tirto.id - "Dulu saya suka memberontak," kata Hood Asegaf. "Tapi saya enggak berani bantah perintah ibu untuk makan di rumah tiap malam."
Hood adalah pendiri warung Kambing Bang Hoody (KBH). Warung ini punya beberapa gerai, salah satunya di Kemang, Jakarta Selatan. Warung ini punya jasa besar mengenalkan daging kambing ke horizon kuliner yang lebih luas.
Ia memadukan bumbu dan rempah Timur Tengah, Mediterania, hingga Indonesia, dengan daging kambing pilihan. Selama ini di Indonesia, masakan berbahan baku kambing selalu identik dengan: 1. Sate dan sekondannya seperti tengkleng atau tongseng atau sop, 2. Makanan Timur Tengah, semisal kebuli. Namun di KBH, Hood menyediakan banyak pilihan. Daging kambing bisa dipadankan dengan mayonaise, mozarella, kayu manis, kismis, zaitun, kacang polong, jintan, atau cabai yang menyengat. Tinggal pilih.
"Orang mengira ini restoran Timur Tengah karena bahan bakunya kambing. Padahal bukan. Ini mix, saya coba kombinasikan. Bumbunya saya ambil dari Cina, Italia, Maroko, juga Indonesia," katanya.
Hood tumbuh besar di keluarga multikultur. Ayahnya, Abdillah, adalah pria keturunan Arab yang lahir di Padang, Sumatera Barat. Sedangkan ibunya, Mariam Ali Segaf, adalah keturunan Arab Betawi. Hood yang lahir di Semarang, Jawa Tengah, mengaku kurang sreg dipanggil orang keturunan Arab. "Ya orang Indonesia saja lah," ujarnya sembari tersenyum.
Abdillah adalah seorang pengusaha kuliner. Ia membuat restoran Puas sejak 1965. Selepas ia meninggal pada 1978, tampuk usahanya diteruskan oleh Mariam. Padahal sebelumnya Mariam tak lihai memasak. Ia adalah guru jahit. Abdillah mengajarinya memasak dan berbagai resep pilihan. Mariam cepat belajar, dan masakannya enak. Menurut Hoody, panggilan Hood, restoran Puas makin maju ketika Mariam mengurusnya.
"Ibu itu pekerja keras banget, enggak bisa dipungkiri. Dia single parent. Mengurus anak, juga restoran. Orangnya juga friendly, gampang kenal banyak orang, itu juga menunjang usaha," kata Hood mengenang. Ia tak begitu dekat dengan ayahnya, sebab Abdillah meninggal saat usia Hood baru 5 tahun.
Mariam punya kebijakan: semua anggota keluarga harus makan malam di rumah. Biasanya Hood, anak ketiga dari empat bersaudara, sudah ada di rumah menjelang Maghrib. Ia sholat Maghrib, mengaji, lalu dilanjut sholat Isya. Baru kemudian makan malam bareng. Kebiasaan itu terus dilakukan hingga Mariam sakit-sakitan pada 2007. Sejak saat itu, kebiasaan makan malam bersama sudah jarang dilakukan. Mariam meninggal pada 2009.
"Kalau kangen ya pasti kangen. Kalau kita kehilangan sesuatu, pasti kangen. Jangankan kehilangan momen, kehilangan barang saja bisa kangen kok. Tapi saya nikmatin saja lah," ujarnya.
Pada 2010 Hoody membuka restoran Italia, hasil pengalamannya bekerja di sebuah restoran di Australia selama 4 bulan medio 1995 silam. Suatu hari, ia iseng mengolah tulang kambing yang masih memiliki sedikit serpihan daging. Ia bagikan masakan itu ke kawan-kawannya. Ternyata laris. Ia coba jual masakan yang diberi nama kambing tulang bumbu itu, per porsi Rp9 ribu. Ternyata banyak yang suka. Beberapa konsumen kasih saran: coba jual masakan daging kambing. Maka mulailah ia coba menjual beberapa menu kambing.
Waktu berjalan, 2 tahun pertama adalah masa nombok. Baru pada tahun ketiga, bisnis Kambing Bang Hoody berjalan baik. Masakan kambing Hoody disukai banyak orang. Pria penyuka vespa ini bisa mengolah kambing dengan baik. Tak ada bau prengus. Dagingnya pun empuk. Ia punya 3 pemasok daging kambing yang terpercaya.
Menurut Hoody, mengolah daging kambing memang ribet. Bahkan prosesnya harus dikawal sejak penyembelihan. "Kalau tangan kotor menyibak daging, bisa bikin bau," katanya. Kalau jerohan bocor dan cairan jerohan kena daging, dijamin daging pasti bau. Untuk KBH, Hoody selalu memilih daging kambing betina. Lebih empuk dan enak, ujar Hoody. Biasanya daging kambing dipresto terlebih dulu baru diolah dengan bumbu. Waktu prestonya macam-macam. Ada yang 10 menit, ada pula yang 20 menit. Begitu pula marinasinya. Ada yang 20 menit, ada yang 1 jam.
Hoody mewarisi resep dari ibunya. Pertama adalah resep shakshouka, kadang ditulis sebagai shakshuka, juga dikenal sebagai chachouka, chouchouka, atau chackchouka. Makanan ini konon berasal dari Tunisia, kemudian menyebar ke penjuru Timur Tengah dan Afrika Utara. Dalam buku Food Lover's Companion (2009), shakshuka digambarkan sebagai hidangan berupa telur ceplok yang dimasak dalam saus tomat pedas, dengan taburan lada, bawang bombay, bawang putih, dan aneka rempah.
Mariam biasanya memasak hidangan ini saat bulan Ramadhan. Kadang dibarengi dengan tomat isi daging. Cara membuatnya sederhana, tomat dipotong (bisa bagian atas, atau dibelah dua), kerok isinya, lalu diberi daging yang sudah dibumbui.
Resep kedua adalah kambing genteng. Sesuai namanya, daging kambing yang dimasak dengan bawang bombay dan rempah khas Timur Tengah ini dimasak di atas genteng. Setelah daging matang, masakan ini dihidangkan dengan cocolan kecap pedas. Jejak timur tengah seperti jintan terasa. Tegas, kuat, tapi tidak lantas menutupi rasa manis alami daging kambing. Tips dari Hoody: cari genteng yang tipis.
"Dulu masaknya pakai arang, jadi cari yang tipis. Sekarang sih pakai gas, jadi lebih mudah," kata Hoody.
Resep turunan lain adalah sate goreng. Menurut Hoody, ini adalah bentuk kreativitas ibunya. Sisa-sisa daging kambing tak usah ditusuk, langsung goreng dengan bumbu. Menu ini termasuk andalan di KBH. Secara proses dan rasa, tak jauh berbeda dengan sate goreng yang banyak ditemui di Jawa Tengah.
Mariam boleh saja pergi, namun ingatan akan masakan-masakan yang ia buat untuk keluarganya tetap tinggal. Hood memilih mengabadikan kenangan itu dengan mengenalkannya kepada dunia. Setiap Ramadhan datang, Hood selalu mengenang keseharian yang hangat itu, juga seporsi shakshuka yang dimasak dengan cinta.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti