Menuju konten utama

Radang Sendi yang Sering Diabaikan

Tanggal 12 Oktober diperingati sebagai hari radang sendi atau arthritis sedunia. Penyakit ini menghinggapi jutaan orang di dunia termasuk Indonesia. Di Indonesia, arthritis sering disebut sebagai rematik. Penanganan penyakit ini belum banyak jadi perhatian publik. Ini jadi sebuah sendi yang harus direkatkan agar memperkuat kesadaran masyarakat terhadap penyakit radang sendi.

Radang Sendi yang Sering Diabaikan
Ilustrasi penderita sakit sendi [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Kapan Anda terakhir membunyikan sendi jari-jari tangan atau kaki Anda? Mulai sekarang alangkah baiknya Anda menyudahinya. Membunyikan sendi hingga terdengar suara “krek” bagi sebagian orang jadi sugesti untuk menghilangkan rasa pegal, tapi tak jarang juga hanya sebatas kebiasaan tanpa alasan.

Para peneliti dari Harvard Medical School, Amerika Serikat, belum lama ini menyimpulkan kebiasaan membunyikan sendi bisa meningkatkan risiko terhadap arthritis atau radang sendi. Arthritis merupakan penyakit kronis yang menyebabkan peradangan atau inflamasi pada sendi. Hasil studi ini juga mengungkapkan kebiasaan buruk ini membuat jari tangan bengkak dan kehilangan kekuatan menggenggam. Di dalam sendi ada synovial yang mengandung cairan yang berfungsi sebagai pelumas peredam benturan.

"Apa yang kita lihat adalah seperti ada kembang api yang meledak di sendi. Ini temuan tak terduga," kata profesor radiologi dari University of California, Davis (UC Davis) Robert D. Boutin, dalam Medical Daily dikutip dari Antara.

Penyakit radang sendi paling umum setelah penyakit jantung dan menjangkiti lintas usia. Berdasarkan data WHO, sebanyak 50 juta orang orang dewasa terkena arthritis. Sebanyak 300 ribu bayi dan anak terkena radang sendi. Sebanyak 67 juta orang di dunia diperkirakan akan terkena radang sendi pada 2030.

Ada 100 macam penyakit yang memengaruhi daerah sekitar sendi antara lain Osteoarthritis (OA), arthritis gout (pirai), arthritis rheumatoid (AR), dan fibromialgia. Osteoarthritis adalah jenis arthritis yang paling umum terjadi. Kondisi ini menyebabkan sendi-sendi terasa sakit dan kaku. Kelebihan berat badan (obesitas) bisa menyebabkan Osteoarthritis. Penyebab lainnya karena trauma fisik, genetik, kurang nutrisi hingga hormonal, dan faktor usia. Kaum perempuan lebih rentan terserang Osteoarthritis ketimbang laki-laki.

"Pencegahan yang paling mudah, yakni dengan gaya hidup sehat, mengontrol berat badan, olahraga ringan yang dilakukan secara terus menerus, dan mencegah kegiatan yang banyak menggunakan kinerja sendi serta rutin melakukan pemeriksaan," kata Ahli Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB) Malang dr Bagus Putu Putra Suryana dikutip dari Antara.

Sayangnya banyak orang menganggap sepele penyakit sendi. Jangankan untuk melakukan pencegahan, ketika mengalami gejala radang sendi, tak sedikit yang acuh. Kesadaran orang Indonesia termasuk yang rendah terhadap penanganan penyakit ini.

Kesadaran Rendah

Kesadaran seseorang terhadap kesehatan diri bisa dilihat dari upaya pencegahan mereka terhadap penyakit atau melakukan tindakan pengobatan bila sudah terjangkit termasuk arthritis. Sebuah studi yang dilakukan oleh MARS Indonesia 2015 lalu menunjukkan kesadaran orang Indonesia terhadap arthritis memang rendah. Riset yang dilakukan terhadap 1.665 orang di lima kota besar di Indonesia mencakup Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Medan, mengungkap masalah ini.

Berdasarkan riset MARS dalam Indonesia Consumer Health Profile 2015, sebanyak 98 persen masyarakat Indonesia mengaku tidak membeli obat sendi dalam 3 bulan terakhir, hanya 2 persen yang mengaku membeli obat sendi.

“Terlihat dari data tersebut, penyakit sendi belum menjadi perhatian dari masyarakat,” jelas laporan riset MARS.

Padahal, penyakit ini bisa mengganggu aktivitas bahkan kelumpuhan hingga kematian dini. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat penyebab kematian tertinggi dari penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia adalah stroke, hipertensi, arthritis, penyakit jantung, dan cedera.

Penyakit radang sendi memang menghinggapi lintas usia. Hasil riset MARS mengungkapkan, konsumen obat sendi terbagi berdasarkan kelompok usia 18-25 tahun, 26-34 tahun serta 35-55 tahun yang membeli produk obat sendi. Di Indonesia, beragam obat persendian dijual bebas.

Masyarakat bisa memilih dan menggunakannya setiap waktu. Namun, sebaiknya masyarakat mengunjungi dokter jika gajala penyakit tak kunjung berkurang. Dewan Pengawas Rheumatology Association (IRA), Prof. Handono Kalim, pernah mengatakan, sebaiknya radang sendi seperti rematik diperiksa kepada dokter untuk memastikan apakah itu rematik biasa atau rematik berbahaya.

"Hal ini supaya pasien dapat diberikan obat yang tepat dan memberikan efek samping yang tidak lebih berbahaya dibandingkan dengan penyakitnya," kata Handono dikutip dari Antara.

Efek samping obat yang berbahaya bila salah mengkonsumsi seperti obat anti nyeri (NSAID) dapat menyebabkan luka di lambung. Celakanya, akibat pengobatan sendiri yang coba-coba, kondisi pasien bisa semakin buruk karena efek samping obat yang diminumnya.

Mulai dari sekarang pekalah terhadap tubuh Anda. Setiap nyeri yang terjadi dalam tubuh sebuah alarm bagi kesehatan, termasuk nyeri di persendian. Pencegahan radang sejak dini, dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan buruk jadi solusi terbaik, daripada harus mengobati. Namun, bila sudah terlanjur kena, maka pergi ke dokter adalah salah satu pilihan terbaiknya.

Di sinilah pentingnya kesadaran sejak dini terhadap radang sendi, untuk pencegahan atau pengobatannya.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti