Hidayat Nur Wahid juga menyebut tantangan bangsa saat ini adalah mencegah masuknya pemikiran-pemikiran negatif yang dapat merugikan Indonesia apabila dipahami dengan salah.
"Kalau ada orang Indonesia sakit, ditolak rumah sakit, lalu mati, kita seluruhnya berdosa. Kepala daerahnya dosa, DPR-nya dosa, Dandim-nya dosa, Kapolres-nya dosa," kata Zulkifli.
Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta mengapresiasi kinerja pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo yang dinilai konsisten dalam menggalakkan pembangunan infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat di berbagai daerah.
Menurut Hidayat, tidak akan ada aksi massa besar-besaran ataupun berita 'hoax' di media sosial, jika tidak ada indikasi yang menunjukkan tendensi pemunculan gejolak di tengah masyarakat.
MPR menilai kesenjangan sosial di Indonesia cukup tajam dan menimbulkan kecemburuan sosial dari penduduk mayoritas. Karena itu, massa dapat dikerahkan dalam aksi demo 4 November lalu.
Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua MPR RI mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengungkap kasus-kasus besar, salah satunya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang disebut menguras keuangan negara hingga Rp140 triliun.
Ketua MPR mengatakan jika ada kelompok yang ingin melanggar konstitusi seperti hendak menguasai DPR melalui demonstrasi akan berurusan dengan MPR sebagai pengawal dan penjaga konstitusi.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menunggu realisasi Undang-Undang Pemilihan Umum Kepala Daerah (UU Pilkada) yang belum lama ini telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Mantan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hajriyanto Y. Thohari, mengkhawatirkan jika revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran disusupi oleh kepentingan politik. Menurutnya, hal potensi tersebut bisa saja terjadi karena saat ini ada beberapa politisi menguasai media.
MPR akan menggelar Focus Group Disscussion yang melibatkan para pakar, tokoh pemerintahan, tokoh partai politik, tokoh daerah, dan elemen masyarakat lainnya untuk membahas tentang kemungkinan amandemen UUD 1945 tersebut.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Zulkifli Hasan, menantang generasi muda untuk “melawan” negara apabila merasa tidak puas dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mendukung wacana dihidupkannya kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) seperti zaman Orde Baru dulu. PKS menilai, GBHN masih relevan bahkan sangat penting untuk diberlakukan kembali saat ini.
Zulkifli Hasan, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, mendesak pemerintah untuk melakukan penghematan mengingat negara berpotensi kehilangan pemasukan hingga Rp 90 triliun karena turunnya harga minyak dunia.