tirto.id - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) memberikan klarifikasi mengenai agenda pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Kamis (1/3/2018) lalu di Istana Negara. Menurut Ketua Umum PSI Grace Natalie, pihaknya sudah mengajukan permintaan untuk bertemu presiden sejak PSI lolos verifikasi faktual pada Desember lalu.
"Setelah lolos verifikasi kita inisiatif untuk mengajukan pertemuan dengan presiden dan akhirnya direspon positif melalui pertemuan pada Kamis lalu," ucap Grace Natalie di Kantor DPP PSI, Tanah Abang, Sabtu (3/3).
Grace menambahkan bahwa pada pertemuan tersebut PSI lebih banyak membahas isu kebangsaan dan negara khusunya intoleransi dan korupsi.
Terkait intoleransi, pihaknya mengatakan kepada Presiden Jokowi bahwa derajat demokrasi di Indonesia memburuk dalam beberapa tahun terakhir karena meningkatnya praktik intoleransi di bumi pertiwi.
"Padahal, Indonesia sempat disebut telah mencapai kemajuan yang setara dengan level demokrasi di negara-negara mapan. Indonesia adalah satu-satunya yang mencapai taraf yang mapan di antara negara muslim dan satu-satunya di Asia Tenggara. Ini kan rugi besar dan kami sampaikan kepada kepala negara," ucapnya.
Pada pertemuan tersebut Grace juga mengatakan bahwa sejak awal PSI terus mendukung Jokowi. PSI akan bekerja keras untuk memenangkan Jokowi sebagai presiden melalui pemilu yang berkualitas bukan dengan menghalalkan segala cara.
"Presiden tidak boleh diturunkan dengan cara tidak bermartabat juga tak boleh menang dengan cara yang kotor," ucap Grace.
Terakhir, Grace mengatakan jika pembicaraan mengenai pemenangan Pemilu 2019 hanya sebagian kecil. Ia menilai dalam pertemuan tersebut Jokowi berbicara sebagai seorang presiden bukan politisi.
"Pak Jokowi seorang presiden dan negarawan yang sangat concern dengan masa depan anak muda Indonesia. Beliau peduli terhadap pendidikan politik untuk memperkuat demokrasi terutama di kalangan anak muda. Jadi berlebihan bila diasumsikan Istana digunakan sebagai tempat bermain politik," tutupnya.
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Ibnu Azis