Menuju konten utama

Recall yang Menyakitkan Perusahaan

Samsung bukanlah satu-satunya produsen yang merasakan pahitnya penarikan produk. Sebelumnya, ada Takata yang nasibnya tak lebih baik dari Samsung.

Recall yang Menyakitkan Perusahaan
Penjualan Samsung Galaxy Note 7. [Foto/Reuters/Kim Hong-ji]

tirto.id - Perusahaan teknologi raksasa asal Korea Selatan yakni Samsung sedang terpuruk. Pekan lalu, Samsung harus menarik (recall) sekitar 2,5 juta unit ponsel Galaxy Note 7. Ini dilakukan setelah adanya laporan bahwa ponsel yang baru diluncurkan Samsung itu meledak saat atau setelah pengisian daya. Pihak Samsung juga menyatakan akan mengganti semua perangkat ponsel Galaxy Note 7 yang sudah dimiliki konsumen.

Tak hanya Samsung yang terpuruk karena recall dari produknya. Sekitar 10 tahun lalu atau tepatnya tahun 2006, Bloomberg melaporkan jika DELL juga mengalami hal yang sama yakni penarikan produknya dari pasar global terkait baterai yang dapat memicu kebakaran. DELL harus menarik produk laptopnya akibat baterai lithium-ion yang digunakan DELL dapat terbakar ketika panas.

Baterai tersebut diproduksi oleh perusahaan Sony Energy Device asal Jepang. Kejadian ini memaksa raksasa komputer asal Amerika Serikat tersebut menarik sekitar 4 juta laptop yang dijual antara 1 April 2004 hingga 18 Juli 2006. Para analis kemudian memprediksi jika penarikan yang dilakukan baik DELL maupun Sonny tersebut mencapai $400 juta.

Di tahun yang sama, Cadbury Schweppes menarik lebih dari satu juta coklat yang terkontaminasi Salmonella. Hal ini diketahui setelah adanya kejadian keracunan Salmonella di Inggris dan Irlandia. Perusahaan ini memperkirakan bahwa biaya yang mereka keluarkan untuk menarik kembali produknya tersebut mencapai 20 juta poundstreling. Disaat yang sama, penarikan ini juga berdampak pada penjualan permen yang turun hingga 14 persen.

Pada 2004 silam, raksasa farmasi Merck & Co juga secara sukarela menarik Vioxx -obat arthritis- setelah sebuah studi menemukan bahwa pasien yang menggunakan obat tersebut selama minimal 18 bulan rentan dengan serangan jantung dan stroke. Pada saat itu, pihak Merck mengatakan jika kerugian yang harus ditanggung perusahaan mencapai sekitar $725 juta akibat gagalnya penjualan Vioxx.

Namun, pada akhirnya obat ini pun dihapus dari pasar. Sepertinya Merck tak ingin mengambil risiko lebih. Selain kerugian di atas, pada 2007, Merck juga menyetujui untuk membayar sekitar $4.85 miliar untuk menyelesaikan sebanyak 27 ribu tuntutan hukum atas obat tersebut. Ini pun menjadi salah satu penarikan dengan kerugian tertinggi di dunia dalam bidang farmasi.

Jauh sebelumnya, pada 1982 Johnson & Johnson (J&J) juga harus menarik produknya Tylenol dari pasar. Ini termasuk yang terbesar sepanjang sejarah. Penarikan obat ini akibat ditemukannya Tylenol yang tercampur dengan potasium sianida sehingga menewaskan tujuh orang di Chicago pada tahun 1982. Perusahaan ini kemudian harus menarik sekitar 31 juta Tylenol, dan menghabiskan dana tak kurang dari $100 juta.

Kisah lain datang dari produsen ban yakni Firestone. Pada tahun 2000 Firestone menarik sekitar 6,5 juta ban setelah banyaknya insiden akibat pecahnya ban yang terjadi seperti pada Ford [F] Explores dan Mercury Mountaineers. Teknisi Ford kemudian menyarankan untuk melakukan perubahan pada ban demi keselamatan.

Bloomberg mencatat jika produk ban yang gagal itu mengakibatkan tewasnya 200 orang dan 3000 lainnya mengalami luka berat. Firestone harus merogoh kocek sekitar $440 juta dalam menarik produknya tersebut. Ford juga turut menarik produknya dan harus mengeluarkan biaya sekitar $3 miliar.

Namun, dari semua penarikan yang dilakukan produsen di atas, kini Takata adalah yang paling terpuruk. Betapa tidak, perusahaan asal Jepang ini harus menarik sekitar 50 juta kantong udara atau airbag. Ini adalah jumlah penarikan kantong udara oleh pihak Takata yang dilakukan secara global hingga 2016.

Masalah bermula ketika inflator kantong udara yang di produksi oleh Takata mengalami masalah dalam kondisi kelembaban tertentu. Kantong udara tersebut juga dapat meledak atau kadang tak berfungsi secara seketika. Sehingga Kerusakan inflator pada kantung udara ini menuai korban yang mencapai ratusan pengendara.

Sebelumnya, Takata berdalih dan menolak tuntutan untuk melakukan penarikan produk kantong udaranya. Kala itu setidaknya lima orang meninggal di Amerika Serikat dan satu di Malaysia akibat kantong udara yang rusak. Namun, korban yang terus bertambah akibat kerusakan kantong udara sepertinya meluluhkan Takata untuk menarik produknya dari pasar global.

Kini, tercatat sekitar 100 orang mengalami luka akibat kerusakan pada kantong udara tersebut. Sedangkan korban yang meninggal mencapai 11 orang. Penarikan kantong udara ini juga berpengaruh pada penarikan sekitar 12 juta mobil di dunia dalam lima tahun terakhir.

Seperti diketahui, Takata adalah salah satu produsen kantong udara terbesar di dunia. Takata merupakan produsen kantong udara bagi sejumlah pabrikan otomotif dunia seperti Toyota, Honda, BMW dan lainnya. Sehingga penarikan jutaan mobil ini disebut sebagai yang terbesar sepanjang sejarah.

Produsen asal Jepang ini kemudian harus membayar mahal akibat dari penarikan ini. Pihak Takata diperkirakan harus merugi hingga $440 juta atau sekitar Rp5 triliun. Ditambah lagi dengan pembiayaan garansi yang membengkak hingga mencapai 16,6 miliar yen atau sekitar $162,7 juta.

Penarikan produk memang selalu mengakibatkan kerugian yang tak sedikit. Biasanya dilakukan akibat mengancam keselamatan konsumen atau dapat membahayakan penggunanya. Proses penggantian produk kepada konsumen juga bervariasi. Hal ini tergantung pada undang-undang nasional pada suatu negara seperti undang-undang perlindungan konsumen, undang-undang khusus yang mengatur perdagangan.

Penarikan produk tidak hanya berlangsung selama satu hari, satu minggu, atau satu bulan saja, tapi bisa berlangsung hingga hitungan tahun. Semuanya tergantung pada jumlah produk yang akan ditarik dan penyebabnya.

Cacat produk yang mengakibatkan terjadinya penarikan secara besar-besaran memang tidak bisa dihindari. Kerugian untuk penggantian barang pasti ada. Namun, kerugian yang paling besar adalah rusaknya brand image, yang kemungkinan baru bisa pulih dalam waktu yang tidak singkat.

Baca juga artikel terkait RECALL atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Teknologi
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti