Menuju konten utama
Biografi Ali Alatas

Profil Ali Alatas, Menlu Pada Masa Soeharto dan Habibie

Berikut ini profil Ali Alatas, Menteri Luar Negeri di masa Presiden Soeharto dan Habibie. Ali Alatas adalah legenda diplomat dari Indonesia.

Profil Ali Alatas, Menlu Pada Masa Soeharto dan Habibie
Ilustrasi Ali Alatas. tirto.id/Gery

tirto.id - Ali Alatas merupakan salah satu diplomat tersohor asal Indonesia. Lahir di Batavia pada 4 November 1932, Ali menjelma sosok diplomat yang menyambung lidah Indonesia di mata internasional. Ia juga menjadi penengah sejumlah konflik di negara-negara Asia. Berikut ini profil Ali Alatas, Menteri Luar Negeri (Menlu) pada masa Presiden Soeharto dan Habibie.

Selama tidak kurang dari 2 dasawarsa, Ali Alatas menunjukkan pamornya sebagai diplomat ulung asal Indonesia. Sejak muda hingga meninggal, kariernya sebagai diplomat sangat cemerlang, serta menduduki tampuk-tampuk jabatan penting di dalam dan luar negeri.

Hingga wafatnya, Ali menjabat sebagai Utusan Khusus Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Utusan Khusus Presiden RI untuk masalah Timur Tengah, dan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Indonesia.

Namanya mulai dikenal luas di forum internasional, terutama setelah ia aktif sebagai fasilitator perundingan perdamaian pada konflik di Kamboja.

Kegiatan diplomasi tersebut menemukan jalan terang setelah ia menjadi Ketua Bersama dalam Konferensi Paris untuk Perdamaian Kamboja. Bersama dengan Perdana Menteri Kamboja saat itu, Ali sukses memperdamaikan perang yang diperkirakan menelan korban 1,4 sampai 2,2 juta jiwa warga sipil.

Ali juga disebut sebagai bakal calon paling kuat untuk duduk di kursi sekjen PBB pada 1990-an. Melansir Reuters, Alatas merupakan sosok yang disegani di kawasan Asia-Pasifik, dan menduduki salah satu tampuk tertinggi forum antarbangsa di PBB.

Rekam Jejak Tugas Diplomatik Ali Alatas

Sepanjang hidupnya, Ali Alatas pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri (Menlu) RI pada empat kabinet berturut-turut (1987-1999). Ia menjabat sebagai menlu di masa Presiden Soeharto dan Habibie.

Di masa mudanya, Ali Alatas mengenyam pendidikan di fakultas hukum UI dan akademi dinas luar negeri. Ia menempuhnya selama paruh 1950-an awal.

Usai sarjana, pada 1956, ia mendapatkan tugas awal sebagai Sekretaris II di Kedutaan Besar RI di Bangkok, Thailand. Alatas bertugas di sana selama kurang lebih 4 tahun, yang berakhir pada 1960.

Selesai bertugas di Kedubes RI Bangkok, ia kemudian menjabat Direktur Penerangan dan Hubungan Kebudayaan Departemen Luar Negeri RI (1965-1966).

Tak berhenti di situ, ia pernah dinominasikan menjadi Sekretaris Jendral (Sekjen) PBB oleh sejumlah negara Asia pada 1996. Dukungan itu ia peroleh berkat misinya mendamaikan konflik yang terjadi di Kamboja.

Kemudian, Alatas diamanahi tugas sebagai Konselor Kedutaan Besar RI di Washington (1966-1970).

Sekembalinya di tanah air, tak ada waktu untuk Alatas berleha-leha. Ia lantas menjabat sebagai Direktur Penerangan Kebudayaan (1970-1972), Sekretaris Direktorat Jenderal Politik Departemen Luar Negeri (1972-1975), Staf Ahli dan Kepala Sekretaris Pribadi Menteri Luar Negeri (1975-1976).

Jam terbang Ali begitu tinggi. Pada 1976 ia dilempar-tugaskan untuk menjadi Wakil Tetap RI di PBB Jenewa sampai 1978.

Kembali lagi ke Indonesia, ia lantas menjabat Sekretaris Wakil Presiden (1978-1982). Setahun setelahnya, ia kembali dipercaya untuk mengemban tugas sebagai Wakil Tetap Indonesia di PBB, New York (1983-1987).

Selanjutnya, Ali diangkat menjadi Menteri Luar Negeri (1987-1999) dalam 4 kabinet masa pemerintahan Soeharto.

Tugasnya padat merayap. Pasca Soeharto lengser, ia menjabat sebagai penasihat di pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Pemerintahan silih berganti. Megawati menggantikan Gus Dur, namun Ali tetap dipercaya menjadi Penasihat Presiden untuk Urusan Luar Negeri RI.

Akhirnya, pada 11 Desember 2008, saat usianya 76 tahun, Ali mengembuskan nafas terakhir di Rumah sakit Mount Elizabeth, Singapura.

Baca juga artikel terkait PROFIL TOKOH atau tulisan lainnya dari Auvry Abeyasa

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Auvry Abeyasa
Penulis: Auvry Abeyasa
Editor: Abdul Hadi