Menuju konten utama

Rekomendasi Pilkada Dinilai Ikut Bikin Elektabilitas Golkar Terjun

Kasus e-KTP bukan satu-satunya faktor penyumbang terjunnya elektabilitas Golkar.

Rekomendasi Pilkada Dinilai Ikut Bikin Elektabilitas Golkar Terjun
Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid berbincang dengan Sekjen Idrus Marham sebelum memulai rapat pleno di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa (21/11/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Elektabilitas Partai Golkar kini tengah turun. Penurunan ini disinyalir terjadi karena dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik yang menjerat Setya Novanto, Ketua Umum Partai Golkar.

Kasus megakorupsi yang merugikan negara senilai Rp2,3 triliun ini dinilai bukan satu-satunya faktor penyumbang terjunnya elektabilitas Golkar. Pengamat Politik UIN Jakarta Gungun Heriyanto menilai rekomendasi kandidat calon kepala daerah juga memberi andil.

"Ada fenomena rekomendasi kandidat Pilkada yang dipaksakan, contohnya kandidat ini bagus di akar rumput, tapi di DPP merekomendasikan ke orang yang berbeda," kata Gungun di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, (25/11).

Gungun mencontohkan rekomendasi untuk Pilkada Jawa Barat. Golkar diketahui memberi rekomendasi buat Ridwan Kamil buat maju menjadi calon gubernur. Di saat bersamaan, menurut Gungun, Ketua DPD I Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi juga tengah giat dan hendak mencalonkan diri sebagai gubernur.

Gungun merujuk ke hasil sigi Lingkaran Survei Indonesia pada Oktober 2017. Dalam survei tersebut, Ridwan Kamil selalu berada di atas Dedi. Dalam simulasi 21, Ridwan memperoleh 26,7 persen, Dede Yusuf (20,1 persen), Deddy Mizwar (19,2 persen), Aa Gym (10,096 persen), dan Dedi (9,7 persen).

Sementara itu, untuk simulasi lima calon, Ridwan Kamil yang memperoleh 34,2 persen, Dede Yusuf yang memperoleh 28,3 persen, dan Deddy Mizwar yang memperoleh 21,6 persen dan Dedi Mulyadi 13,7 persen.

Dukungan bagi Ridwan Kamil ini dinilai Gungun sebagai bentuk pragmatisme politik yang ada di tubuh partai berlambang beringin. Golkar dinilainya tak memperhatikan kadernya sendiri.

"Kang Dedi merupakan kader sendiri yang secara elektabilitas bagus," kata Gungun.

Kesalahan memberi rekomendasi ini bisa membikin elektabilitas Golkar babak belur. Ini yang tampak pada Pilkada Serentak 2015. Di pilkada itu, Golkar hanya mampu memenangi 57 kabupaten/kota dari 294 daerah yang menggelar pilkada.

Lantaran itu, Gungun menyebut, Golkar lebih baik mengevaluasi ulang rekomendasi yang telah mereka berikan pada tiap kandidat yang akan maju di Pilkada 2018. Ini berguna memperbaiki posisi Golkar sebagai lembaga.

"Akan lebih baik bagi pelembagaan Golkar bila mendorong kandidat Pilkada dari kader sendiri," kata Gungun.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, membantah partainya salah memberi rekomendasi. Menurut Sarmuji, rekomendasi diberikan bukan lantaran pragmatisme, melainkan kajian, dan sejumlah pertimbangan politik yang diambil secara kolektif kolegial.

"Kan ujian salah atau benar memberikan rekomendasi itu di Pilkada. Kalah atau menang nanti diuji di Pilkada 2018," kata Sarmuji.

Meski begitu, Sarmuji mengakui, Golkar bisa mengevaluasi rekomendasi. Hanya saja, evaluasi ini hanya mungkin dilakukan bila terjadi Munaslub. Selain itu, harus ada alasan mendesak pula yang menjadi dasar evaluasi.

"Kalau kami seenaknya mengganti rekomendasi itu, bisa mengurangi kepercayaan publik kepada kami," kata Sarmuji.

Golkar memang sudah memberi rekomendasi untuk Ridwan Kamil sebagai calon Gubernur Jawa Barat. Selain Ridwan, Golkar juga memberikan rekomendasi buat Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak. Ketiga calon yang diberi rekomendasi ini bukan kader Partai. Ketiga calon ini memiliki elektabilitas yang cukup baik dari sejumlah hasil survei.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2018 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Mufti Sholih & Maulida Sri Handayani