tirto.id - Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin menjadi bupati ke-99 yang diproses Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 2004. Ia juga merupakan kepala daerah ke-25 yang ditersangkakan KPK sepanjang 2018.
Catatan tersebut menjadi trivia bagi Neneng. Politikus Partai Golkar ini akhirnya harus menyandang gelar tersangka dalam kasus suap pengurusan izin Meikarta. Penyematan status tersebut didahului penangkapan terhadap 10 orang lainnya pada Minggu siang, 14 Oktober 2018.
Sebelum dicokok KPK, Neneng Hasanah Yasin sempat mengaku kaget saat ditanyai wartawan soal operasi tangkap tangan terhadap empat anak buahnya. Ia berdalih “Kaget lah pastinya. Prihatin pasti,” saat ditanyai wartawan di Plasa Kabupaten Bekasi, Senin siang (15/10/2018).
Neneng diketahui merupakan petahana Bupati Bekasi. Pada Pilkada 2017, ia berpasangan dengan Eka Supriatmadja. Pasangan ini memeroleh 39,82 persen suara pada pilkada tersebut dan mengalahkan pasangan Sa’dudin-Ahmad Dhani yang memeroleh 26,13 persen suara.
Dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dilaporkan pada 5 Juli 2018, Neneng punya total kekayaan mencapai Rp73.440.114.829 (Rp73,3 miliar). Harta ini terdiri dari 143 tanah dan bangunan yang tersebar di Purwakarta, Bekasi, dan Karawang senilai Rp61,7 miliar, 2 mobil senilai Rp679 juta, harta bergerak lainnya senilai Rp452,7 juta, kas dan setara kas Rp9,9 miliar, harta lainnya Rp2,2 miliar, dan utang Rp1,65 miliar.
Neneng merupakan politikus Golkar. Ia juga menantu dari mantan Bupati Bekasi Saleh Manaf. Neneng menamatkan pendidikan di Universitas Yarsi pada 2011. Sebelum menjadi Bupati Bekasi pada 2012, Neneng lebih dulu menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat periode 2009-2011.
Dusta Neneng Tutupi Suap Lippo
Pernyataan Neneng yang mengaku prihatin rupanya sebatas lips service. Neneng seolah menutupi bahwa perkara tersebut juga berkaitan dengan dirinya. Dugaan keterlibatan Neneng terungkap saat Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif membeberkan, kasus suap dari Lippo Group ini diperuntukkan bagi pengurusan izin Meikarta di Kabupaten Bekasi.
“Diduga Bupati Bekasi dkk menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi,” kata Syarif, Senin malam.
Meikarta adalah nama proyek prestisius yang tengah digarap grup bisnis milik keluarga Riady. Pada Mei 2017, Lippo Group mengunggah pernyataan resmi mereka yang menerangkan korporasi itu menanam investasi Rp278 triliun buat proyek seluas 500 hektare.
Dalam operasi tangkap tangan ini, penyidik KPK mendapati Lippo Group berencana memberikan uang komitmen pengurusan proyek sebesar Rp13 miliar untuk fase pertama. Dua fase lainnya belum diurus. Dana yang baru diberikan untuk fase pertama ini sekitar Rp7 miliar lewat sejumlah dinas terkait di lingkungan Kabupaten Bekasi.
Temuan penyidik ini menampik dalih dari menantu bekas Bupati Bekasi Saleh Manaf--yang dinonaktifkan Mendagri sebelum masa jabatannya selesai pada 2007--ini. Saat proyek ambisius ini di-launching, perempuan kelahiran 23 Juli 1980 ini cuti untuk kembali maju menjadi Bupati Bekasi.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menerangkan suap pengurusan izin Meikarta ini sudah desain secara terstruktur. Dugaan ini dikuatkan dengan terkuaknya kode sandi suap di antara jejaring kepala dinas dan para penyuap dari Lippo Group. KPK mendapati ada kode Melvin, Tina Toon, Windu, dan Penyanyi yang digunakan sebagai sandi komunikasi masing-masing.
“Setiap pihak yang terkait di sini [suap Meikarta] punya nama sandi atau kode masing yang kami duga itu sengaja dilakukan agar ketika komunikasi tidak bisa diketahui langsung,” kata Febri, Senin malam.
Terkait peran Neneng, Febri tak mau memberi keterangan yang detail. Ia hanya menjelaskan, Neneng beberapa kali menggelar pertemuan dengan pihak Lippo Group untuk mengatur suap ini. Keterangan ini didapat dari pemeriksaan awal terhadap tersangka dan hasil penyelidikan yang sudah dilakukan KPK sejak November 2017.
“Dari sejumlah bukti dan konfirmasi para saksi dan tersangka, dugaan pemberian kepada Bupati semakin menguat terkait perizinan ini. Termasuk pertemuan-pertemuan yang pernah dilakukan dengan pihak swasta dalam pengurusan izin,” kata Febri, Selasa siang.
Perizinan yang dimaksud tak lain perizinan untuk memperluas kawasan. Sejauh ini, izin yang diberikan baru 84,6 hektare, sementara Lippo Group kerap mendengungkan luas proyeknya mencapai 500 hektare.
Sementara terkait keterlibatan Lippo dalam kasus suap ini, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, KPK berkomitmen mengusut tuntas kasus ini. Jika buktinya kuat, Saut menerangkan, bukan tak mungkin KPK akan menjerat Lippo.
“Sudah jadi komitmen KPK kalau memang pidana korporasinya bisa dikenakan tentu demi keadilan,” kata Saut menegaskan.
Penulis: Mufti Sholih