tirto.id - Kesalahan seorang anak ketika mengucap nama ikan di depan Presiden Joko Widodo yang belakangan jadi viral itu merupakan hal yang lumrah, kata Psikolog Anak dan Remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo. Ia menganggap anak tersebut tidak memiliki gangguan bicara atau masalah lainnya, hanya situasi saat itulah yang membuatnya gugup sehingga salah bicara.
"Kalau terlihat dari videonya sepertinya tidak ada gangguan seperti itu. Sangatlah wajar jika seseorang menjadi gugup ketika berdiri di depan banyak orang, berada di samping Presiden dan ditanya pula," ujar Vera seperti dikutip dari Antara, Jumat (27/1/2017).
Dalam keadaan gugup, seseorang bisa salah dengar bahkan bisa sampai salah bicara, sambungnya.
"Situasi demikian sangat bisa membuat seseorang jadi salah dengar atau salah bicara, apalagi ini anak-anak yang masih polos," imbuhnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh praktisi pendidikan, Najeela Shihab. Menurutnya, secara alamiah seorang anak bisa gugup saat harus berhadapan dengan Presiden dan banyak orang.
"Ada banyak kemungkinan lain selain dyslexia, salah satu yang paling mungkin ya gugup aja berhadapan dengan presiden dan banyak orang. Kebanyakan anak secara alamiah begitu," ujar Najeela.
Vera menuturkan, masyarakat selayaknya bersikap bijak atas kejadian itu, yakni berhenti menyebarkan video yang berpotensi berdampak negatif bagi anak.
"Kitalah sebagai orang dewasa di sekeliling anak yang harus bijak untuk berhenti menyebarkan apapun yang berdampak negatif bagi anak baik secara individu (anak di dalam video) maupun semua anak secara keseluruhan," kata dia.
Najeela mengatakan, beredarnya video anak di dunia maya apalagi berisi kesalahannya yang tak disengaja tentu beresiko menjadikan anak terekspos luas. Menurutnya, hal ini terjadi karena secara umum masyarakat belum cerdas digital.
"Ini juga muncul karena memang masyarakat kita secara umum belum cerdas digital, jadi pada saat mendapat suatu video yang lucu langsung disebarkan tanpa bersikap kritis kira-kira efeknya apa. Kemudian kita juga belum memikirkan unsur keamanan saat berinteraksi digital, apa efeknya untuk reputasi anak tersebut," kata dia.
Dia menambahkan, hal terpenting menyikapi masalah ini adalah kesadaran masyarakat tak menyebarkan video apalagi melontarkan komentar bernada negatif pada anak yang bersangkutan.
"Tidak menyebarkan videonya, tidak mengomentari anak sebagai bodoh atau mengejek," pungkas Najeela.
Najeela menyarankan kepada orang tua dan orang-orang dilingkungan anak tersebut untuk memberikan pendampingan agar ia tidak malu.
"Untuk anaknya sendiri, tentu ia perlu dukungan dari orangtua, guru dan lingkungannya agar dia paham bahwa dia tidak salah berlebihan atau harus malu akan hal ini," ujarnya.
Ia menerangkan, pendampingan dapat mengurangi resiko anak terganggu kepercayaan dirinya, tertekan ataupun berbagai hal negatif lainnya.
"Kalau tidak didampingi dan dijelaskan, ada resiko bahwa dia akan terganggu kepercayaan dirinya atau khawatir saat mendapat respon negatif dari orang- orang yang tidak dikenal," tutur pendiri Keluarga Kita itu.
Selain itu, pendampingan juga berguna membantu anak berkreasi melalui dunia digital, misalnya menyebarkan materi tertentu yang berguna bagi khalayak ketimbang konten tak bermutu.
"Tetapi bila didampingi dengan tepat, dia mungkin malah bisa belajar berkreasi bahwa dunia digital bisa digunakan untuk menyebarkan materi-materi tertentu dan bisa viral. Jadi memang sekarang dampak pada si anak akan tergantung proses yang dilakukan sesudahnya," ungkap dia.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh