Tim Advokasi Hak atas Air melakukan eksaminasi publik terhadap putusan privatisasi air Jakarta, Jumat (4/12/2020) usai kalah di tingkat Peninjauan Kembali.
Klausul perjanjian dalam HoA dinilai berpotensi menimbulkan masalah hukum, khususnya pemberian eksklusivitas kepada Aetra untuk mengelola air baku menjadi air bersih di DKI.
Temuan kerugian PAM Jaya mencapai Rp1,2 triliun yang diduga kumulasi kerugian karena asetnya digunakan oleh pihak swasta, yakni Aetra dan Palyja, Direktur Utama PAM Jaya, Priyatno Bambang Hernowo.
Pemprov DKI melalui tim tata kelola air, akan menyampaikan posisi Palyja dalam privatisasi air di Jakarta, ke KPK serta mendiskusikan kemungkinan penanganan melalui ruang hukum.
Haris Azhar mendesak Pemprov DKI Jakarta dan PD PAM Jaya mengutamakan pemenuhan kebutuhan warga miskin atas air bersih yang murah dalam negosiasi dengan Aetra dan Palyja.
Sejumlah aktivis meminta KPK, BPK dan BPKP memantau proses penghentian swastanisasi air di Jakarta. Mereka menilai Pemprov DKI tidak perlu membayar kompensasi ke Palyja dan Aetra.
Direktur Utama PAM Jaya, Priyatno Bambang, mengkonfirmasi bahwa dirinya telah menyerahkan Head of Agreement (HoA) atau perjanjian induk masalah swastanisasi air.
Terkait dengan penghentian privatisasi air yang tak kunjung diteken Gubernur DKI Anies Baswedan, masyarakat, atas nama Melanie Subono, membuat petisi yang ditandatangani hampir 5.000 orang.
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menyatakan masih menunggu langkah lanjutan yang dilakukan Pemprov DKI dalam memutuskan penghentian swastanisasi air.