Menuju konten utama

Reaksi Oposisi dan Koalisi atas Permintaan Jokowi ke TNI Polri

Partai koalisi pendukung Jokowi menilai Jokowi sebagai pemimpin tertinggi TNI dan Polri berhak meminta kedua institusi tersebut menyosialisasikan kerja-kerja pemerintah.

Reaksi Oposisi dan Koalisi atas Permintaan Jokowi ke TNI Polri
Presiden Joko Widodo didampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian bersiap memberikan pengarahan kepada siswa Sesko TNI dan Sespimti Polri di Istana Negara, Jakarta, Kamis (23/8/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar perwira TNI Polri ikut menyosialisasikan kerja-kerja pemerintah menuai respons beragam dari kubu koalisi pemerintah dan oposisi. Sekretaris Jenderal DPP Gerindra Ahmad Muzani menilai pernyataan Jokowi mengarah ke penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

"Bisa mengarah ke sana (abuse of power)," kata Muzani usai menghadiri HUT ke-20 PAN, di DPP PAN, Senopati, Jakarta Selatan, Kamis (23/8/2018) malam.

Menurut Muzani Jokowi mestinya membiarkan rakyat menilai sendiri kerja pemerintah. Apalagi menyosialisasikan kerja pemerintah tidak termasuk dalam tugas dan fungsi TNI/Polri yang dimandatkan undang-undang.

Senada dengan Muzani Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarifudin Hasan mengatakan permintaan Jokowi tidak mendasar. Ia mengingatkan Jokowi untuk tidak menyeret dua institusi tersebut menjadi alat politik praktis pemerintah.

"Intinya begitu. Apapun istilahnya TNI itu harus netral," kata Syarifudin, di DPP PAN, Kamis (23/8/2018) malam.

Sekjen PAN, Eddy Soeparno yakin TNI-Polri tidak akan menuruti permintaan Jokowi tersebut dan akan tetap netral di tahun politik mendatang. "Begitu juga babinsa dan semua perangkat negara saya yakin akan netral," kata Eddy, di DPP PAN, Kamis (23/8/2018) malam.

Bukan yang Pertama

Keinginan Jokowi memanfaatkan perangkat keamanan negara untuk kepentingan politiknya bukan baru kali ini terjadi. Pada 17 Juli 2018 lalu Jokowi sempat meminta Bintara Pembina Desa (Babinsa) turut mengantisipasi isu-isu di masyarakat yang menuding dirinya bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Menurutnya PKI sudah dibubarkan pada tahun 1965 atau saat ia baru berusia empat tahun.

“Logikanya itu saja, yang lain orang tuanya kakek-neneknya ini yang namanya politik tapi bisa meresahkan masyarakat,” pinta Jokowi saat menghadiri apel Babinsa seluruh Indonesia, di Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/7) pagi, seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet.

Juru bicara Jokowi-Ma'ruf Amin Irma Suryani Chaniago menilai permintaan Jokowi bukanlah penyalahgunaan kekuasaan. "Kenapa diminta seperti itu? Karena selama ini yang banyak beredar kan hoax dan informasi tidak by data," kata Irma saat dihubungi Tirto, Jumat (24/8/2018).

Ketua DPP Nasdem ini menganggap Jokowi sebagai panglima tertinggi TNI dan Polri berhak meminta bawahannya di dua institusi tersebut menyosialisasikan keberhasilan pemerintah. "Dan sampai saat ini beliau kan masih presiden," kata Irma.

Sekjen PKB, Abdul Kadir Karding pun berpendapat sama. Menurutnya, semua intitusi negara berkewajiban dan punya tanggungjawab moral untuk menyosialisasikan hasil yang dicapai pemerintah. "Bukan Pak Jokowi sebagai pribadi tapi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan," kata Karding kepada Tirto.

Karding mengatakan tugas TNI mempertahankan negara meliputi aspek politik sosial budaya bisa menjadi alasan untuk digunakan Jokowi. Di sisi lain ia menilai jika sosialisasi dilakukan partai politik hal itu malah bisa dianggap sebagai kampanye. "Jadi penjelasan ke rakyat oleh TNI secara subtansi mengenai apa-apa yang perlu diketahui rakyat menjadi penting untuk ketahanan negara," ujarnya.

Blunder

Direktur Populi Centre, Usep S Ahyar menilai permintaan Jokowi membuktikan sosialisasi kerja pemerintah belum tersampaikan secara optimal ke publik. "Itu bisa saja hasil evaluasi dari Jokowi bahwa banyak masyarakat yang tidak mengerti capaian-capaian Jokowi," kata Usep kepada Tirto.

Usep memisalkan program pembangunan infrastruktur yang masih tak dipahami masyarakat sebagai program penting untuk menunjang perekonomian. Sebab, selama ini masyarakat masih memandang pencapaian di bidang ekonomi sebatas pada stabilitas harga pokok. "Hal-hal begini yang perlu dijelasakan ulang agar tidak ada informasi hoax ke publik," kata Usep.

Padahal, menurut Usep, pengetahuan masyarakat terkait program-program dan capaian pemerintah cukup penting dalam mengerek elektabilitas Jokowi di Pilpres 2019. Karena, menurutnya, nilai plus petahana adalah pada capaiannya. "Selama ini kan banyaknya info-info dari oposisi yang lebih banyak. Soal utang, isu PKI dsb. Ini merugikan Jokowi," kata Usep.

Meski begitu Usep menilai permintaan Jokowi bisa menjadi blunder yang merugikannya. Sebab, publik bisa memiliki pandangan Jokowi sedang menyalahgunakan kekuasaan.

Lena Maryana Mukti, Ketua DPP PPP yang juga juru bicara Jokowi-Ma'ruf, Lena Maryana Mukti optimistis permintaan Jokowi tidak akan jadi blunder. Sebab, menurutnya setiap aparat negara bertanggungjawab menyosialisasikan pencapaian pemerintah. "Dalam pandangan saya sosialisasi keberhasilan program adalah kerja bersama seluruh aparat Pemerintah dari Pusat dan Daerah, termasuk TNI/Polri. Wajar bila mereka ikut menyampaikan ke publik apa yg sdh dilakukan Pemerintah," kata Lena kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Muhammad Akbar Wijaya