tirto.id - Tren sekolah Montessori kini tengah digandrungi masyarakat, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan lainnya. Banyak PAUD, TK, ataupun SD yang diberi label "Montessori".
Chika Soufyan, seorang ibu yang menyekolahkan anaknya Kirana dan Kaysan di sebuah sekolah dengan metode Montessori di Jakarta Selatan, memberikan alasan mengapa dirinya memilih menyekolahkan anaknya di sekolah yang menggunakan metode Montessori tersebut. Ia merasa anak-anaknya mandiri, bertanggung jawab, menghormati, dan menjadi penyayang setelah sekolah di sana
Menurut Chika, salah satu metode ajar Montessori yang mencampurkan kelas dengan anak yang berbeda usia memiliki pengaruh yang baik. “Anak yang lebih tua belajar untuk membantu merawat anak yang lebih muda, sedangkan yang lebih muda dapat belajar dari yang lebih tua,” katanya.
Selain itu, Danti Setiawan, ibu dari Fatima yang juga disekolahkan dengan metode ini mengatakan anaknya begitu antusias untuk pergi ke sekolah. “Dia menikmati setiap aktivitas eksplorasi, pengalaman, dan penalaran berpikir dalam mempelajari bidang-bidang ilmu pengetahuan,” kata Danti. Anaknya secara bertahap menunjukkan peningkatan dalam hal kompetensi, kreativitas, dan percaya diri.
Namun, tidak semua orang tua merasa puas dari pelajaran yang diberikan dari sekolah yang menggunakan metode Montessori. Wahyu Liliek, misalnya, dirinya sempat menyekolahkan anaknya ke sekolah Montessori di daerah Serpong, Tanggerang Selatan.
Namun dirinya hanya menyekolahkan anaknya di sana selama enam bulan saja. Wahyu dan istrinya merasa khawatir anaknya stres karena tuntutan yang menurut Wahyu masih dirasa belum siap untuk anak berusia dua tahun. “Aku sama istriku takut anak aku belum siap. Soalnya di sekolah [itu], lulus TK harus bisa baca tulis,” katanya.
Metode Montessori
Sekolah Montessori sendiri merupakan sekolah yang menggunakan metode yang dibuat seorang dokter sekaligus ahli pendidikan asal Italia bernama Maria Montessori (1870-1952). Dua tahun setelah menyelesaikan sekolah kedokteran pada 1896 dengan studi neuropatologi, Maria Montessori bekerja sebagai asisten psikiater di Klinik Psikiatri Universitas Roma. Menurut Unesco (PDF), di sana Montessori bertanggung jawab untuk merawat anak-anak difabel.
Beberapa tahun kemudian, Montessori bergabung dengan lembaga pelatihan guru untuk sekolah anak difabel dan keterbelakangan mental, Scuola Magistrale Ortofrenica. Dari sana, dirinya mulai mendalami dan mengembangkan metode dan sistem pendidikan yang ideal untuk anak-anak tersebut.
Pada 1907 Montessori akhirnya berhasil membuat sekolah pertamanya, Casa dei Bambini (Children's House), di situlah metode pendidikan Montessori diterapkan.
Montessori adalah metode pendidikan yang didasari pada aktivitas kesadaran diri sendiri, pembelajaran langsung, dan permainan kolaboratif. Selain itu, anak-anak didorong membuat pilihan kreatif dalam pembelajaran mereka, sementara para guru menawarkan kegiatan yang sesuai dalam memandu prosesnya.
Menurut Lesley Britton dalam Montessori Play and Learn (2017), Maria Montessori mendapatkan gagasan tentang bagaimana menangani dan mendidik dari hasil pengamatannya pada anak-anak dalam tahap perkembangan yang berbeda-beda. Juga pengamatan terhadap anak-anak dari kebudayaan yang berbeda-beda.
Dia mengidentifikasi apa yang dilihatnya: karakteristik universal yang dijumpai pada anak-anak, tidak peduli dari keluarga dan lingkungan mana mereka lahir ataupun bagaimana mereka dibesarkan. Menurut amatannya, semua anak memiliki pikiran yang mudah menyerap informasi, semua anak ingin belajar, semua anak belajar melalui bermain atau melakukan sesuatu, semua anak melewati beberapa tahap perkembangan, dan semua anak ingin menjadi mandiri.
Itulah sebabnya sekolah yang menggunakan metode Montessori lebih membebaskan anak untuk mengeksplorasi dirinya. Guru berperan hanya sebagai pembimbing. Selain itu, pada sekolah yang menggunakan metode Montessori, ruang kelas tidak dibagi berdasarkan usia, melainkan semua usia dicampur menjadi satu kelas. Anak yang lebih muda dapat belajar dan berinteraksi dengan anak yang usia di atasnya, sedangkan anak yang lebih tua dapat mengembangkan kemampuannya untuk mengajarkan pengetahuannya kepada anak yang berada di bawahnya.
Karena semua anak belajar melalui bermain atau melakukan sesuatu, alat peraga amat penting dalam metode ini. Misalnya mainan lemari tumbuhan dengan kartu daun yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada anak-anak terhadap bentuk daun dan untuk meningkatkan daya observasi dan pengetahuan alam.
Sejak awal kelahirannya pada permulaan abad ke-19, seperti ditulis situs Omni Montessori, metode Montessori diperkirakan diaplikasikan di 5.000 sekolah Montessori di Amerika Serikat, dan di lebih dari 20.000 di 110 negara di Dunia. Maria Montessori meninggal pada 6 Mei 1952, tepat hari ini 68 tahun lalu.
Menurut Fauziah, guru dari salah satu sekolah yang menggunakan metode Montessori, Bright School Jakarta, banyak kegiatan dalam metode yang berhubungan dengan benda kognitif. “Seperti menggunakan alat-alat yang terbuat dari kayu yang merupakan alat bantu belajar,” katanya.
Menurut guru yang sudah mendapat lisensi “diploma in Montessori” ini, metode Montessori memberi pemahaman dari hal konkret ke abstrak. Fauziah mencontohkan ketika muridnya diajarkan matematika lewat metode ini, yakni saat guru ingin memberikan pemahaman bagaimana angka tiga nilainya lebih besar dari angka dua.
Dirinya menerangkan dengan memberikan stik kayu sebanyak tiga buah di salah satu tangan anak, dan stik kayu satu lagi di tangan yang lain. Setelah itu, murid dibimbing agar dapat merasakan mana yang lebih banyak dan mana yang lebih terasa berat dari stik yang sudah digenggam tadi.
"Mereka bisa merasakan kenapa tiga itu lebih besar dari dua dengan merasakan langsung beratnya, besarnya secara nyata,” jelasnya.
Selain itu, dalam metode ini, anak-anak bebas memilih aktivitas apa yang mereka senangi, tapi tetap ada batasnya. Dalam satu kelas yang sedang belajar tentang kegiatan sehari-hari, ada anak yang senang membersihkan kaca.
“Ada poin yang bisa diambil dari bersihin kaca, mulai dari fokus mata, konsentrasi, semuanya itu ada poin dari apa yang mereka senangi, jadi apa yang mereka kerjakan itu bermakna,” kata guru yang mengambil program pendidikan di Universitas Negeri Jakarta ini.
Biaya Sekolah Montessori
Sekolah berlabel “Montessori” saat ini memang lebih mahal jika dibandingkan dengan sekolah biasa. Untuk dapat menyekolahkan anak di sekolah berlabel Montessori, biayanya bisa mencapai puluhan juta untuk satu tahun.
Menurut Fauziah, penyebab sekolah Montessori itu “ada harganya” adalah adanya kebutuhan alat peraga khusus. “Satu alat itu harganya paling murah bisa sampai Rp250.000. Sementara untuk mengajar anak dengan metode ini bisa sampai ratusan jenis alat peraga Montessori,” katanya.
Ia melanjutkan, bisa saja sekolah yang menggunakan metode Montessori ini dibuat mudah dengan cara menggunakan filosofinya saja. Saat ini, menurutnya, sudah banyak sekolah yang menggunakan filosofi pendidikan dari Maria Montessori ini. Sekolah alam misalnya. Metode Montessori ini sangat dekat dengan alam, dan itulah yang menjadi alasan mengapa kebanyakan sekolah Montessori menggunakan ornamen dominan berwarna cokelat dan hijau.
"Karena coklat dan hijau itu warna alam,” ucapnya.
Hanya saja, lanjutnya, jika hanya filosofinya yang digunakan, esensi dari sekolah yang menggunakan metode Montessori itu tidak diperoleh secara utuh. “Jika [esensinya] ingin didapat secara utuh maka harus beserta alat peraganya,” pungkas Fauziah.
Di Amerika Serikat, merujuk amshq.org, upaya untuk membuat sekolah yang menggunakan metode Montessori lebih terjangkau oleh segala kalangan sudah digalakkan organisasi nirlaba yang mengadvokasi pendidikan Montessori di seluruh dunia, American Montessori Society (AMS). Dalam programnya, lebih dari 400 sekolah negeri di sana dibuat dengan menggunakan metode ini.
Sekolah negeri Montessori ini menjadi pilihan populer bagi warga AS untuk sekolah jenjang taman kanak-kanak, dari semua sekolah negeri yang didanai oleh publik.
Program Montessori Publik ini menjangkau semua jenjang sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah. Program yang dibuat oleh organisasi yang sekarang sudah memiliki 13.000 anggota di seluruh dunia ini dioperasikan baik dalam membuat sekolah negeri Montessori secara penuh, sampai memasukkan metodenya saja ke sekolah umum.
Namun, karena terlalu banyaknya orang yang mendaftar sedangkan penerimaannya masih terbatas, banyak siswa yang akhirnya dipilih secara acak untuk bisa diterima di sekolah tersebut. Selain itu, dalam proses penerimaannya, sekolah menimbang berdasarkan keseimbangan jumlah siswa berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Sekolah negeri Montessori ini harus dibuat sesuai dengan standar dari sekolah Montessori pada umumnya. Empat syarat utama yang tidak boleh abai dari sekolah negeri Montessori adalah kelas yang diisi oleh berbagai tingkatan usia, pengajar yang sudah terakreditasi program Montessori, memiliki semua alat belajar yang digunakan dalam metode Montessori, dan program intrusi dari metode Montessorinya itu sendiri.
Selain itu, sekolah negeri Montessori ini juga harus mengikuti standar sekolah-sekolah negeri lain pada umumnya. Mereka tetap diwajibkan menerima rapor dan mematuhi semua peraturan sistem pendidikan negara.
==========
Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 12 Agustus 2018 dengan judul "Rahasia Pembelajaran di Sekolah Montessori". Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.
Editor: Maulida Sri Handayani & Ivan Aulia Ahsan