Menuju konten utama

RI Bakal Calon Negara Gagal Sistemik, Elite Harus Introspeksi

Pemerintah berdalih RI bukan negara gagal sistemik. Namun faktanya beban bunga utang melebihi anggaran kesehatan/pendidikan. Belum lagi korupsi merajalela.

RI Bakal Calon Negara Gagal Sistemik, Elite Harus Introspeksi
Ilustrasi Hutang Dunia. foto/istockphoto

tirto.id - Peringatan PBB tentang lonjakan utang publik global yang menjerumuskan banyak negara berkembang menjadi negara gagal (failed state) sistemik tak bisa diabaikan. Indonesia saat ini juga punya masalah serius terkait utang hingga korupsi. Tanpa pembenahan konkret dalam pengelolaan negara, optimisme kita bakal menjadi negara maju dipastikan sekadar ilusi.

Kriteria negara gagal sistemik menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) adalah jika suatu negara melakukan pembayaran bunga utang lebih besar daripada pengeluaran untuk kesehatan atau pendidikan.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (SekJend PBB) Antonio Guterres dalam laporan berjudul,A World of Debt (Dunia Utang) memberi peringatan serius terkait utang publik global di tahun 2022 yang mencetak rekor 92 triliun dolar AS atau angka tertinggi sepanjang masa.

Guterres mengatakan, utang publik global yang melonjak lima kali lipat (periode 2000-2022) ini menuntut tindakan segera untuk mengatasi krisis yang semakin meningkat hingga memengaruhi negara-negara berkembang khususnya.

Dampak peningkatan utang itu, rata-rata negara di Afrika membayar pinjaman empat kali lebih banyak daripada Amerika Serikat dan delapan kali lebih banyak daripada ekonomi Eropa yang paling kaya.

“Sebanyak 52 negara, hampir 40 persennya negara berkembang berada dalam masalah utang yang serius,” jelas Guterres dalam rilis yang dikutip dari website resmi United Nation pada Rabu (12/7/2023).

Saat ini, setengah dari semua negara berkembang membelanjakan minimal 7,4% dari pendapatan ekspor mereka untuk pembayaran utang publik eksternal. Yang menjadi perhatian khusus adalah pesatnya pertumbuhan pembayaran bunga yang melebihi pengeluaran publik lainnya.

Beberapa negara terpaksa menganggarkan lebih banyak untuk membayar bunga utang daripada untuk sektor-sektor penting seperti kesehatan dan Pendidikan. ”Ada 3,3 miliar orang tinggal di negara dimana pengeluarannya untuk membayar bunga utang lebih besar dari anggaran untuk pendidikan atau kesehatan,” tulisnya.

Bunga Utang

Bunga Utang. foto/https://unctad.org/system/files/official-document/osgmisc_2023d4_summary_en.pdf

Sedikitnya 19 negara berkembang mengalokasikan lebih banyak uang untuk membayar bunga utang daripada pendidikan, dan 45 negara mengalokasikan lebih banyak untuk bayar bunga daripada pengeluaran kesehatan. Menurut Guterres, negara yang membayar bunga pinjaman lebih besar dari anggaran kesehatan atau pendidikan, masuk kategori negara gagal sistemik.

Managing Director Political Economy & Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan dalam cuitannya di twitter @anthonybudiawan menulis bahwa Indonesia masuk kategori negara gagal sistemik versi PBB tersebut. Dalam APBN 2022, jelas dia, biaya kesehatan Rp 176,7 triliun, sementara pengeluaran untuk membayar bunga utang Rp 386,3 triliun.

Pernyataan Anthony dibantah oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam akun twitter @prastow.

“Penilaian itu tidak berdasar! Indonesia bukan negara gagal. Justru kita masuk negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country) dengan pertumbuhan ekonomi stabil dan tinggi, yaitu 5%,” tulisnya, Selasa (18/7/2023).