tirto.id - Pada saat tubuh manusia berkeringat, terjadi proses pembuangan beberapa zat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh melalui keringat. Demikian pula saat manusia bernapas, terjadi pembuangan sisa zat yang tak lagi terpakai melalui napas yang dihembuskan.
Zat sisa yang dihasilkan oleh tubuh dapat berupa urine (air seni), keringat, gas karbon dioksida, uap air, urea, asam urat dan bilirubin. Bisa dibilang, zat sisa itu adalah sampah yang jika tak dikeluarkan akan menjadi racun bagi tubuh.
Merujuk laman Repositori Kemdikbud, proses pengeluaran zat sisa itu disebut proses ekskresi. Sedangkan organ-organ tubuh yang bertugas melakukan proses ekskresi disebut sistem ekskresi. Organ tubuh itu adalah ginjal, paru-paru, kulit dan hati.
Untuk kali ini akan dibahas mengenai peran dan fungsi hati dalam sistem ekskresi.
Hati (hepar)
Terletak di dalam rongga perut kanan tepatnya di bagian bawah diagfragma, hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh. Hati memiliki dua lobus, dan tugas utamanya adalah menghasilkan empedu untuk proses ekskresi, laman Sumber Belajar menulis.
Hati juga berfungsi menyimpan cadangan lemak, glikogen, vitamin A, B12, D dan albumin. Juga untuk proses pembersihan atau detoksifikasi zat beracun dalam pencernaan.
Hati merupakan salah satu alat ekskresi yang menghasilkan zat sisa berupa cairan empedu, urea, dan amonia.
Hati sebagai salah satu organ sistem ekskresi memiliki fungsi untuk mengekskresikan zat warna empedu yang bernama bilirubin. Bilirubin sendiri dihasilkan melalui pemecahan hemoglobin yang terdapat pada sel darah merah.
Sel darah merah tidak punya inti sel yang menyebabkan membran sel selalu bergesekan dengan pembuluh kapiler, jadi rentang hidup sel darah merah hanya 100 – 120 hari saja. Karena tak ada inti selnya, sel darah merah tidak bisa membuat komponen baru sebagai pengganti komponen yang rusak.
Komponen rusak itu lalu dihancurkan oleh makrofag yang ada di dalam organ hati dan limpa. Zat hemoglobin dalam komponen sel darah yang rusak itu harus dipecah menjadi zat lain yakni zat besi, globin, serta hemin agar mudah dibuang.
Zat besi itu kemudian dibawa ke sumsum merah tulang, untuk dipakai membuat hemoglobin yang baru. Zat globin hasil pecahan itu kemudian dipecah lagi menjadi asam amino, dan akan dipakai kembali untuk pembentukan protein lain.
Sementara zat hemin, akan diubah menjadi zat warna hijau bernama biliverdin. Zat warna hijau ini (biliverdin) kembali mengalami perubahan menjadi bilirubin (zat warna kuning oranye).
Setelah menjadi bilirubin, ia akan dikeluarkan bersama dengan getah empedu, kemudian getah empedu dikeluarkan lagi ke usus dua belas jari dan berjalan terus ke usus besar.
Di usus besar, bilirubin kembali mengalami perubahan menjadi urobilinogen yang juga berubah lagi menjadi urobilin yang menyebabkan warna kuning pada urine (air seni). Sementara yang menjadikan warna cokelat pada feses adalah sterkobilin.
Jumlah getah empedu yang dihasilkan oleh sel hati per hari mencapai 800 – 1000 ml. Komposisi penyusun getah empedu adalah air, garam empedu (garam natrium dan garam kalium), lesitin, kolesterol, pigmen empedu, serta ion-ion.
Jika di dalam getah empedu terlalu banyak kandungan kolesterol, maka kolesterol akan mengkristal keras dan disebut sebagai batu empedu. Begitu juga jika jumlah lesitin dan garamnya kurang, maka terbentuklah batu empedu.
Batu empedu yang berukuran besar dapat menyumbat saluran empedu dan menyebabkan saluran mampet. Akibatnya getah empedu tak bisa mengalir ke usus halus. Getah empedu harus dikeluarkan dengan operasi atau dilarutkan dengan obat pelarut, juga bisa ditembak laser agar hancur.
Fungsi lain dari organ hati adalah mengubah racun amonia (NH3) menjadi zat yang aman bagi tubuh yakni urea. Amonia adalah hasil metabolisme asam amino. Setelah diubah menjadi urea oleh organ hati, maka urea bisa dikeluarkan serta dibawa sel darah ke ginjal untuk selanjutnya dibuang lewat urine.
Penulis: Cicik Novita
Editor: Yulaika Ramadhani