tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan mengambil alih pengelolaan air di DKI Jakarta. Selama ini, pengelolaan air tersebut dilakukan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta.
Langkah ini adalah kelanjutan dari penghentian swastanisasi air yang sebelumnya diputus Mahkamah Agung lewat Putusan Nomor 31 K/Pdt/2017. Dalam putusannya, MA meminta Pemprov DKI Jakarta menghentikan apa yang disebut dengan swastanisasi air, atau penyerahan pengelolaan air ke perusahaan swasta. Pengelolaan air harus dikembalikan lagi ke pemerintah.
Menurut Anies, pengelolaan air yang selama ini dilakukan dua mitra PAM Jaya itu tak menunjukan kemajuan signifikan dalam 20 tahun terakhir.
“Langkah ini penting dalam rangka mengoreksi kebijakan perjanjian yang dibuat saat Orde Baru pada 1997. Selama 20 tahun perjanjian, pelayanan air bersih tidak berkembang,” kata Anies dalam jumpa pers di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (11/2/2019).
Berdasarkan data yang dihimpun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, cakupan layanan air bersih pada awal 1998 mencapai 44,5 persen, sedangkan realisasinya hingga 2017, tercatat hanya 59,4 persen.
Ini artinya, peningkatan pelayanan hanya mencapai 14,9 persen dalam kurun 20 tahun, padahal Pemprov DKI Jakarta menargetkan cakupan layanan berada di angka 82 persen pada 2023.
“Sekarang kami siap untuk mengambil alih dari swasta, untuk dikembalikan kepada pemerintah,” ujar Anies.
Dalam proses pengambilalihan, Anies meminta Tim Tata Kelola Air Minum bentukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa ikut mengawasi. Anies menyebutkan periode kerja tim tersebut akan diperpanjang, sehingga dapat mendampingi serta mengawal proses ini.
“Nantinya tim tata kelola beserta Direktur Utama PAM Jaya akan secara berkala melaporkan kepada gubernur. Proses ini akan dilakukan secara transparan, terbuka, dan tidak ada yang ditutup-tutupi,” jelas Anies.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Mufti Sholih