tirto.id - Kisruh dalam proses pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Senin pekan ini ternyata masih berlarut. Para pimpinan DPD RI periode lama tetap meragukan legalitas hasil pemilihan yang mengangkat Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang sebagai ketua baru di lembaga tinggi negara tersebut.
Hari ini, Wakil Ketua DPD RI periode sebelum pemilihan, Gusti Kanjeng Ratu Hemas mendesak Mahkamah Agung menjelaskan alasan lembaga ini melakukan pengambilan sumpah pimpinan baru DPD pada Selasa malam kemarin.
Hemas mempertanyakan kehadiran Wakil Ketua MA bidang non Yudisial Suwardi yang mengambil sumpah pimpinan DPD RI baru yang kini dijabat oleh Oesman Sapta Odang, Nono Sampono dan Darmayanti Lubis.
"Bahwa saya selaku pimpinan DPD RI yang sah periode 2014-2019 tidak pernah menyatakan pengunduran diri apalagi dinyatakan berakhir, sehingga tidak pernah terjadi kekosongan pimpinan DPD RI untuk kemudian ada dasar bagi pemilihan pimpinan DPD RI yang dipimpin oleh pimpinan sidang sementara," kata Hemas dalam keterangan persnya di Jakarta pada Rabu (5/4/2017) seperti diberitakan Antara.
Hemas meragukan dasar hukum pengambilan sumpah pimpinan baru DPD RI oleh MA sebab berkebalikan dengan isi putusan lembaga itu soal pembatalan aturan yang membatasi masa jabatan pimpinan lembaga tinggi negara itu 2,5 tahun. Ia berharap penjelasan MA bisa memastikan bahwa dinamika di DPD RI tidak melanggar koridor hukum.
Pernyataan Hemas ini buntut dari kericuhan saat sidang paripurna DPD RI pada Senin lalu yang membahas pemilihan pimpinan baru lembaga tinggi negara tersebut.
Pemantiknya, para senator yang hadir dalam sidang paripurna memperdebatkan tafsir pada keputusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah (DPD) No 1 Tahun 2016 dan 2017. Konsekuensi dari Putusan MA itu ialah mengembalikan masa jabatan Pimpinan DPD menjadi lima tahun seperti aturan sebelumnya.
Sebagian senator menganggap putusan MA ini menjadi dasar bahwa pemilihan pimpinan baru DPD tidak perlu dilakukan sebab masa jabatan pimpinan lama masih berlangsung sampai 2019.
Inti perdebatan membahas urutan dua jadwal di sidang paripurna DPD pada Senin lalu. Dua agenda itu ialah pemilihan pimpinan baru DPD dan pembacaan putusan MA yang membatalkan Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah (DPD) No 1 Tahun 2016 dan 2017.
Sebagian senator menganggap bila putusan MA dibacakan lebih dulu di sidang paripurna itu, agenda pemilihan pimpinan baru DPD otomatis batal. Alasannya, masa jabatan pimpinan lama DPD tetap lima tahun sampai 2019.
Namun, sidang Paripurna DPD dengan agenda pemilihan Ketua baru tetap dilaksanakan karena mengacu pada Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017 soal masa jabatan pimpinan DPD lama yang hanya 2,5 tahun.
Pada Selasa dini hari, sidang paripurna DPD secara aklamasi memutuskan Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD RI dan Nono Sampono serta Damayanti Lubis sebagai wakil ketua DPD RI.
Sebelumnya, berdasar pencalonan per wilayah, terdapat enam calon pimpinan DPD. Namun, dua calon dari wilayah Barat, yakni Abdul Azis dan Andi Surya, mengundurkan diri dan memberikan kesempatan kepada Darmayanti Lubis untuk maju. Hal yang sama juga dilakukan oleh calon dari wilayah Timur, Bahar Ngitung yang juga menyatakan mengundurkan diri.
Dengan demikian untuk masing-masing wilayah hanya ada satu calon pimpinan, untuk wilayah barat Damayanti Lubis, wilayah Tengah Oesman Sapta Odang dan wilayah timur Nono Sampono.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom