Menuju konten utama

Puasa 10 Muharram: Hukum, Hadits Dalil, Manfaat, & Bacaan Niat

Puasa 10 Muharam (Asyura) hukumnya sunah berdasar dalil Nabi Muhammad saw mengerjakannya. Keutamaan puasa ini adalah: diampuni dosa kecil selama setahun.

Puasa 10 Muharram: Hukum, Hadits Dalil, Manfaat, & Bacaan Niat
Ilustrasi Memasak Bersama. foto/istockphoto

tirto.id - Puasa 10 Muharram atau dikenal dengan sebutan puasa Asyura hukumnya sunah. Nabi Muhammad saw. mengerjakan puasa ini dan menganjurkan umat Islam melakukannya pula. Keutamaan puasa Asyura adalah dihapusnya doa kecil selama setahun.

Dalam kitab Fathul Qarib karya Ibnu Qasim Al-Ghazi disebutkan, yang tergolong dalam puasa sunah di antaranya adalah pausa Arafah (9 Zulhijah), puasa Tasua (9 Muharam), Asyura (10 Muharam), Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan) dan puasa enam hari pada bulan Syawal.

Khusus puasa Asyura, puasa ini sudah bisa dilakukan oleh kaum Quraisy Mekkah sebelum kedatangan Islam. Nabi Muhammad saw. juga melaksanakannya. Usai umat Islam hijrah ke Madinah, pada tahun 2 H, Nabi melihat kaum Yahudi di Madinah mengerjakan puasa Asyura pula.

Dalam tradisi Yahudi setempat, mengerjakan puasa pada hari tersebut adalah upaya mengikuti tradisi Nabi Musa, yang berpuasa sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Allah, yang membebaskan Bani Israel dari kungkungan Firaun Mesir kala itu.

Mendengar ini, Nabi kemudian menjawab, "Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”. Dari sinilah, puasa Asyura tidak hanya dilakukan oleh Rasulullah saw. semata. Beliau memerintahkan agar umat islam mengerjakan puasa pada hari tersebut.

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, anjuran Rasulullah saw. agar umat Islam mengerjakan puasa Asyura kemudian menimbulkan pertanyaan. Ada yang bertanya kepada beliau, "Ya Rasulullah, ini hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nasrani".

Mendengar ini, Nabi berkata, "Jika aku masih hidup hingga tahun depan, insyaAllah, kita akan berpuasa pada hari kesembilan juga". Namun, Rasulullah meninggal pada 8 Juni 632 M (12 Rabiul Awwal 11 H), atau sebelum Muharam tahun berikutnya tiba.

Karena Rasulullah sudah berencana mengerjakan puasa pada 9 Muharam, maka umat Islam kemudian mengerjakan puasa pada hari tersebut, yang disebut puasa Tasua.

Hukum Puasa Asyura

Seperti disebutkan di muka, puasa Asyura hukumnya sunah, yang berarti jika dikerjakan, berpahala dan jika tidak dilakukan, tidak apa-apa.

Dalilnya adalah riwayat dari jalur Aisyah, ketika tiba kewajiban puasa Ramadan, Nabi bersabda, "siapa yang ingin (berpuasa pada hari Asyura) ia boleh berpuasa dan siapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka" (H.R. Bukhari).

Terkait hal ini, pandangan umum mazhab Syafi'i menyebutkan, awalnya puasa Asyura ini hukumnya sunah muakkad (sunah yang ditekankan). Setelah adanya perintah puasa wajib pada bulan Ramadan, puasa Asyura dihukumi sunah. Sementara itu, Imam Abu Hanifah berpendapat, pada awalnya puasa ini hukumnya wajib.

Keutamaan Puasa Asyura

Keutamaan puasa Asyura dapat dilihat dari penekanan Nabi Muhammad saw. tentang ibadah ini. Beliau bersabda, "Puasa yang paling afdal setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah Muharam" (H.R. Muslim).

Nabi sendiri demikian bersemangat dalam mengerjakan puasa Asyura, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, "Aku tidak pernah melihat Nabi demikian perhatian dan bersengaja puasa yang lebih utama daripada puasa pada hari Asyura dan puasa bulan Ramadan".

Terkait ganjaran yang didapatkan jika mengerjakan puasa Asyura, Rasulullah saw. bersabda, "Puasa [pada] hari Asyura, saya berharap Allah mengampuni dosa setahun lampau" (H.R. Muslim).

Imam Nawawi menerangkan dalam Majmu’ Syarah al-Muhadzzab, bahwa yang dimaksud dengan dosa setahun lampau adalah dosa kecil, bukan dosa besar.

Bacaan Niat Puasa Asyura

Mengerjakan puasa Asyura pada 10 Muharram perlu didahului dengan niat. Berikut adalah lafal niat puasa Asyura yang dibaca pada malam hari atau sebelum terbitnya fajar, dikutip dari laman NU Online.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ ِعَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى

Bacaan latin: Nawaitu shauma ghadin ‘an ada’i sunnati asyura lillahi ta‘ala.

Artinya: "Aku berniat puasa sunah Asyura esok hari karena Allah SWT."

Sama seperti ibadah puasa sunah lain, mengucapkan niat puasa Asyura juga dapat dilakukan ketika fajar sudah terbit atau saat hari sudah siang. Ini dengan catatan bahwa orang tersebut belum melakukan beberapa perkara yang bisa membatalkan, seperti makan dan minum.

Jika niat puasa Asyura diucapkan setelah terbitnya fajar, maka lafalnya adalah sebagai berikut.

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ عَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى

Bacaan latinnya: Nawaitu shauma hadzal yaumi ‘an ada’i sunnati asyura lillahi ta‘ala.

Artinya: "Aku berniat puasa sunah Asyura pada hari ini karena Allah SWT."

Baca juga artikel terkait PUASA 10 MUHARRAM atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Beni Jo
Penulis: Beni Jo
Editor: Fitra Firdaus