Menuju konten utama

Profil Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad & Daftar Karya Besarnya

Raja Ali Haji merupakan pahlawan nasional sekaligus sastrawan yang menjadi pencatat pertama pedoman-pedoman tata bahasa Indonesia.

Profil Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad & Daftar Karya Besarnya
Ilustrasi Raja Ali Haji. tirtoid/sabit

tirto.id - Sosok Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad tampil dalam ilustrasi Google Doodle hari ini, Sabtu (5/11/2022). Ia merupakan tokoh besar Melayu sekaligus sastrawan yang daftar karya besarnya berkontribusi untuk bahasa Indonesia.

Sejak 2004 Raja Ali Haji sudah diangkat sebagai pahlawan nasional oleh Pemerintah Indonesia dan memperoleh gelar sebagai "Bapak Bahasa."

Ia berjasa sebagai pencatat pertama pedoman-pedoman tata bahasa Melayu baku yang kini kita kenal sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.

Profil Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad

Raja Ali Haji dipercaya hidup pada abad ke-19. Melansir Antara, batu nisan di makam Raja Ali Haji yang teletak di Pulau Penyengat tertulis tahun 1808 - 1873 yang menunjukkan tahun lahir dan wafatnya.

Tidak ada tanggal maupun hari yang tertulis dalam nisan, namun diperkirakan sang Bapak Bahasa sudah hidup setidaknya selama 65 tahun.

Pulau Penyengat merupakan pulau kecil di Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pulau tersebut merupakan tempat kelahiran dan saksi bisu kehidupan Raja Ali Haji. Ia lahir dari pasangan putri Selangor bernama Hamidah dan Raja Haji Ahmad.

Ia juga merupakan cucu dari pahlawan nasional Raja Haji Fisabilillah, raja Kesultanan Riau Lingga yang gugur saat pertempuran melawan Belanda di Teluk Ketapang pada 1784.

Di usianya yang ke-19 tepatnya pada tahun 1828, Raja Ali Haji menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Hal inilah yang menyebabkan nama "Haji" disematkan ke dalam namanya.

Semasa hidupnya, Raja Ali Haji dikenal sebagai seorang pujangga kerajaan yang memiliki kegemaran menulis dan mengajar. Ia menuliskan banyak karya sastra berbahasa Melayu.

Karya pertamanya di bidang linguistik adalah Bustan al-Katibin lis-Subyan al-Muta’allimin atau lebih dikenal dengan Bustanul Katibin.

Bustanul Katibin merupakan kitab kompilasi juru tulis bagi kanak-kanak yang mendeskripsikan tata cara penulisan bahasa Melayu sesuai dengan ejaan Arab-Melayu.

Kitab Bustanul Katibin dicetak pertama kali tidak lama setelah Raja Ali Haji Wafat pada 1875. Pencetakan Bustanul Katibin masih menggunakan teknik pencetakan kuno, yaitu teknik litografi atau percetakan batu.

Menurut buku Raja Ali Haji: Budayawan di Gerbang Abad XX kitab cetak tersebut kemudian di cetak ulang di Singapura dan dialihbahasakan ke dalam bahasa Belanda pada 1909.

Karya lain Raja Ali Haji yang paling terkenal adalah Gurindam Dua Belas yang ditulis pada 1847. Gurindam Dua Belas merupakan gubahan puisi tentang falsafah Melayu yang bersumber pada ajaran Islam.

Karyanya ini terdiri dari 12 pasal puisi didaktik yang berisi nasihat dan petunjuk hidup yang diridai Allah. Di zaman tersebut Gurindam Dua Belas dianggap sebagai pembaru arus sastra Melayu.

Selain senang menulis soal keagamaan, Raja Ali Haji juga menuliskan berbagai karya di bidang pendidikan, hukum dan pemerintahan, sejarah, falsafah Melayu, hingga puisi.

Namun, saat ini diduga hanya sebagian kecil karyanya yang tercatatkan. Hal tersebut karena banyak para penulis naskah Melayu yang tidak melibatkan identitas dalam karyanya. Semua karya tulis dianggap sebagai milik tradisi bukan milik individu.

Akibatnya, banyak karya-karya sastrawan Melayu hanya ditulis tanpa diketahui nama penulisnya. Barulah ketika Belanda ikut campur dalam urusan kerajaan mulai menyebarkan pengaruh bahwa identitas penulis penting untuk disematkan dalam setiap naskah.

Belanda juga menganggap bahwa suatu karya sastra, apalagi yang dituliskan oleh pihak istana penting untuk diberi catatan tanggal, lokasi, nama, serta diperbanyak dan disalin.

Di abad ke-19, tepatnya setelah pengaruh Inggris berakhir dan digantikan oleh Belanda dimulailah perubahan tradisi menulis di Melayu, khususnya di lingkungan kerajaan Raja Ali Haji.

Mulai sejak itu, karya-karyanya telah memiliki identitas, diperbanyak, dan dipelajari sebagai warisan sastra Melayu yang kita kenal saat ini.

Hubungan Raja Ali Haji dengan pihak Belanda tidak terlalu buruk. Ia diketahui bersahabat dengan pegawai Hindia-Belanda kelahiran Jerman bernama Hermann Von de Wall.

Selama tahun 1857 hingga 1872, ia rutin bertukar surat dengan Von de Wall yang bekerja sebagai penyusun kamus bahasa Melayu-Belanda di pemerintahan Hindia-Belanda.

Komunikasinya dengan Von de Wall selama 15 tahun dimaksudkan untuk menuntaskan proyek pemerintah Belanda untuk menyusun kamus bahasa Melayu-Belanda

Raja Ali Haji dipercaya sebagai ahli dan informan dalam proyek tersebut. Tentu ada imbalan yang diperoleh Raja Ali Haji dalam kontribusinya.

Imbalan yang diberikan bukan berupa uang, melainkan lebih bersifat hadiah seperti senapan, buku-buku yang dipesan, dan penjilidan buku dengan kulit yang bagus.

Lambat laun, komunikasi profesionalnya dengan pegawai Hindia-Belanda itu menjelma menjadi sebuah keakraban, hingga Raja Ali tidak canggung memanggil Von de Wall sebagai sahabat.

Daftar Karya Besar Raja Ali Haji

Raja Ali Haji dipercaya telah menulis banyak karya sastra semasa hidupnya. Karya-karyanya itu dijadikan pedoman untuk mempelajari bahasa Melayu standar atau yang dikenal sebagai bahasa Indonesia.

Karya-karya yang ditulis oleh Raja Ali Haji, termasuk buku, kamus, surat, syair, dan gurindam. Berikut beberapa karya yang ditulis oleh Raja Ali Haji seperti yang tercantum di laman Rajaalihaji.com:

1. Gurindam

  • Gurindam Dua Belas (1847).

2. Syair

  • Syair Sinar Gemala Mestika Alam (1847).
  • Syair Nasehat Kepada Anak (1847).

3. Buku

  • Buku Tuhfat al-Nafis atau Bingkisan Berharga (1860-an).
  • Buku Silsilah Melayu dan Bugis (1865).
  • Kitab Bustan al-Kathibin (1857).
  • Kitab Pengetahuan Bahasa (1850-an).
  • Kamus Melayu

4. Surat

  • Qauluhul haqq (1869)

5. Karya lain

  • Intizam Waza'if al-Malik (1857).
  • Thamarat al-Mahammah (1857).

Baca juga artikel terkait PROFIL RAJA ALI HAJI atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya