tirto.id - Program pembangunan pembangkit listrik berdaya 35.000 MW yang ditargetkan selesai pada tahun 2019-2020 dinilai tak realistis. Pengamat energi dari ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, mengatakan hingga kini belum ada terobosan-terobosan berarti yang dilakukan PT PLN maupun pemerintah untuk mempercepat penyelesaian proyek 35.000 MW.
"Sejak awal saya sudah menyampaikan bahwa program ini butuh terobosan dan proses bisnis yang tidak biasa. Hanya saja, sejauh ini saya mencermati apa yang dilakukan pemerintah dan PLN masih pendekatan bisnis biasa," ujarnya pada Rabu (31/6/2016).
Notonegoro juga sependapat PT PLN harus memperbaiki pelaksanaan tender pembangkit, sehingga tidak menyebabkan mundurnya jadwal penyelesaian proyek 35.000 MW. "Mundurnya tender jelas akan berdampak terhadap tidak tercapainya target pengerjaan 35.000 MW," imbuhnya.
Ia juga meminta PLN tidak terlalu fokus pada pengadaan energi primer, hingga melupakan bisnis inti yakni pembangkitan dan transmisi. "Energi primer memang penting, tetapi jangan sampai melupakan bisnis intinya," tuturnya.
Agus Pambagio selaku pengamat kebijakan publik memperkirakan program pembangunan pembangkit listrik berdaya 35.000 MW cuma terealisasi 30 persen sampai 2019-2020. "Selesai 30 persen atau 10.000 MW saja, itu sudah bagus," katanya, di Jakarta, Rabu (31/6/2016) kepada Antara.
Ia mengatakan, kendala penyelesaian proyek 35.000 MW tidak hanya soal pembebasan lahan dan regulasi, namun juga disebabkan PT PLN (Persero) kurang berminat membangun jaringan transmisi dan distribusi.
"Banyak PLTMH dan PLTA di Indonesia timur seperti Sulawesi terkendala ketiadaan transmisi, karena jaraknya memang jauh dari kabel PT PLN," ujarnya.
Tender Sejumlah PLTU Bermasalah
Pambagio menyebut ada sejumlah tender proyek pembangkit yang dilakukan PT PLN bermasalah, sehingga harus diulang atau diperpanjang yang menghambat penyelesaian program 35.000 MW.
Komaidi memaparkan beberapa PLTU yang bermasalah yang membuat target PLN semakin susah untuk dicapai ini. Misal, ada tender proyek 35.000 MW yang bermasalah, antara lain PLTU Jawa 5 berkapasitas 2x1.000 MW yang dibatalkan PLN setelah proses berjalan lebih dari satu tahun dan sudah mendekati tahap akhir.
Masalah juga menghampiri PLTU Jawa 7 berkapasitas 2x1.000 MW yang sudah ditender sejak 1 Desember 2014, serta PLTU Sumatera Selatan 9 berdaya 2x600 MW dan Sumatera Selatan 10 berdaya 1x600 MW yang proses tendernya sudah berlangsung hingga dua tahun.
Selanjutnya ada PLTMG Pontianak 100 MW dan PLTG Scattered 180 MW yang diperpanjang masa tendernya, karena tidak ada peserta yang memasukkan dokumen penawarannya. Demikian pula, PLTG Riau 250 MW dan PLTGU Jawa 1 berdaya 1.600 MW mengalami penundaan jadwal tender.
Program 35.000 MW mencakup 109 proyek yang terdiri atas 35 pembangkit dikerjakan PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta(independent power producer/IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW.
Berdasarkan data PLN hingga kuartal pertama 2016, kapasitas pembangkit yang sudah dibangun 397 MW atau masih 1,1 persen dari total target 35.000 MW. Lalu, tahap konstruksi mencapai 3.862 MW atau 10,9 persen, perencanaan 12.226,8 MW atau 34,4 persen, pengadaan 8.377,7 MW atau 23,6 persen, dan kontrak jual beli 10.941 MW atau 30,8 persen. Demikian pula, PLN baru membangun 2.712 km transmisi dari target 46.597 km pada periode sama.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan