Menuju konten utama

Prospek Penjualan Gas Satu Harga Usai PGN Akuisisi Pertagas

Perluasan jaringan gas bumi dan penerapan satu harga akan mendorong pertambahan jumlah pelanggan. Sehingga perusahaan tak lagi andalkan dana APBN untuk membangun jaringan pipa gas.

Prospek Penjualan Gas Satu Harga Usai PGN Akuisisi Pertagas
Petugas Perusahaan Gas Negara (PGN) memeriksa instalasi gas di kawasan Industri di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Senin (10/12/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Langkah agresif Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. mengintegrasikan anak usaha Pertamina yakni Pertamina Gas (Pertagas) dinilai bisa mempermudah realisasi wacana penjualan gas satu harga. Ini karena pengintegrasian dianggap bisa memudahkan manajemen mengambil keputusan . “Kalau kebijakan ada di satu perusahaan lebih mudah dalam proses pipanisasi maupun penjualan satu harga,” kata peneliti energi dari Center for Energy and Strategic Resources Prima Mulyasari Agustini kepada Tirto, Sabtu (15/12/2018).

Meski begitu Prima mengatakan penjualan gas satu harga tak serta merta jadi gampang. Prima mengingatkan status PGN sebagai perusahaan terbuka membuat opsi pejualan gas satu harga problematik. Satu sisi, penting bagi PGN sebagai anak usaha Pertamina memberikan harga yang adil sekaligus terjangkau kepada masyarakat. Namun di sisi lain, PGN sebagai perusahaan terbuka juga mesti mempertimbangkan keuntungan bisnis para investornya.

Persoalan lain, kata Prima, jaringan pipa gas milik PGN maupun Pertagas belum terlalu massif. Pelanggan gas pipa juga belum sebesar pelanggan gas tabung.

Prima mengatakan pemerintah perlu kembali mendominasi kepemilikan saham mayoritas PGN. Sehingga pemerintah bisa mendukung policy (kebijakan) yang memenangkan masyarakat. “Ini yang penting pemerintah tetap dominan sahamnya sehingga punya suara bagaimana memperjuangkan kita orang Indonesia.”

Prima mengatakan wacana penerapan gas satu harga bisa dimulai dari wilayah tertentu dengan jumlah pelanggan besar. Atau PGN bisa menunda sama sekali wacana itu dengan lebih dahulu fokus pada perluasan jaringan pipa perusahaan dan meningkatkan ekspansi penjualan ke masyarakat.

Langkah Agresif

Sekretaris PGN Rachmat Hutama optimistis integrasi Pertagas ke PGN mampu memasifkan pengembangan infrastruktur pipa demi memperluas pemanfaatan gas bumi bagi masyarakat. Rachmat mengatakan selama semester I-2018 PGN tengah membangun pipa sepanjang 87 kilometer sehingga total pipa yang dikelola PGN berjumlah 7.540 kilometer. Akuisisi Pertagas oleh PGN otomatis menambah panjang piga gas milik mereka menjadi 9.763 km atau setara dengan 96 persen pipa gas bumi hilir nasional.

Langkah agresif PGN dalam penyaluran energi baik ini ke masyarakat juga tercermin dari keberhasilan mereka menyelesaikan sejumlah proyek tepat waktu. Seperti pembangunan jaringan pipa distribusi Duri-Dumai, proyek penyaluran gas pembangkit listrik Muara Karang, pemasangan infrastruktur gas customer attachment di seluruh wilayah kerjanya, dan pengembangan jaringan pipa distribusi ke wilayah Karawang.

Pelanggan PGN tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, dan Sorong Papua. Hingga Juni 2018 PGN telah mendistribusikan gas bumi ke pelanggan sebanyak 835,56 BBTUD naik 11,55% dibandingan realisasi semester I tahun 2017 sebanyak 749,02 BBTUD. "Jumlah pelanggan PGN bertambah signifikan. Sampai akhir semester I-2018, total pengguna gas bumi kami sebanyak 203.151 pelanggan. Naik 16,96 persen dibandingkan total pelanggan di semester I-2017 sebanyak 173.681 pelanggan," kata Rachmat.

Rachmat mengatakan pada 27 September 2018 PGN dan Pertagas telah menandatangani Berita Acara Pemenuhan Persyaratan Pendahuluan dan menyepakati penyelesaian akuisisi dilakukan paling lambat 31 Desember 2018.

Kurangi Kuota Impor

Direktur Utama PGN Gigih Prakoso sempat mengatakan integrasi PGN dengan Pertagas akan memperlancar distribusi gas bumi ke masyarakat. Gigih mengatakan infrastruktur gas masih perlu dikembangkan secara merata di Indonesia. "Strateginya, dari 2018-2030 infrastruktur gas akan dikembangkan di seluruh Indonesia. Tujuannya buat masyarakat, memperlancar distribusi gas, dan mendukung proyek 35 MW," ujar Gigih saat masih menjabat Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina (Persero).

Dia mencontohkan peta rencana pembangunan infrastruktur tersebut, seperti di kawasan Indonesia barat, orientasinya ialah pembangunan pipa dari Sumatera ke Jawa.

Sedangkan di Indonesia timur, akan dibangun sebuah terminal terapung yang di dalamnya dilengkapi dengan fasilitas untuk menampung LNG atau Fasilitas Floating Storage and Regasification Unit (FSRU).

"Semua infrastruktur ini akan dibangun subholding gas. Ini untuk meningkatkan supply. Dengan adanya integrasi ini akan ada optimalisasi infrastruktur gas secara nasional," ujar Gigih.

Wacana penjualan gas satu harga mencuat seiring usaha pembentukan holding BUMN migas dengan Pertamina sebagai induk perusahaan dan PGN sebagai anak perusahaannya yang telah mengakuisisi Pertagas.

Satu Harga Untuk Mandiri

Wacana ini juga sempat diucapkan Jobi Triananda Hasjim saat masih menjadi Direktur Utama PGN pada akhir Januari 2018. Kepada wartawan Jobi mengaku iri dengan penerapan BBM satu harga di seluruh Indonesia. Ia berharap kebijakan serupa bisa diterapkan dalam penjualan gas. "Kami membayangkan gas satu harga, baik dari Sumatera maupun Jawa, sehingga orang yang pindah dari Jakarta ke Medan, kalau beli gas dari jargas harganya sama," kata Jobi di Jakarta.

Jobi mengatakan integrasi PGN bersama PT Pertagas sebagai proses holding migas dapat membuat penyaluran gas merata di seluruh Indonesia, khususnya di Indonesia bagian Tengah dan Tmur. Meski demikian ia menggarisbawahi penjualan gas satu harga tak mesti membuat harga gas turun. Sebab Jobi mengatakan sudah hampir 15 tahun harga gas rumah tangga tidak mengalami kenaikan sebagaimana listrik dan BBM.

Jobi percaya peningkatan pipa jaringan gas bumi yang mendorong penambahan jumlah pelanggan bisa mengurangi LPG impor. Sehingga, kemandirian energi yang menjadi tujuan pemerintah bisa segera terealisasi. Soal impr LPG Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan pernah mengatakan konsumsi LPG tahun ini bisa mencapai 6,5 juta metrik ton (MT), sementara untuk memenuhi kebutuhan tersebut 70%-nya harus impor atau sebanyak 4,5 juta MT.

Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajog‎io mengatakan penjualan gas satu harga untuk rumah tangga akan jauh lebih murah ketimbang harga pasar LPG 3 kilogram. “Tapi harga pasar ya bukan Harga Eceran Tertinggi," kata Jugi.

Taksiran BPH Migas jika harga jual gas bumi rumah tangga diseragamkan maka untuk golongan R1 sekitar Rp4.500 sampai Rp5.000 per meter kubik dan R2 Rp6.000 sampai Rp6.500 per meter kubik. “Tapi akan hitung lagi ya," ujar Jugi.

Jugi mengatakan saat ini pembangunan jaringan gas rumah tangga dalam jumlah besar masih mengandalkan APBN. Ia berharap strategi penjualan gas bumi satu harga yang lebih murah dari LPG 3 kilogram bisa menambah keuntungan perusahaan karena akan menarik banyak pelanggan. Sehingga perusahaan bisa mandiri membangun jaringan pipa. "Supaya mereka ke depan bisa bangun jaringan sendiri," kata Jugi.

Baca juga artikel terkait MIGAS atau tulisan lainnya dari Jay Akbar

tirto.id - Bisnis
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar