Menuju konten utama

Punya Kontrak Jangka Panjang, PLN Jamin Krisis Energi Tak Terulang

Dirut PLN Darmawan Prasodjo memastikan pihaknya sudah memiliki kontrak jangka panjang dengan para pengusaha batu bara.

Punya Kontrak Jangka Panjang, PLN Jamin Krisis Energi Tak Terulang
Menteri BUMN Erick Thohir (tengah) bersama Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury (kiri) dan Dirut PLN Darmawan Prasodjo (kanan) menyampaikan keterangan pers di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (19/1/2022). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/hp.

tirto.id - Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo memastikan krisis energi tidak akan terulang lagi setelah pihaknya sudah mengubah kontrak menjadi jangka panjang dengan para pengusaha batu bara.

"Kami menjamin krisis batu bara tidak akan terulang," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, di Gedung Parlemen, Senayan, Rabu (26/2022).

Ia menjelaskan, pengaturan untuk pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) yang dilakukan pemerintah pusat untuk mengamankan pasokan batu bara ke Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN juga sudah dilakukan.

Jika pada aturan sebelumnya pengawasan hanya dilakukan pada pembongkaran barang, maka aturan yang terbaru saat ini adalah pemantauan dilakukan pada muatan. Sehingga antisipasi krisis pasokan bisa dihindari apabila terjadi kegagalan pasokan.

"Kami sudah membangun sistem informasi manajemen secara end-to-end dari pengawasan di lapangan melalui sistem digital yang ada di PLN. Kemudian disambung dengan sistem informasi manajemen monitoring online minerba," terang dia.

Usai adanya kasus krisis energi yang berujung pada larangan ekspor, pengetatan dan tindakan tegas juga dilakukan perseroan dengan cara melakukan blacklist pada pemasok batu bara yang tidak sesuai dengan kontrak. Ia menjelaskan, penambang sudah ada dalam daftar hitam maka ia tidak diizinkan untuk melakukan ekspor.

Sebelumnya, untuk mengamankan pasokan batu bara untuk kelistrikan umum serta mengantisipasi kondisi cuaca ekstrem pada bulan Januari 2022 dan Februari 2022, Kementerian ESDM meminta adanya pembekuan Eksportir Terdaftar (ET), menghentikan layanan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), dan tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk tujuan penjualan batu bara keluar negeri selama periode 1 Januari – 31 Januari 2022.

Hal tersebut terjadi karena para pengusaha batu bara tidak memenuhi kewajiban DMO ke PLN. Hal tersebut menyebabkan PLTU milik PLN kekurangan pasokan bahan bakar. Setelah dua pekan berselang, pemerintah kembali membuka keran ekspor setelah para pengusaha memenuhi kewajiban DMO.

Untuk mengantisipasi krisis energi tidak terulang, pada 12 Januari 2022 PT PLN (Persero) mengembangkan aplikasi pemantauan Batubara yang ada di PLN saat ini, yaitu Batubara online menjadi super sistem digital.

Sistem monitoring digital ini mampu memberikan peringatan dini terkait ketersediaan batu bara yang sudah mendekati level tertentu, sistem antrean loading batu bara, bahkan sampai pemantauan data pemasok dalam mengirimkan batu bara sesuai komitmen kontraktualnya secara realtime.

Semua sistem administrasi dibuat digital yang terverifikasi dengan legal dan sah digunakan. Sistem monitoring ini juga terintegrasi dengan sistem di Ditjen Minerba, Kementerian ESDM.

"Sistem ini memberikan alarm ke pusat apabila stok batu bara sudah menipis. Sistem ini juga mendeteksi dengan jangka waktu H-10 dari deadline kebutuhan," ujar Darmawan dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Rabu (12/1/2022).

Sistem ini juga memastikan ketersediaan kapal pengangkut. Monitoring dilakukan secara real time melihat sampai di mana kapal bergerak dan memantau hingga waktu bongkar muat di pembangkit.

"Sistem akan menunjukkan point to point pemasok. Sistem realtime ini langsung bisa dicek oleh PLN pusat dan Ditjen Minerba," kata dia.

Selain meningkatkan sistem monitoring, Darmawan juga merombak kontrak beli batu bara. Ia memastikan PLN melakukan kontrak jangka panjang dengan para penambang yang memiliki kredibilitas untuk memasok sesuai dengan kualitas dan spesifikasi serta volume yang sesuai dengan kebutuhan PLTU.

PLN juga melakukan evaluasi kontraktual, di mana fleksibilitas-fleksibilitas yang menghadirkan ketidakpastian dalam pemenuhan pasokan batu bara akan diminimalisir.

Menurut Darmawan, fleksibilitas kontrak ini tadinya memang untuk mengantisipasi fluktuasi demand listrik yang mempengaruhi kebutuhan pasokan batu bara. Sehingga diharapkan PLN lebih mendapat kepastian ketersediaan energi primer batu bara dan kepentingan PLN menyediakan listrik secara andal untuk memenuhi kebutuhan nasional dapat terwujud.

"Mengingat operasional PLTU itu bersifat jangka panjang, maka PLN juga perlu mengamankan ketersediaan batu bara dalam jangka panjang," tambah dia.

Selain itu, PLN juga mengubah pembelian batu bara dari yang sebelumnya sebagian melalui penjual menjadi pembelian langsung dari penambang. Skema pembelian juga didorong menjadi Cost, Insurance and Freight (CIF/beli batu bara dengan harga sampai di tempat tujuan), sehingga memastikan semua sampai pada tujuan dengan lebih baik.

Untuk menghindari krisis pasokan batu bara terulang kembali, secara jangka pendek PLN terus memastikan detail semua eksekusi pasokan batubara berjalan lancar di lapangan. Bukan hanya berhenti pada komitmen, tetapi bagaimana batu bara ini sampai di unit-unit pembangkit dengan timeline yang akurat.

"Kami juga berkoordinasi dengan semua pihak untuk memastikan satu per satu volumenya terpenuhi, armada angkutnya tersedia kemudian bagaimana upaya meningkatkan kecepatan dan efektivitas bongkar muat kapal pengangkut batu bara ini di PLTU," kata dia.

Baca juga artikel terkait KRISIS BATU BARA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Restu Diantina Putri