tirto.id - Direktut Utama PT Bukit Asam (Persero) Tbk Arviyan Arifin optimistis holding empat perusahaan plat merah pertambangan dapat bersinergi, meski langkah holdingisasi masih menuai kritik dari sejumlah pengamat.
“Bukannya tidak bisa bersinergi tapi informasinya belum utuh sampai kepada mereka. Saya yakin kalau informasi ini disampaikan utuh akan lebih banyak manfaatnya yang diperoleh dengan holding ini,” ujar Arviyan di Jakarta pada Rabu (29/11/2017) malam.
PT Bukit Asam resmi menjadi holding setelah akta inbreng ditandatangani Menteri Rini Soemarno pada Selasa (28/11/2017) dan mendapatkan dukungan dari pemegang saham publik hari ini. Dengan begitu, PT Bukit Asam (PTBA) dapat menyiapkan biaya modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp4-5 triliun untuk ekspansi tahun depan.
Sebagai penghasil batu bara sebagai bahan dasar pembangkit listrik, PTBA berfokus untuk menyuplai listrik dengan visi menjadi perusahaan energi kelas dunia. Perusahaan ini berencana akan membantu memenuhi kebutuhan batu bara PLN dalam proyek besarnya membangun pembangkit listrik 35 ribu mega watt (MW).
“Kita sesama BUMN sudah buat sinergi bagaimana PTBA memenuhi kebutuhan batu bara PLN dalam masa mendatang. Kita tahu sendiri PLN sedang serius mengembangkan 35 ribu MW dan awal tahun depan sebagian sudah mulai COD [Commercial Operation Date] dan seterusnya sampai 2019. Ini tentu butuh batu bara yang jumlahnya besar,” ungkapnya.
PTBA dalam waktu dekat akan membangun proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan daya 2 kali 660 MW, yang mana perjanjian jual beli tenaga listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) ditandatangani minggu lalu.
Kemudian untuk kerja sama dengan perusahaan holding, PTBA bersinergi dengan Antam membangun PLTU di Halmahera Timur untuk smelter berkapasitas 13.500 ton nikel dalam feronikel per tahun.
“PTBA juga berencana akan mengakuisisi PLTU milik Antam supaya lebih murah. Sementara, Inalum bangun PLTU dengan bahan baku batubara yang kita miliki,” ungkapnya.
PTBA sendiri saat ini tercatat mampu memproduksi batu bara 23-24 juta per tahun, diharapkan ke depan bisa meningkat 20 persen. “Asumsinya infrastruktur ini belum selesai dalam tahun depan semua sekaligus karena perlu waktu. Pelabuhan dan kereta dan lain sebagainya. Mungkin kita masih mengandalkan kemampuan peningkatan eksisting yang ada sekarang,” katanya.
Holding BUMN Tambang Resmi Disahkan
Holding BUMN sektor pertambangan baru telah diresmikan setalah berlangsung Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Rabu (29/11/2017). Holding ini beranggotakan PT Timah, PT Aneka Tambang (Antam), dan PT Bukit Asam, dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sebagai induknya.
Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin menyatakan pemegang saham publik sudah mendukung. PT Antam sebanyak 95 persen, PT Timah 90 persen, PT Bukit Asam 92 persen.
“Saham hijau semua, padahal IHSG [Indeks Harga Saham Gabungan] merah, rupanya mendapat support penuh dari investor,” ujar Budi di Jakarta pada Rabu (29/11/2017).
Holding pertambangan ini otomatis menambah nilai aset Inalum dari Rp21 triliun menjadi Rp88 triliun. Dalam jangka waktu tiga bulan, keempat perusahaan holding ini akan menyusun strategi untuk jangka menengah dan panjang, yang secara formal akan disampaikan ke para pemegang saham baik pemerintah maupun pemegang saham publik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 47/2017 tentang Penambahan Penyertaaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PT Inalum, sebanyak 15.619.999.999 saham seri B milik negara di PT Antam Tbk atau 65 persen dialihkan kepada Inalum sebagai tambahan penyertaan modal negara.
Sementara sebanyak 4.841.053.951 saham seri B milik PT Timah Tbk atau 65 persen, dan sebanyak 1.498.087.499 saham seri B milik PT Bukit Asam Tbk atau sebanyak 65, 02 persen dialihkan kepada Inalum. Dengan demikian sisanya, saham seri A PT Antam Tbk yang merupakan saham pengendali tetap dimiliki negara.
Pembentukkan holding BUMN industri pertambangan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas usaha dan pendanaan, pengelolaan sumber daya alam mineral dan batu bara, peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi dan meningkatkan kandungan lokal, serta efisiensi biaya dari sinergi yang dilakukan.
Sesuai dengan PP Nomor 72 Tahun 2016, berubahnya statis ketiga anggota holding itu tetap diperlakukan sama dengan BUMN untuk hal-hal yang sifatnya strategis. Negara memiliki kontrol terhadap ketiga perusahaan itu, baik secara langsung melalui saham seri A atau dwi warna, maupun tidak langsung melalui PT Inalum (Persero).
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari