Menuju konten utama

Rumah Eni Saragih dan Johannes B Kotjo Digeledah KPK

KPK menggeledah rumah Eni Saragih dan Johannes B Kotjo dan mendapatkan sejumlah dokumen yang akan digunakan untuk mengungkap kasus dugaan suap di proyek PLTU Riau-1.

Rumah Eni Saragih dan Johannes B Kotjo Digeledah KPK
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan didampingi Juru bicara KPK Febri Diansyah. ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah 4 tempat selain rumah Dirut PLN, Sofyan Basir, Minggu (15/7/2018). KPK menggeledah kediaman kedua tersangka, yakni Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan pemilik saham PT Blackgold Natural Resources Johannes B. Kotjo. KPK pun menyita sejumlah dokumen dalam penggeledahan tersebut.
"Untuk sementara diamankan dokumen terkait dengan proyek pembangkit listrik Riau-1, dokumen keuangan, dan barang bukti elektronik," kata Juru Bicara KPK Febridiansyah dalam keterangan tertulis, Minggu (15/7/2018).

Secara terperinci Febri menjelaskan, KPK menggeledah rumah Eni, rumah dan apartemen Johannes serta kantor Johannes. Hingga saat ini, penggeledahan di sejumlah tempat masih berlangsung. KPK menghimbau agar semua pihak kooperatif dalam penggeledahan untuk pendalaman kasus korupsi suap pembangunan PLTU Riau-1 itu.

Penggeledahan ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat (13/7). Dalam operasi tangkap tangan, KPK mengamankan Eni Maulani Saragih, Johannes B. Kotjo, Tahta Maharaya (staf sekaligus Keponakan Eni), Audrey Ratna (staf Johannes), Bupati Temanggung terpilih sekaligus suami Eni, M. Al Khafidz, dan beberapa pihak. Pada OTT itu KPK mengamankan barang bukti berupa uang Rp500 juta.

Setelah melakukan pemeriksaan 1x24, KPK menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yakni Eni Maulani Saragih dan Johannes B. Kotjo. KPK menduga, uang Rp500 juta merupakan komitmen fee dari Johannes kepada Eni yang telah memuluskan proses kerja sama dalam proyek pelaksanaan pembangunan PLTU Riau-1.

Selain Rp500 juta, KPK menduga ada pemberian sejumlah uang dari Johannes kepada Eni sebelumnya yakni pada bulan Desember 2017 (Rp2 miliar), Maret 2018 (Rp2 miliar), dan Rp 300 juta pada 8 juni 2018. Semua pemberian tersebut diduga melibatkan staf maupun anggota keluarga para tersangka.

Lantaran perbuatannya, Eni disangka melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1.

Sementara Johannes disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH