANTROPOLOGI atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Yantina Debora